Debus, Daya Pikat Seni Bela Diri Khas Banten dengan Sentuhan Budaya yang Mendalam

Debus Banten tidak hanya tentang aksi fisik, tetapi juga memiliki unsur budaya dan ritual yang kuat. Pertunjukan ini sering diiringi oleh nyanyian-nyanyian atau pantun yang menggambarkan keberanian, kejujuran, dan semangat Banten.

oleh Putri Anastasia Bangalino Suryana diperbarui 25 Agu 2023, 23:00 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2023, 23:00 WIB
2 Ribu Pemain Debus Banten Pecahkan Rekor Dunia
Debus menjadi salah satu budaya ikonik yang berasal dari Provinsi Banten

Liputan6.com, Serang - Debus merupakan variasi seni bela diri khas provinsi Banten, Indonesia. Debus Banten memuat tindakan-tindakan yang bersifat atraktif seperti pukulan badan yang terkesan tidak menyakiti pelaku. Namun Debus mempunyai ciri khas budaya dan nuansa daerah Banten.

Debus Banten melibatkan aksi-aksi pukulan ke tubuh sendiri atau rekan setimnya menggunakan benda-benda tajam seperti pisau atau keris. Praktisi Debus sering mengenakan pakaian adat tradisional Banten saat melakukan pertunjukan. Mereka juga sering mengenakan jubah panjang yang berwarna putih sebagai bagian dari kostum pertunjukan.

Debus adalah salah satu unsur yang mencerminkan identitas budaya masyarakat Banten. Ini adalah bentuk ekspresi budaya yang penting dalam mempertahankan warisan tradisional dan kearifan lokal. Melalui pertunjukan Debus, masyarakat Banten dapat menjaga ikatan dengan sejarah mereka dan meneruskan nilai-nilai budaya kepada generasi mendatang.

Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848—1908).

Tokoh Debus modern saat ini adalah Tubagus Barce Banten atau Abah Barce. Beliau selalu menjadi penasihat spiritual elite politik dan mampu menyembuhkan banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan oleh dunia medis. Ia juga berjasa memperkenalkan kesenian Debus ke luar negeri seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Malaysia, Belanda, dan Spanyol.

Menurut peraih gelar doktor kehormatan dari Universitas Amsterdam, Belanda tahun 1985 itu, Debus tidak ada hubungannya dengan santet atau ilmu gaib karena merupakan perbuatan syirik (mempersekutukan Allah) dan ia menegaskan bahwa Debus ada hubungannya dengan perjuangan melawan penjajah Belanda. 

Sejarah Debus

Menurut beberapa sumber sejarah yang dihimpun oleh Liputan6.com, kesenian Debus Banten sudah ada sejak abad ke-16 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus dikenal di masyarakat Banten sebagai sarana penyebaran agama Islam, di mana Debus memuat beberapa versi.

Debus versi kedua berasal dari suatu daerah di Timur Tengah bernama Al-Madad pada abad ke-13 M dan dibawa ke Banten sebagai sarana penyebaran Islam pada saat itu. 

Versi ketiga Debus berasal dari ajaran tarekat Rifa’iyah Nuruddin Ar-Raniry ke Aceh dan masuk ke Banten pada Abad 16 M oleh para pengawal Cut Nyak Dien (1848—1908 M) yang diasingkan pemerintah Belanda ke Sumedang. Salah seorang pengawal yang menguasai Debus memperkenalkan serta mengajarkannya pada masyarakat Banten.

Tarekat Rifa’iyah mengajarkan rasa gembira atau fase pencerahan saat bertemu Allah Swt atau disebut epiphany, nah saat seseorang telah mencapai puncak epiphany dia akan kebal terhadap benda tajam apapun. 

Penyebaran Islam

Tema umum dari ketiga versi tersebut adalah kesenian Debus sebagai metode penyebaran Islam di wilayah Banten saat itu.

Debus dalam bahasa Arab berarti batang besi yang ujungnya runcing dan ujungnya bulat. Bagi sebagian masyarakat awam, kesenian Debus dianggap sangat ekstrem. Saat ini Debus sebagai seni bela diri banyak dipamerkan dalam acara kebudayaan, upacara adat atau hiburan.

Kesenian Debus saat ini merupakan perpaduan antara tari, suara, dan ilmu kebatinan dengan melodi magis. Karena merupakan alat penyebaran Islam pada zaman dahulu, kesenian ini diawali dengan menyanyikan selawat dan memuji Nabi Muhammad SAW. 

Kesenian ini lahir pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Pada masa pemerintahan Raja Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692), Debus menjadi alat untuk memperkuat semangat juang masyarakat Banten melawan penjajah Belanda saat itu. 

Berbagai Atraksi Debus

Berikut berbagai atraksi Debus yang lazim dipertontonkan kepada publik:

- Menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka

- Mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok

- Memakan api

- Menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tebus tanpa mengeluarkan darah

- Menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh

- Menggoreng telur di atas kepala

- Membakar tubuh dengan api

- Menaiki atau menduduki susunan golok tajam

- Bergulingan di atas serpihan kaca atau beling

Selain itu, seluruh karya seni Debus berpotensi mengangkat industri pariwisata Banten di mata negara dan dunia. Atraksi seni ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan maupun wisatawan lokal 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya