Liputan6.com, Jambi - Datang sejak pagi hari ke TPS 06 Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Jambi, pada Rabu (14/02/2024), beberapa Orang Rimba, khususnya perempuan tak langsung menuju tempat pendaftaran. Mereka tampak lebih memilih mengamati terlebih dahulu di papan yang tertera nama-nama peserta Pemilu 2024.
Seorang Warga Rimba Meluring yang bisa membaca berusaha menjelaskan dan membacakan nama-nama yang tertera di papan kepada Orang Rimba lainnya yang kesulitan. Namun tetap saja mereka sulit untuk menentukan siapa yang akan dipilih.
Baca Juga
“Hopi tentu (tidak tahu),” kata Nidai (37) salah seorang perempuan Rimba ketika ditanya sudah memiliki pilihan dari kandidat calon presiden dan calon legislatif.
Advertisement
Pemilu kali ini, memang lebih banyak mencatatkan nama-nama Orang Rimba dalam DPT, dan mereka juga mendapatkan undangan ke TPS terdekat. Hanya saja banyaknya kertas suara dan nama-nama kontestan yang tertera di kertas suara tersebut sangat menyulitkan.
Orang Rimba yang biasa juga disebut Suku Anak Dalam (SAD) relatif tidak kenal dengan calon yang akan dipilihnya, karena sistem kertas suara yang sangat banyak. Dengan lima kertas suara, dan hanya untuk pemilihan presiden dan DPD yang mencantumkan foto peserta pemilu.
Sedangkan yang lainnya, hanya kertas dengan lambang partai dan sederetan nama-nama yang tidak mereka kenal. Jangan untuk membaca nama, mereka pun tidak mengenal kontestan karena minimnya sosialisasi.
Meskipun kesulitan dan tersesat di kertas suara, Nidai tetap datang ke lokasi TPS untuk memenuhi undangan PPS. Nidai tidak bisa membaca dan menulis. Ketika di bilik suara ia dibantu oleh Meluring melakukan pencoblosan.
Keterbatasan Orang Rimba dalam mengikuti Pemilu, dipengaruhi oleh pendidikan pada komunitas ini yang belum sepenuhnya mereka dapatkan. Pendidikan yang sampai pada Orang Rimba baru sebatas baca tulis.
Namun program ini belum berjalan lancar karena mereka kerap berpindah tempat hidup akibat tabu kematian yang juga diistilahkan dengan melangun, maupun karena mencari sumber bahan pangan yang semakin sulit.
Mengandalkan hasil hutan semakin sulit akibat hutan yang makin sempit dan sebagian berubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Kondisi ini turut menggerus ketersediaan sumber penghidupan Orang Rimba.
Selain itu faktor budaya juga sangat berpengaruh, misalnya perempuan masih sangat tabu untuk bisa ikut bersekolah dan mengikuti pelajaran pendidikan. Hal ini menyebabkan sebagian besar perempuan rimba masih buta huruf.
Dengan perubahan sumber penghidupan yang terjadi pada ekosistem Orang Rimba, maka sangat penting adanya sumber penghidupan yang adaptif pada komunitas ini. Tersedianya lahan penghidupan dan keterampilan kecakapan hidup menjadi sangat penting bagi komunitas ini.
Pun dengan mengikuti Pemilu ini menjadi harapan bagi Orang Rimba keberadaan mereka diakui dengan baik dan pemerintah dapat membantu mereka untuk hidup layak sebagaimana yang mereka inginkan.
“Perlunya perhatian dan komitmen para pihak untun memberikan pendidikan yang sesuai. Contohnya pendidikan alternatif untuk dewasa bisa membaca dan menulis sehingga dapat berpastisipasi secara aktif dalam Pemilu,” kata Yohana Marpaung Project Officer KKI Warsi, lembaga yang melakukan pendampingan pada Orang Rimba.
Yohana menjelaskan, ketersediaan ruang penghidupan, ketersediaan pangan yang mencukupi menjadi faktor penting dalam meningkatkan kemampuan Orang Rimba meraih pendidikan yang baik, yang bisa menjadi penopang kehidupan mereka di masa datang.
Didampingi Anggota Keluarga
Berdasarkan data KPU Provinsi Jambi, total terdapat 1.841 Orang Rimba yang masuk ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). Tersebar di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Tebo dan Batang Hari. Orang Rimba melakukan pemilihan menyebar di TPS-TPS sekitar lokasi pemukiman mereka bergabung dengan masyarakat desa. Tak ada TPS khusus bagi mereka.
Orang Rimba yang tinggal di dalam Taman Nasional Bukit Dua Belas dan perkebunan sawit di sekitar Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, tersebar di 5 TPS. Orang Rimba telah berdatangan sejak pagi hari guna menyalurkan hak suaranya.
“Di TPS 006 merupakan salah satu TPS yang banyak Orang Rimbanya, jumlah DPT Orang Rimba sekitar 180 pemilih. Namun yang datang memberikan suara sekitar 60 persen,” kata Acep Sutisna, ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 06 Desa Bukit Suban pada 14 Februari 2024.
Sebelumnya, Anggota PPS telah menyalurkan Surat Pemberitahuan memilih atau formulir C6 kepada Orang Rimba. Lalu ditindak lanjuti melalui grup WhatsApp RT 38.
Acep menyebutkan banyak faktor yang membuat Orang Rimba tidak menggunakan hak pilihnya. Diantaranya, rendahnya tingkat pendidikan yang berpengaruh pada kemampuan literasi mereka dalam pemilu.
“Dalam pencoblosan, Orang Rimba yang tidak bisa membaca dapat didampingi oleh anggota keluarga berdasarkan rapat di KPU kemarin,” kata Acep.
Menggunakan hak suara bagi Orang Rimba bukan perkara mudah. Pasalnya pemilu kali ini juga bertepatan dengan musim buah. Hampir seluruh Orang Rimba tinggal jauh ke dalam Rimba untuk memanen buah-buah yang matang. Hal ini juga menjadi salah satu faktor alpanya beberapa pemilih di TPS.
Bagi Orang Rimba yang mengikuti Pemilu, mereka harus mengalokasikan waktu untuk bermalam di dekat desa dan mencoblos. Lalu kemudian masuk ke dalam rimba untuk panen buah kembali.
“Ake keluar sebentar untuk pemilu, nanti belik lagi,” kata Meluring (32) di pondoknya yang berada di dalam Taman Nasional.
Ini adalah kali ketiga Meluring ikut dalam pemilu. Pada pemilihan kali ini Meluring mengaku sudah memilih salah seorang calon presiden. Sebelum akhirnya memilih satu nama, Meluring telah mengetahui mengenai kandidiatnya melalui tontonan televisi ketika ia berkunjung ke desa terdekat dan dari konten sosial media.
“Harapan kami semoga Presiden yang terpilih melihat kami yang tinggal di dalam hutan, peduli pada kami memberikan bantuan,” sebutnya.
Meriau (45) salah seorang pemilih Orang Rimba yang tinggal di dalam perkebunan kepala sawit menyatakan harapan yang sama. Siapa pun presiden terpilih nanti, hendaknya mengunjungi dan memperhatikan Orang Rimba.
“Bisa bertemu dengan Orang Rimba. Jadi mengetahui apa yang dibutuhkan oleh Orang Rimba,” katanya.
Meriau sejak lama berharap punya sumber penghidupan yang jelas dan tidak terus menerus menumpang dalam perkebunan kelapa sawit. Ingin mendapat pengakuan sebagai warga negara dan memiliki tempat hidup yang layak.
Namun apa daya, hingga kini harapannya masih menjadi harapan. Mereka tetap berupaya mengikuti bagian penting dalam kehidupan bernegara dengan harapan bisa mendapatkan perhatian dari negara untuk solusi paling tepat bagi kelangsungan hidupnya di masa depan.
Advertisement