Nasib Satwa Sitaan BKSDA Gorontalo, Mulai Stres Menanti Kembali ke Habitatnya

Sebab, proses hukum satwa tersebut masih sementara dilakukan tahap penyelidikan yang membuat satwa tersebut masih terkurung dalam penangkaran.

oleh Arfandi Ibrahim diperbarui 10 Jun 2022, 20:23 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2022, 17:00 WIB
Kera jenis owa saat dilakukan karantina oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Gorontalo (Arfandi/Liputan6.com)
Kera Jenis Owa saat dilakukan karantina oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Gorontalo (Arfandi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Gorontalo - Satwa hasil sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Gorontalo hingga kini masih berada dalam penangkaran. Satwa hasil tangkapan Polres Boalemo tersebut, belum jelas nasibnya untuk dirilis kembali ke habitatnya.

Sebab, proses hukum satwa tersebut masih sementara dilakukan tahap penyelidikan yang membuat satwa tersebut masih terkurung dalam penangkaran.

Satwa-satwa tersebut diantaranya, 1 ekor orang utan, 6 ekor kera kecil dengan berbagai jenis, 37 ekor kura-kura dengan berbagai ukuran, dan 4 ekor biawak.

Meski sudah ditangani oleh para dokter hewan, satwa-satwa tersebut mulai terlihat stres. Satwa dilindungi tersebut seakan memberikan sinyal meminta untuk dirilis kembali ke tempat asalnya.

Sembari menunggu proses hukum yang tengah berjalan, ditakutkan tingkat stres satwa tersebut terus meningkat yang berakibat pada satwa tersebut bisa mati mendadak.

Seperti halnya yang diungkapkan drh Feny Reny Rimporok, Medik Veteriner Ahli Madya Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo bahwa, tingkat stres yang ditimbulkan oleh orang utan, kera, atau sejenisnya tidak bisa dipresentasikan dengan angka.

Namun, kata drh Feny, hal itu bisa dilihat dari pola dan tingkah laku satwa tersebut. Ia memberikan gambaran bagaimana jika hewan yang dulunya hidup di alam bebas kemudian dikurung dalam kerangkeng besi.

"Coba bisa dibayangkan alam bebas dan tempat penangkaran. Bisa jadi mereka mengalami stres dan depresi lama kelamaan mati," kata Feny.

Selain itu, kata Feny, jika terlalu lama dalam penangkaran, satwa tersebut bisa terserang berbagai macam penyakit. Meskipun makanan yang diberikan oleh manusia cukup berlimpah.

"Mereka itu terbiasa dengan mencari makan sendiri, beda dengan yang diberikan manusia," tuturnya.

Simak juga video pilihan berikut:

Mudah Terkena Penyakit

drh Feny Rimporok, Medik Veteriner Ahli Madya saat memeriksa hewan ternak di Gorontalo (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
drh Feny Rimporok, Medik Veteriner Ahli Madya, Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo saat memeriksa hewan ternak di Gorontalo (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Menurutnya, di habitat aslinya, satwa liar menghabiskan waktunya sehari-hari untuk mencari makan, membuat sarang, bercengkrama dengan satwa lainnya, menghindari predator, dan mempertahankan wilayah.

"Di alam situasinya lain, dengan di kebun binatang ataupun kadang dalam proses perdagangan satwa. Mereka akan jauh lebih pasif," ungkapnya.

Jika daya tahan tubuh mereka menurun akibat stres dengan lingkungan seperti itu, maka satwa tersebut akan terserang berbagai macam penyakit, seperti Salmonella, gangguan fungsi otak, hingga tuberculosis. 

"Daya tahan tubuh mereka menurun dan mudah terserang penyakit," imbuhnya.

Sementara Kepala Seksi BKSDA Wilayah II Gorontalo Sjamsudin Hadju, saat dikonfirmasi soal kapan satwa tersebut dirilis, dirinya mengatakan masih akan melakukan komunikasi dengan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Boalemo.

"Masih mau dikomunikasikan dengan kasi Pidum kejaksaan Boalemo," ia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya