Liputan6.com, Padang - Inyiak balang merupakan nama yang digunakan masyarakat Minang untuk menyebut harimau sumatera. Julukan tersebut sekaligus menjadi bentuk penghormatan masyarakat minang kepada hewan tersebut.
Julukan inyiak balang diambil dari istilah 'inyiak' yang biasa digunakan sebagai panggilan kehormatan pada tetua yang setara dengan kakek atau bapak. Sementara 'balang' merujuk pada kulit belang harimau. Julukan ini disematkan pada sosok pelindung.
Mengutip dari berbagai sumber, legenda, atau mitologi inyiak balang sudah lama hidup di kalangan masyarakat Minang. Hal itu juga berdampak langsung pada kelestarian harimau sumatera.
Advertisement
Baca Juga
Hubungan sejarah antara manusia di Tanah Minang dan harimau ternyata cukup panjang. Hubungan itu membuahkan penghormatan atas keberadaan harimau saat ini.
Bahkan, masyarakat asli Minang percaya bahwa leluhur mereka dahulu bisa berkomunikasi dengan harimau sumatera. Pasalnya, mereka juga percaya bahwa harimau juga memiliki perasaan.
Pada masa lalu, ketika pertikaian antar suku masih kerap dilakukan, inyiak balang menjadi jembatan antar suku. Setiap masyarakat Minang yang merantau dipercaya memiliki inyiak yang senantiasa menjaganya di perantauan, yakni sebagai penjaga diri.
Namun, tak semua orang bisa memiliki dan melihat kehadiran inyiak balang. Harimau yang telah mengikat diri dengan manusia melalui tradisi adat akan hadir dalam bentuk 'sekala'.
Sementara itu, di sisi lain, masyarakat Minang menggambarkan kedekatan dan mitos dengan harimau dalam bentuk 'silek' (silat Minangkabau). Perbedaan silek dengan silat pada umumnya terletak pada penggunaan filosofi harimau yang tangkas, gesit, tetapi tetap indah saat menghadapi lawan. Salah satu gerakan silek yang cukup khas adalah gerakan cakar.
Membangun Rumah
Selain dengan silek, masyarakat Minang juga memperhatikan inyiak balang saat akan membangun rumah. Dalam membangun rumah, masyarakat Minang yang telah hafal akan kehidupan harimau akan menyesuaikan diri dalam menentukan lokasi.
Mereka yang tinggal tak jauh dari hutan telah menandai pola harimau, sehingga tahu harimau memiliki jalan sendiri dengan rute tetap saat akan melintasi kampung. Rute ini disebut dengan 'pinteh'.
Dengan membertimbangkan hal tersebut sebelum membangun rumah, maka masyarakat tidak akan mengganggu rutinitas harimau.
Harimau merupakan hewan yang peka terhadap lingkungan. Oleh karena itu, isyarat dari harimau kerap dijadikan pedoman penting dalam melihat perubahan alam. Kedatangan harimau pun bukan dianggap sebagai ancaman, melainkan pertanda sesuatu akan terjadi.
Kini, kedudukan inyiak balang yang sempat menjadi penengah pertikaian antar suku mulai bergeser. Meski nilai tradisi inyiak balang masih terdengar jejaknya, tetapi kadar kesuciannya telah berkurang. Inyiak balang pun semakin jauh dari penghormatan adat.
Sebaliknya, kini justru banyak konflik antara manusia dan harimau (human-tiger conflict). Harimau diburu, sehingga tercipta permusuhan antarkeduanya.
Hal tersrbut berakibat pada berkurangnya habitat harimau Sumatera. Menurut BKSDA Sumatera Barat, sejak 2018 hingga 2021, terjadi 30 kasus human-tiger conflict di lima wilayah. Namun sejak 2022, BKSDA Sumatera Barat telah menginisiasi kembalinya penghormatan terhadap inyiak balang dalam program Nagari Ramah Harimau.
Penulis: Resla Aknaita Chak
Advertisement