Tanggapi Endasmu Etik, Dedi Mulyadi: Itu Bahasa Kelakar

Kang Dedi Mulyadi, turut menanggapi kalimat Endasmu Etik yang kini sedang ramai jadi perbincangan. Ia pun mencoba menjelaskan secara filosofi.

oleh Asep Mulyana diperbarui 21 Des 2023, 04:00 WIB
Diterbitkan 21 Des 2023, 04:00 WIB
Dedi Mulyadi Terangkan Kalimat 'Endasmu Etik' Secara Filosofi, Ini Penjelasannya
Dedi Mulyadi di sela kegiatan kampanye sebagai Caleg DPR RI Partai Gerindra, di Kabupaten Purwakarta. Foto (Istimewa)

Liputan6.com, Purwakarta - Kalimat 'Endasmu Etik' yang terlontar dari mulut Capres nomor urut 2 Probowo Subianto dalam kegiatan Rakornas Partai Gerindra beberapa waktu lalu, sampai saat ini masih jadi perbincangan hangat. Terutama di kalangan elit politik.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Kang Dedi Mulyadi (KDM) pun turut memberikan tanggapan dibalik viralnya ungkapan 'Endasmu Etik'. Menurutnya, maksud ungkapan tersebut adalah bentuk kelakar.

Saat itu Prabowo Subianto yang merupakan ketua umum partai sedang menceritakan keluh kesah, perjalanan dirinya, dalam mengusung para calon kepala daerah.

"Pak Anies Baswedan itu, dulu dicalonkan oleh Partai Gerindra dengan keringat, bercucuran air mata, para kader digerakan ke DKI, termasuk iuran lho saat itu. Kenapa saya berani ngomong gitu? Karena saya saat itu ikut supporting melalui partai anggota fraksi, biar kecil-kecil ikut saya nyumbang supporting," ucap KDM.

Kebetulan, kata Dedi Mulyadi, kini orang yang dicalonkan mati-matian itu menjadi kompetitor untuk Pilpres 2024 nanti. Pada saat debat terlontarlah soal etik.

"Nah kita balik, dalam etik Sunda dalam etik Jawa ada yang dikenal dengan rasa dan rumasa (perasaan dan sadar diri). Karena ada itu, maka setiap orang itu harus mengenal dari mana dia berasal dan mau ke mana," jelas dia.

Dengan kata lain, menurut dia, rasa dan rumasa harus menjadi pegangan orang dalam memandang moral manusia. Sehingga dalam debat kemarin terlontar bahasa etik yang merujuk pada rasa dan rumasa tersebut.

Dia berpendapat, mereka yang memegang rasa dan rumasa itu akan memiliki rasa hormat pada orang yang telah membesarkannya. Kalaupun menyampaikan kritik pasti diimbangi oleh rasa hormat dan mempertimbangkan perasaan.

"Seperti Pak Prabowo, itu tidak pernah menyerang orang secara personal," ucap pria yang juga Caleg DPR RI nomor urut satu Dapil Purwakarta, Karawang dan Kabupaten Bekasi dari Partai Gerindra itu.

Sehingga, lanjut Dedi Mulyadi, bila konteks tersebut dibawa dalam konteks etika budaya maka tidak ada masalah. "Endasmu itu, kalau di Sunda mah seperti kumaha maneh, kumaha sia (gimana kamu)," katanya.

Terlebih hal tersebut diungkapkan dalam forum tertutup dalam sebuah organisasi, dalam suasana kekeluargaan. "Jadi endasmu itu adalah bahasa kelakar. Rasa dan rumasa adalah etika yang sebenarnya," pungkasnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya