Sepanjang 2022, Penegakan Hukum Kejahatan Satwa Dilindungi di Sumut-Aceh Masih Lemah

Sumatera Tropical Forest Jurnalisme (STFJ) soroti kasus kejahatan satwa (wildlife crime) di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) sepanjang 2022. Yang menjadi catatan STFJ, ringannya vonis hukuman hingga kasus melibatkan mantan kepala daerah masih mengambang.

oleh Reza Efendi diperbarui 29 Des 2022, 19:45 WIB
Diterbitkan 29 Des 2022, 19:45 WIB
STFJ
Catatan Akhir Tahun STFJ 2022 di Medan, Kamis (29/12/2022)

Liputan6.com, Medan Sumatera Tropical Forest Jurnalisme (STFJ) soroti kasus kejahatan satwa (wildlife crime) di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) sepanjang 2022. Yang menjadi catatan STFJ, ringannya vonis hukuman hingga kasus melibatkan mantan kepala daerah masih mengambang.

Direktur STFJ, Rahmad Suryadi mengatakan, hukuman ringan terhadap pelaku kejahatan satwa tidak memberikan efek jera. Tentunya, hal ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan satwa liar dilindungi.

Sorotan STFJ mengenai kasus kejahatan satwa sepanjang 2022 antara lain, perdagangan anak orangutan sumatera (Pongo abelii) dengan terdakwa Thomas Raider Chaniago alias Thomas (18).

Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli yang mengadili perkara tersebut menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 6 bulan pada 17 Oktober 2022.

"Putusan ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau JPU dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata Rahmad Suryadi dalam saat konferensi pers Catatan Akhir Tahun STFJ 2022 di Medan, Kamis (29/12/2022).

Hadir sebagai pembicara, Kepala Divisi SDA LBH Medan, Muhammad Alinafia Matondang, Deputi Direktur Perlindungan Spesies dan Habitat Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Center (YOSL-OIC), Muhammad Indra Kurnia, dan Conservation Director-The Wildlife Whisperer of Sumatra (2WS), Badar Johan.

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Ada Kasus Masih Jadi Misteri

Ilustrasi harimau Sumatera
Ilustrasi harimau Sumatera (dok.pixabay/Jolenka)

Kasus lain, kata Rahmad, PN Kota Binjai menjatuhkan vonis ringan terhadap Edi AP, sindikat perdagangan orangutan sumatera dengan 8 bulan penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 2 bulan penjara.

Kemudian, PN Simpang Tiga Redelong, Bener Meriah, menjatuhi hukuman pidana penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan terhadap Iskandar (48), terdakwa tindak pidana kasus perdagangan kulit harimau, 2 November 2022.

Kasus yang masih menjadi misteri, keterlibatan mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi, bersama rekannya, Suryadi, terlibat kasus perdagangan kulit harimau. STFJ menilai ada kejanggalan dalam proses hukum kasus ini, dan terkesan tebang pilih.

STFJ mendorong pemerintah dan para pemangku kebijakan segera merevisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Sejumlah kasus persidangan tersebut, UU Nomor 5 tahun 1990 dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta tidak membuat efek jera bagi pelaku kejahatan, karena masih terlalu ringan," sebut Rahmad.


Perdagangan Satwa Menurun saat Pandemi Covid-19

Pedagang Satwa Ilegal Beraksi, 1 Trenggiling Mati
Perburuan terhadap trenggiling yang merupakan satwa dilindungi semakin meningkat di Sumut. (Liputan6.com/Reza Perdana)

Deputi Direktur Perlindungan Spesies dan Habitat YOSL-OIC, Muhammad Indra Kurnia mengatakan, Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang daerah tertinggi di Sumut terkait perdagangan satwa liar dilindungi. Sepanjang 2016-2022, jumlah kasus perdagangan satwa liar dilindungi di Sumut mencapai 45 yang sudah diproses hukum.

Ditegaskan Indra, Medan dan Deli Serdang merupakan 2 daerah di Sumut dengan tingginya kasus perdagangan satwa. Ini berdasarkan penelusuran Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).

"Dari kasus yang banyak ditangani, Medan 21 kasus dan Deli Serdang 8 kasus. Ini data dari SIPP, dan sudah vonis dari 2016 sampai 2022. Total 45 kasus di Sumut diproses hukum," sebutnya.

Posisi selanjutnya, Langkat dengan 4 kasus perdagangan. Disusul Tapanuli Utara rangking ketiga atas 3 kasus. Kemudian, Binjai, Karo dan Labuhan Batu masing-masing 2 kasus. Serta Serdang Bedagai dan Pematang Siantar masing-masing 1 kasus.

"Meski perburuan tetap terjadi, pandemi Covid-19 menyebabkan pengiriman barang diperketat. Jadi, pandemi Covid-19 ada sedikit keuntungan dengan menurunnya perdagangan satwa liar," Indra menerangkan.

Medio 2016 sampai 2022, tren perdagangan satwa di Aceh dan Sumut berbeda. Di Sumut, harimau sumatera peringkat pertama, dikuti trenggiling posisi kedua dan orangutan sumatera ketiga. Diikuti rangkong keempat dan burung dilindungi.

Sedangkan di Aceh, gajah peringkat pertama menjadi sasaran perdagangan satwa. Harimau sumatera kedua, beruang ketiga, dan rangkong tempat keempat. Sedangkan trenggiling dan orangutan sumatera posisi kelima dan keenam.


Desakan Revisi Undang-Undang

STFJ
Kepala Divisi SDA LBH Medan, Muhammad Alinafia Matondang

Kepala Divisi SDA LBH Medan, Muhammad Alinafia Matondang menyebutkan, vonis hukuman para pelaku kejahatan satwa ini jauh dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Seperti kasus perdagangan orangutan sumatera dengan terdakwa Thomas Raider Chaniago alias Thomas (18). PN Lubuk Pakam Cabang Labuhan Deli yang mengadili perkara tersebut, menjatuhkan vonis 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 6 bulan, 17 Oktober 2022.

Kemudian kasus perdagangan orangutan sumatera dengan terdakwa Edi AP, yang hanya dihukum 8 bulan penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 2 bulan penjara.

"Ancaman hukuman Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 itu 5 tahun, kenapa tidak ada yang maksimal. Begitu juga hukuman denda, kenapa hanya Rp 100 juta. Ini menjadi pertanyaan," sebut Alinafia.

"Regulasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 harus direvisi, khususnya persoalan hukuman harus lebih dari 5 tahun. Juga tidak bisa lagi denda hanya Rp 100 juta. Padahal kerugian seekor orangutan sumatera itu mencapai Rp 1 miliar," sambungnya.


Harus Ada Tindakan Nyata dan Serius

STFJ
Hukuman ringan terhadap pelaku kejahatan satwa disebut tidak memberikan efek jera

Conservation Director-The Wildlife Whisperer of Sumatra (2WS), Badar Johan mengatakan, bila upaya menjaga konservasi satwa dan lingkungan ini tidak bisa dilakukan sendiri. Harus ada tindakan nyata dan serius dalam mendorong penegakan hukum.

"2WS menyuarakan kepedulian terhadap satwa dan konservasi lingkungan melalui media sosial, dengan memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat. Serta mengawal kasus-kasus terhadap kejahatan satwa dan lingkungan," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya