Krisis Iklim Makin Nyata, Ancaman Ketahanan Pangan Banyumas Raya di Depan Mata

Daerah pedalaman yang bertumpu pada aktivitas pertanian tak luput dari dampak Krisis Iklim. Cuaca ekstrem memaksa pola tanam berubah

oleh Rudal Afgani Dirgantara diperbarui 18 Mei 2022, 14:45 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2022, 14:33 WIB
Webinar 'Anomali Cuaca dan Ancaman Krisis Pangan di Banyumas Raya' yang diselenggarakan AJI Kota Purwokerto dan Google News Initiative, 17 Mei 2022. (Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Diragantara)
Webinar 'Anomali Cuaca dan Ancaman Krisis Pangan di Banyumas Raya' yang diselenggarakan AJI Kota Purwokerto dan Google News Initiative, 17 Mei 2022. (Foto: Liputan6.com/Rudal Afgani Diragantara)

Liputan6.com, Banyumas - Krisis iklim memicu anomali cuaca beberapa dekade terakhir. Cuaca ekstrem berupa suhu panas dan hujan intensitas tinggi berdurasi panjang menjadi sedikit dari tanda berlangsungnya perubahan cuaca yang tidak wajar.

Daerah pedalaman yang bertumpu pada aktivitas pertanian tak luput dari dampak anomali cuaca. Cuaca ekstrem memaksa pola tanam berubah.

Akibatnya, selama proses penyesuaian para petani harus mengalami pahitnya gagal panen. Mereka harus berulang kali menyemai dan menanam sampai mendapatkan hasil.

"Petani di Patimuan, Cilacap harus berulang kali menanam karena anomali cuaca," kata Dyah Susanti, Dosen Fakultas Pertanian Unsoed pada webinar bertajuk 'Anomali Cuaca dan Ancaman Krisis Pangan di Banyumas Raya' yang diselenggarakan AJI Kota Purwokerto dan Google News Initiative, Selasa (17/5/2022).

Para petani harus meraba apakah ke depan akan kemarau panjang atau penghujan. Sebab, kedua musim tak tentu silih bergantinya.

Ketika El Nino datang, maka curah hujan akan menurun signifikan. Kemarau panjang bisa terjadi sepanjang tahun. Akibatnya kekeringan melanda.

Sebaliknya, ketika La Nina yang datang hujan bisa turun sepanjang tahun. Meski kebutuhan air untuk pertanian cukup, namun bencana alam akibat banjir kemudian merendam area persawahan.

"Dahulu El Nino dan La Nina siklusnya sekitar tujuh tahun sekali. Sekarang bisa bergantian setiap tahun," ujar Iis Widya Harmoko, Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Semarang pada webinar yang sama.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Peran Media Massa

Ilustrasi – Padi terendam banjir rawan busuk. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Padi terendam banjir rawan busuk. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Untuk mengantisipasi kerugian massif di kalangan petani akibat anomali cuaca, petani perlu mengetahui informasi termutakhir baik yang disediakan BMKG maupun hasil riset kalangan akademisi.

Media massa bisa menjadi jembatan di antara petani dan sumber-sumber informasi tersebut.

BMKG misalnya, menyediakan informasi prakiraan cuaca tentang kemungkinan datangnya el nino atau La Nina pada periode tanam mendatang.

Informasi ini bisa digunakan petani untuk menentukan komoditas pertanian apa yang cocok ditanam pada musim tanam mendatang.

Begitupun riset para ahli. Sebagai contoh, petani bisa memanfaatkan hasil penelitian baik berupa inovasi teknologi pertanian ataupun temuan baru varietas yang mampu beradaptasi terhadap cuaca ekstrem.

"Media memainkan peranan penting agar petani bisa mengakses sumber-sumber informasi yang dibutuhkan," tutur Muhamad Ridlo, editor Liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya