Liputan6.com, Makassar - Terhitung sejak ditangani Mei 2020, penanganan kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar oleh Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel belum juga memberikan kepastian hukum. Kasus tersebut terbilang mangkrak di tahap penyidikan tanpa ada penetapan tersangka.
Kepala Subdit III Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel Kompol Fadli mengatakan, penetapan tersangka belum dilakukan karena pihaknya sementara menunggu terlebih dahulu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta.
Advertisement
Baca Juga
"Nunggu hasil audit," ucap Fadli via pesan singkat whatsapp, Kamis (25/8/2022).
Menanggapi hal itu, sejumlah lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel pun angkat bicara. Salah satunya dari lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi yang diketahui sejak awal memantau penanganan kasus tersebut.
"Bayangkan sudah 2 tahun lebih ditangani dan belum ada kepastian tersangka sampai detik ini. Kami tak yakin audit sampai saat ini belum kelar. Seperti ada kekuatan besar yang mengintervensi agar kasus ini mangkrak di tahap penyidikan dan menggantung penetapan tersangkanya," ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun via telepon.
Kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar, kata Kadir, peristiwa melawan hukumnya cukup terang dan tentunya telah didukung dengan alat bukti permulaan yang cukup. Sehingga, lanjut dia, penyidik pun berkeyakinan meningkatkan status kasus tersebut ke tahap penyidikan.
"Jadi sangat tidak logis ketika sampai detik ini belum ada penetapan tersangka. Kami menilai penyidik sudah tak bekerja profesional dalam menangani kasus ini," tutur Kadir.
Kadir mengungkapkan, dalam kegiatan penyaluran bantuan sembako Covid-19 di Kota Makassar tahun 2020 tersebut, ditemukan banyak kejanggalan. Selain nilai paketan sembako yang dibagikan kepada masyarakat saat itu menyalahi aturan di mana seharusnya tiap paketan berisi sembako yang totalnya berjumlah Rp600 ribu, namun kenyataannya yang ditemukan paketan hanya bernilai Rp100 ribuan.
Selain itu, juga masih banyak warga Kota Makassar yang jelas-jelas terdampak dari penyebaran virus Covid-19, tapi sama sekali tidak mendapatkan apa-apa.
"Padahal sumber anggaran bantuan untuk itu banyak sumbernya. Selain bersumber dari dana refocusing sejumlah dinas atau SKPD di Kota Makassar, ada dari swasta, APBD hingga bantuan APBN. Tapi yang terjadi saat itu kan justru masyarakat banyak yang tidak dapat," terang Kadir.
Ia berharap penanganan kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar yang belum memberikan kepastian akan penetapan tersangka tersebut, segera mendapat atensi besar baik oleh jajaran Polri tertinggi hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kalau kasus ini tak diseriusi, maka akan berlarut-larut tanpa ada kepastian hukum yang jelas. Bahkan boleh dikatakan dengan berlarut-larutnya penanganan kasus ini bisa berpotensi merugikan keuangan negara. Pembebanan uang negara dalam penanganan sebuah kasus itu gak main-main loh besarnya, maka itu perlu keseriusan jangan sampai tindakan tak profesional penyidik justru menambah nilai kerugian bagi negara lagi," ungkap Kadir.
Sekedar diketahui, sejak kasus dugaan mark up paket sembako Covid-19 Kota Makassar statusnya telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, penyidik Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel telah memeriksa puluhan saksi. Beberapa diantaranya ada mantan Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Mukhtar Tahir serta eks Penjabat (Pj) Wali Kota Makassar saat itu, Iqbal Suhaeb.