Mengenal Arti Kata Tugas 'Da', Sebuah Fatis dalam Bahasa Sunda

Jika tinggal di Bandung, Jawa Barat, kata ‘da’ kerap muncul dalam pengucapan orang kebanyakan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 05 Nov 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2022, 12:00 WIB
Fatis
Kata tugas fatis.

Liputan6.com, Bandung - Jika tinggal di Bandung, Jawa Barat, kata 'da' kerap muncul dalam pengucapan orang kebanyakan. Misalnya, "Da aku mah apa atuh".

Selain digunakan dalam bahasa Indonesia, kata-kata fatis di Bandung juga digunakan dalam bahasa Sunda. Contohnya, ‘Da geus apaleun’ (Soalnya sudah tahu).

Kata 'Da' tidak hanya digunakan pada awal kalimat. Partikel fatis yang ada di dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia sering juga digunakan di tengah kalimat dan akhir kalimat.

Contoh 'Da' di tengah kalimat dalam percakapan berikut.

Keun bae da Allah mah teu pernah sare’ (Biarkan saja karena Tuhan tidak pernah tidur).

Sedangkan contoh penggunaan fatis ‘Da’ di akhir kalimat sebagai berikut.

Budi: Din, abi sieun ku mamah Udin. (Din, aku takut sama mama kamu)

Udin: Teu kedah sieun. Mamah Udin bageur da. (Tidak usah takut. Mama Udin baik kok)

Lalu, apa itu fatis?

Fatis adalah kategori kata yang hanya memiliki fungsi sosial dan tidak memiliki fungsi penyampaian informasi. Adapun konsep phatic communion diperkenalkan pada awal abad ke-20 oleh Bronisław Malinowski, seorang antropolog Polandia, dan diambil dari bahasa Yunani phanai (berbicara).

Dalam bahasa Indonesia, kategori fatis diusulkan oleh Harimurti Kridalaksana (2008). Menurutnya, bentuk fatis biasanya terdapat dalam bahasa lisan yang umumnya merupakan ragam non-standar.

Bentuk fatis dapat dijumpai di awal, tengah, maupun di akhir kalimat. Bentuk ini tidak dapat dimasukkan ke dalam kelas kata interjeksi karena interjeksi bersifat emotif sedangkan fatis bersifat komunikatif.

Perlu diketahui, fatis tidak hanya berbentuk kata, tetapi juga partikel dan frasa. Barangkali, fatis terasa mirip dengan kelas kata interjeksi. Meskipun kedua istilah dibedakan berdasarkan tujuannya di mana interjeksi bersifat emotif sedangkan fatis bersifat komunikatif.

Dalam bahasa Indonesia, terdapat belasan bentuk kategori fatis dalam yaitu fatis kan, lah, pun, ah, ayo, deh, dong, ding, kek, kok, lho, mari, nah, dan lain sebagainya.

Adapun fungsi dari fatis-fatis tersebut juga memiliki perbedaan, yaitu fungsi yang dimunculkan pun bervariasi, seperti menekankan pembuktian, bantahan, kalimat imperatif, menonjolkan konstituen, rasa penolakan atau acuh tak acuh, ajakan, pemaksaan dan sekedar penekanan, kesalahan, menghaluskan perintah.

Bisa juga untuk pengakuan kesalahan pembicara, perincian, pengigkaran, menggantikan kata kenapa, kekagetan, kepastian, mengalihkan perhatian, makna memang, menekankan alasan, menguatkan makna, membenarkan yang dikatakan kawan bicara, meminta persetujuan atau pendapat kawan bicara, rasa keragu-raguan, atau ketidakpastian.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya