Sejarah dan Makna Ikan Mas Arsik, Kuliner Tradisional Ikon Budaya Sumatera Utara

Ikan mas arsik atau dalam bahasa Batak-nya Dekke Na Niarsik merupakan makanan khas Batak Toba yang berarti ikan yang dimasak kering.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 14 Okt 2022, 04:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2022, 04:00 WIB
Ikan Arsik adalah kuliner tradisional khas Toba yang kaya dengan bumbu dan rempah. (foto: twitter @RKuliner )
Ikan Arsik adalah kuliner tradisional khas Toba yang kaya dengan bumbu dan rempah. (foto: twitter @RKuliner )

Liputan6.com, Bandung - Indonesia terdiri dari aneka ragam suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat, seni budaya, dan bahasa yang khas, dan tentu saja kulinernya. Dari sejak lama, masyarakat Indonesia tidak hanya kaya akan ragam hidangan kuliner dan tata cara teknik memasak, tetapi juga sejarah dan budayanya.

Di Sumatera Utara, terdapat beragam suku dan mayoritas suku yang ada di provinsi ini adalah Batak. Batak adalah rumpun suku-suku yang mendiami sebagian besar wilayah Sumatra Utara.

Namun, sering sekali orang menganggap penyebutan Batak hanya pada suku Toba. Padahal, Batak tidak hanya diwakili oleh suku Toba. Sehingga tidak ada budaya dan bahasa Batak, tetapi budaya dan bahasa Toba, Karo, Simalungun dan suku-suku lain yang serumpun.

Dari segi masakannya, masakan Batak adalah jenis masakan yang dipengaruhi seni dan tradisi memasak suku yang mendiami wilayah Sumatra Utara ini. Masakan Batak merupakan salah satu jenis masakan nusantara. Salah satu cirinya adalah kegemarannya menggunakan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) sebagai rempah utama.

Beberapa tempat di sekitar Danau Toba, menawarkan hidangan ikan air tawar seperti arsik ikan mas. Tak hanya karena cita rasanya dan kaya gizi, ikan mas arsik juga berkaitan erat dengan ritual adat kebatakan dan acara-acara keluarga.

Ikan mas arsik atau dalam bahasa Batak-nya Dekke Na Niarsik merupakan makanan khas Batak Toba yang berarti ikan yang dimasak kering. Ikan arsik ini merupakan simbol karunia kehidupan dalam masyarakat Batak. Ikan arsik tersaji pada beberapa upacara daur hidup masyarakat Batak, seperti pada saat pernikahan dan kelahiran.

Dekke Na Niarsik ini diberikan dengan harapan supaya orang yang menerima ikan ini dapat bersih baik hati maupun perilakunya. Ukuran ikan yang digunakan biasanya beragam, bergantung pada masing-masing orang.

Dari siku hingga ujung jari tangan merupakan ukuran terpanjang ikan ini. Sementara ukuran terkecilnya yaitu satu setengah jengkal tangan manusia dewasa.

Karena ikan tersebut mulai langka, ikan ini diganti dengan ikan mas hingga saat ini. Selain lebih ekonomis, ikan mas juga mudah untuk dikembangbiakkan. Ikan ini memang harus selalu ada dalam upacara adat Batak.

Ikan mas yang diberikan haruslah dalam jumlah ganjil, yaitu satu, tiga, lima, tujuh. Masing-masing jumlah ini memiliki arti sesuai dengan ketentuan adat Batak.

Makna Ikan Arsik

Arsik Ikan Mas
ilustrasi ikan bumbu kuning/copyright by Maulana Image (Shutterstock)

Dekke Na Niarsik atau ikan mas arsik adalah wujud nyata pesan adat Batak yang harus disampaikan. Sebab, bagi orang Batak mulai dari kelahiran, menikah hingga meninggal masing-masing memiliki prosesi yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan.

Bagi pasangan yang baru menikah, jumlah ikan yang diberikan orang tua si gadis hanya satu ekor ikan mas yang mana ini melambangkan harapan bahwa kedua orang yang mengikat diri dalam jalinan pernikahan tersebut telah menjadi satu.

Ikan mas yang diberikan ini sekaligus melambangkan berkat-berkat dari orangtua yang melepas si gadis karena ia telah menjadi bagian dari keluarga suaminya. Ikan mas yang diberikan adalah ikan betina yang bertelur. Hal ini diwajibkan bagi pasangan suami-istri yang baru menikah sebagai pertanda bahwa orang tua si perempuan berharap agar borunya (anak perempuan) dapat memiliki keturunan.

Penyajian dekke ini pada dasarnya tidak boleh sembarangan dikarenakan banyaknya makna yang terkandung didalamnya. Dekke yang akan disajikan haruslah tetap dalam kondisi utuh, mulai dari kepala hingga ekor. Sisiknya pun tidak boleh dibuang. Ini melambangkan gambaran utuh kehidupan manusia.

Ikan juga tidak boleh dipotong-potong karena orang yang menerimanya tidak akan memperoleh keturunan, memotong-motong ikan ini sama artinya dengan mengharapkan orang yang menerimanya tidak memperoleh keturunan.

Selain itu, Dekke Na Niarsik ini harus disajikan dalam posisi berenang dengan kepala menghadap ke orang yang menerimanya. Bila jumlahnya lebih dari satu, maka semua ikan harus dibariskan sejajar.

Dalam bahasa Batak disebut Dekke Si Mundur, keluarga yang menerima ikan ini diharapkan dapat berjalan sejajar atau beriringan menuju arah dan tujuan yang sama. Sehingga bila ada permasalahan dan rintangan yang menghalangi dapat diselesaikan secara bersama oleh setiap anggota keluarga.

Jika anak lahir, terutama jika yang lahir adalah anak pertama. Sesuai hukum adat Batak, pihak hula-hula (kelompok marga dari si ibu) harus menyediakan pasu-pasu (pemberkatan) yang dimanifestasikan dalam bentuk Dekke Na Niarsik.

Tiga ekor ikan mas yang diberikan melambangkan bahwa telah bertambah satu orang anggota dalam keluarga tersebut. Satu untuk si bapak, satu bagi ibunya, dan satu lagi untuk anak yang baru lahir tersebut.

Sedangkan, lima ekor ikan arsik bagi orang tua yang sudah mempunyai cucu. Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak saja. Penyajian ikan ini pada dasarnya tidak boleh sembarangan dikarenakan banyaknya makna yang terkandung di dalamnya.

Cara Membuat Ikan Arsik

Ikan Bumbu Arsik
Ikan Bumbu Arsik.

Ikan mas arsik pada dasarnya adalah merebus ikan mas dengan menggunakan beragam rempah dan bumbu. Bumbu yang dibutuhkan berupa asam cekala, bunga kecombrang, lokio (bawang Batak), kacang tanah, kemiri, kunyit, bawang putih dan bawang merah, cabai merah, jahe, asam gelugur, daun jeruk, daun salam, lengkuas, serai dan andaliman serta garam.

Pada persiapan memasaknya, ikan tersebut dibersihkan dulu lalu belah bagian perut dan sisiknya tidak dibuang. Proses menghilangkan bau amis pada ikan biasanya menggunakan jeruk nipis dan asam cikala. Penggunaan asam cikala ini selain untuk menghilangkan bau amis, juga bisa menciptakan aroma sedap pada ikan sehingga dapat menambah cita rasa dari masakan ikan arsik.

Dalam pemasakan arsik terdapat penggunaan andaliman yang merupakan sejenis bumbu rempah seperti merica yang banyak terdapat di beberapa daerah di Sumatera Utara. Andaliman ini selain memberikan rasa pedas, juga menciptakan cita rasa yang khas.

Pada proses pengolahannya, setelah ikan dibersihkan kemudian ikan tersebut dilumuri dengan bumbu yang sudah dihaluskan hingga rata. Lalu masukkan sebagian kacang panjang dan serai ke dalam perut ikan, sisa serai juga digunakan untuk alas wajan tempat ikan.

Setelah itu, masukkan ikan dan kecombrang di atas serai lalu tuangkan air hingga menutupi ikan. Kemudian tutup wajan dan masak di api kecil sampai air mengering.

Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Menu Maksi: Arsik Ikan nan Gurih
Gulai kali ini menggunakan bahan dasar ikan

Ikan mas arsik sudah terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kemdikbud. Pengajuan ikan arsik ini dilakukan pada 2011 lalu dengan nomor registrasi 2011001647.

Sebagai warisan budaya takbenda, domain ikan mas arsik termasuk ke dalam kemahiran dan kerajinan tradisional yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara.

Warisan budaya takbenda atau intangible cultural heritage bersifat tak dapat dipegang (intangible/abstrak), seperti konsep dan teknologi; dan sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, musik, tari, upacara, serta berbagai perilaku terstruktur lain.

Mengacu pada konvesi UNESCO pada 2003 tentang safeguarding of intangible cultural heritage, warisan budaya takbenda dibagi atas lima domain: a) Tradisi Lisan dan Ekspresi; b) seni pertunjukan; c) adat istiadat masyarakat, ritual, dan perayaan-perayaan; d) pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta; dan/atau e) keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional.

Adapun aspek kuliner tradisional adalah sebagai berikut. Bahan makanan (hewani, tumbuhan), proses (barapen/bakar batu, pindang, pengasapan, fermentasi, memasak dengan pasir, disangrai, dibakar, dikukus, ditim, pembakaran dengan media lumpur, dll).

Kemuddian, juru masak, waktu penyajian (pagi, siang, sore, upacara peralihan, upacara keagamaan, upacara kenegaraan, dll.), lokasi penyajian (bangunan keagamaan, istana, daerah sakral, bangunan pemerintahan, gunung, laut, dll.), tata cara penyajian (makanan pembuka, makanan inti, makanan penutup), tujuan (sakral, profan), media penyajian (takir, tempurung, ongke, gerabah, dedaunan, dll.).

Serta, makna dari makanan (mengembalikan semangat, kesuksesan, kesucian, dll.), dan peralatan masak (kukusan, wajan, tungku, anglo, sutil, dll.).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya