Liputan6.com, Yogyakarta - Permainan tradisional latto-latto kembali menjadi tren di kalangan anak-anak. Bahkan, permainan ini dijadikan kompetisi oleh anak-anak untuk mengisi waktu liburan sekolah.
Ratusan anak tampak seru bermain latto-latto di Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Permainan yang sudah jarang dimainkan ini pun sontak menjadi viral di tengah era gadget.
Dalam kompetisi latto-latto, para peserta harus mengikuti beberapa peraturan. Peraturannya pun cukup sederhana, yakni peserta yang paling lama memainkan latto-latto tanpa berhenti akan keluar sebagai pemenang.
Advertisement
Baca Juga
Ketua panitia lomba latto-latto Kota Parepare, Rasmin Rajab, mengungkap alasan ide membuat lomba tersebut sebagai sebuah bentuk upaya membuat anak meninggalkan gawai selama beberapa waktu untuk sekadar bermain ke luar rumah. Dengan mengikuti permainan dan kompetisi ini, maka otomatis anak-anak akan dijauhkan dari ketergantungan akan gadget.
Nama latto-latto diambil dari bahasa Bugis yang berarti berbunyi ketokan. Sesuai namanya, saat memainkan permainan tradisional ini memang akan terdengar bunyi cukup nyaring.
Dua buah bola plastik keras yang terikat akan saling diadu, sehingga menghasilkan suara yang cukup nyaring. Mengutip dari The Guardian, latto-latto atau clackers ball sebenarnya merupakan permainan bola ikat.
Latto-latto adalah pendulum dengan dua bola pemberat serupa yang terikat pada tali dengan cincin di atasnya. Mainan ini sebenarnya sudah populer sejak 1960-an.
Saat dimainkan, dua bola plastik atau pendulum tersebut akan memantul satu sama lain dan menimbulkan bunyi 'klak'. Meski terkesan menyenangkan, latto-latto sebelumnya sempat dilarang dimainkan di beberapa negara.
Alasan pelarangan tersebut adalah karena latto-latto dinilai tidak bermanfaat, cenderung melukai, dan mengganggu lingkungan dengan suara nyaringnya. Saat bola pendulum yang dimainkan rusak karena saling bertabrakan, maka pecahannya bisa melukai wajah anak-anak bahkan meledak menjadi hujan plastik tajam.
Pada 1985, permainan ini resmi dilarang. Pada 2017, permainan ini kembali populer, tetapi polisi Mesir melarang keras pedagang kaki lima menjual latto-latto.
Mesir menganggap permainan latto-latto terkesan menghina presiden Mesir saat itu, Abdel Fattah al-Sisi. Pasalnya, saat itu mainan ini dijuluki 'pendulum Sisi' atau 'buah zakar Sisi".
Penulis: Resla Aknaita Chak