Liputan6.com, Papua - Pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua dan Papua Barat, masih menyisakan polemik yang tak berkesudahan. Ada tiga wilayah yang akan dimekarkan di indonesia bagian timur tersebut, yaitu Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Namun dari kacamata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fahri Bachmid, pemekaran tersebut sebagai ‘political will’ pemerintah pusat.
Yang yang memiliki kewenangan konstitusional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
Advertisement
Baca Juga
“Itu menjadi suatu opsi kebijakan yang realistis dan solutif serta konstitusional,” ,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (27/4/2022).
Dia mengatakan, hal tersebut merupakan implementasi dari konsep serta pranata desentralisasi asimetris, dengan berpijak pada ketentuan Pasal 18A dan 18B Undang-Undang Dasar (UUD) NKRI Tahun 1945 Menurut Fahri Bachmid, kewenangan soal pemekaran DOB adalah Presiden, yang diatur dalam UUD 1945.
Rencana pembentukan beberapa DOB di Papua, lanjut Fahri, sebenarnya tidak terlepas dari politik hukum berdasarkan desain sistem yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2/2021. Yakni tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Dalam desain hukum itu, ditegaskannya jika dalam rangka melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya, perlu diberi kepastian hukum.
“Serta dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Dan juga kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua,” ujarnya.
Bertitik tolak dari konsep itu, Fahri menuturkan, negara berdasarkan instrumen pemerintahannya melakukan upaya melanjutkan dan mengoptimalkan pengelolaan penerimaan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Prinsip Pemekaran Wilayah
Terutama dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan, dan tepat sasaran.
Dan juga untuk melakukan penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua, sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua itu sendiri
“Secara teknis dari sisi ‘beleeid’, pemekaran daerah menjadi provinsi di Indonesia bagian timur untuk mengakselarasi pemerataan pembangunan di Papua. Dan untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan kepada masyarakat Papua, ke arah yang lebih baik lagi,” katanya.
Dijelaskan Fahri, pada prinsipnya kebijakan pemekaran wilayah, akan meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat Papua secara lebih substansial. Sekaligus mempunyai irisan sebagai strategi, untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Papua.
Di mana, kebijakan pemerintah terkait DOB di Papua telah sejalan dengan UU Nomor 23/2014. Yakni tentang Pemerintahan Daerah, khususnya ketentuan Pasal 49 ayat (1).
“Hal ini harus dibaca dalam konteks sebagai bagian mempertimbangkan kepentingan strategis nasional, dalam rangka mengokohkan NKRI,” tutur Fahri Bachmid.
Rencana pemekaran Papua dan Papua Barat, jelas Fahri, dilakukan sebagai amanat dari ketentuan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, rencana pembentukan DOB di Papua dan Papua Barat, yang juga merupakan implementasi dari UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Advertisement
Tanggung Jawab Negara
“Saya berpendapat, Beleeid pemerintah untuk melakukan pemekaran beberapa DOB di Papua, adalah dalam rangka melaksanakan tugas-tugas konstitusional pemerinta pusat,“ ujarnya.
Fahri mengungkapkan, pemekaran DOB di Papua tersebut juga dianggap sebagai konsekwensi bahwa pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia, yang mengacu pada konsep negara kesejahteraan.
Di dalam sila ke-5 Pancasila serta UUD 1945, ditekankan bahwa prinsip keadilan sosial mengamanatkan tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
“Ada tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan, serta meningkatkan kualitas pelayanan umum (public services) yang baik. Yaitu melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat,” katanya.
Terlebih, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam mengatasi keterbelakangan, ketergantungan, ketelantaran, dan kemiskinan.
Dilanjutkan Fahri, konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services).
Namun juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal, yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Dia melihat, itulah filosofi dari kebijakan pemekaran DOB di Papua.