Liputan6.com, Gorontalo - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Gorontalo menggelar adat Tonggeyamo untuk menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah di rumah jabatan gubernur, Kamis (20/4/2023).
Adat Tonggeyamo merupakan adat Gorontalo yang wajib digelar setiap menyambut bulan suci Ramadan maupun penetapan 1 Syawal Hari Raya Lebaran Idul Fitri.
Baca Juga
Tonggeyamo dimaksudkan sebagai pemberitahuan resmi lembaga adat dan pemerintah daerah kepada umat Muslim mengenai 1 Syawal, dengan mengacu pada hasil sidang isbat oleh Kementerian Agama RI.
Advertisement
Sesuai dengan hasil sidang isbat yang dipimpin langsung oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, 1 Syawal ditetapkan jatuh pada hari Sabtu, 22 April 2023.
“Sesuai pengumuman Kementerian Agama bahwa Idul Fitri akan dilaksanakan pada hari Sabtu karena hilal belum terlihat di seluruh wilayah Indonesia,” kata Penjabat Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer usai pelaksanan adat Tonggeyamo.
Hamka menjelaskan Kementerian Agama telah melakukan pemantauan hilal atau rukyatul hilal di berbagai provinsi termasuk di Gorontalo. Dari hasil pemantauan tersebut, hilal masih berada di ketinggian 0 hingga 2 derajat sehingga hilal belum memenuhi syarat penetapan 1 Syawal atau Mabims, yaitu tinggi bulan 3 derajat.
“Kesepakatan Menteri Agama se Asia Tenggara (Malaysia, Indonesia, Singapura dan Brunei Darussalam) hilal itu harus di atas 3 derajat, jadi hilal hari ini belum mencapai ufuk tiga derajat. Untuk itu, kami menyarankan kepada masyarakat Gorontalo untuk malam ini masih bisa melaksanakan salat tarawih bersama dan Sabtu kita melaksanakan Idul Fitri,” tutur Hamka.
Simak juga video pilihan berikut:
Perbedaan Idul Fitri Disikapi dengan Bijak
Selain itu, Hamka Hendra Noer meminta perbedaan perayaan Idul Fitri 1444 Hijriyah disikapi dengan bijak. Ia menilai perbedaan penetapan awal bulan Hijriyah di Indonesia sudah biasa terjadi sehingga tidak perlu diperdebatkan.
"Masing-masing punya dalil dan benar secara hukum agama," ujarnya.
“Kita sudah terbiasa dengan perbedaan, jadi tidak perlu diributkan, diperdebatkan. Semuanya benar dan harus kita sikapi dengan bijak,” pintanya.
Perbedaan penetapan Idul Fitri, lanjut kata Hamka hanya karena perbedaan metode penentuan awal bulan Hijriyah. Muhammadiyah menggunakan metode hisab sementara pemerintah menggunakan metode rukyatul hilal atau melihat hilal.
“Oleh sebab itu saya mengimbau kepada masyarakat harus ada toleransi seperti kata Pak Menteri Agama, yang misalnya sudah meyakini 1 Syawal itu jatuh pada hari Jumat, silakan merayakan dan yang nanti melaksanakan sesuai keputusan pemerintah juga diperbolehkan,” ia menandaskan.
Advertisement