Pertama di Indonesia, Sulut Deklarasikan Menjaga Satwa Liar dan Terancam Punah

Diketahui, Sulut merupakan provinsi pertama di Indonesia yang mendeklarasikan komitmen untuk menjaga satwa liar yang terancam punah dan dilindungi.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 30 Mar 2024, 11:29 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2024, 08:00 WIB
Koordinator SIEJ Simpul Sulut Finda Muhtar ikut menandatangani Deklarasi Jaga Satwa Liar Terancam Punah dan Dilindungi di Minahasa Selatan.
Koordinator SIEJ Simpul Sulut Finda Muhtar ikut menandatangani Deklarasi Jaga Satwa Liar Terancam Punah dan Dilindungi di Minahasa Selatan.

Liputan6.com, Minahasa Selatan - Untuk melestarikan satwa liar yang terancam punah, digelar deklarasi bertajuk  “Kabupaten Minahasa Selatan, Bekeng Sulut Bangga Jaga Satwa Liar Terancam Punah dan Dilindungi”.

Deklarasi tersebut dilaksanakan di Ruang Terbuka Publik (RTP) Amurang pada Jumat (22/3/2024), yang dibuka langsung oleh Bupati Minahasa Selatan Frangky D Wongkar.

"Kami akan berkomitmen apalagi melindungi satwa liar, dan menekan ancaman terhadap keberadaan satwa liar. Kabupaten Minahasa Selatan mengambil bagian dalam upaya mitigasi perdagangan satwa liar ilegal yakni menjadi kota role model dengan pasar yang lestari," ujarnya.

Diketahui, Sulut merupakan provinsi pertama di Indonesia yang mendeklarasikan komitmen untuk menjaga satwa liar yang terancam punah dan dilindungi.

Sulut adalah salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati, tetqpi kekayaan ini terancam oleh perdagangan satwa liar ilegal yang terus berlangsung di pasar-pasar tradisional, termasuk di kota.

"Mari kita belajar hidup bersama, sesama makhluk hidup dengan lingkungan dan satwa liar," ajaknya.

Dia berjanji akan melakukan identifikasi, pengumpulan satwa liar dari dalam atau luar Minahasa Selatan melalui edukasi dan komunikasi dengan masyarakat.

"Kewajiban kita hidup bersama adalah mengedukasi dan bersama-sama melakukan pengawasan, dalam waktu tertentu kami akan melakukan peninjauan ke pasar-pasar," ujarnya.

Deklarasi ini salah satu upaya untuk mengurangi berbagai ancaman dan melindungi habitat terhadap kelangsungan hidup Yaki yakni Monyet Hitam Sulawesi (M. nigra), yang saat ini tergolong dalam kategori “Sangat Terancam Punah” akibat perdagangan ilegal.

Deklarasi yang diinisiasi Selamatkan Yaki yang merupakan Program Konservasi, Pendidikan dan Penelitian dari Yayasan Kinatouan Pelestarian Alam Sulawesi (YaKin PAS) yang berkolaborasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut.

Program ini melibatkan Dinas Kehutanan Provinsi Sulut, Forkopimda, Pengadilan Negeri Amurang, para kepala pasar dan dua perwakilan pedagang pasar daging hutan di Kabupaten Minahasa Selatan, camat, Yaki Ambasador, tokoh agama, The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Simpul Sulut dan NGO.

Seluruh pihak melakukan penandatanganan kesepakatan bersama dalam upaya pelestarian satwa liar khas Sulut yang terancam punah dan dilindungi.

Ketua YaKin PAS dalam program Selamatkan Yaki Yunita Siwi membeberkan Sustainable Development Goals dalam pilar pembangunan nomor 12 yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Pilar pembangunan nomor 15 yaitu ekosistem daratan yakni hendak melindungi, merestorasi dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan dengan mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati.

“Satwa-satwa liar yang dilindungi akibat perdagangan ilegal yaitu dengan ciri daging yang tebal. Hal ini sinkron dengan daya konsumtif masyarakat yang terlalu tinggi,” ujar Yunita Siwi.

Dia mengatakan, satwa-satwa liar yang ada dagingnya, yang besar-besar misalnya Anoa, Yaki, Kuskus, Musang, Maleo, Burung Hantu, Tarsius. Termasuk tikus, meski belum masuk daftar dilindungi tapi sudah ada kekhawatiran.

“Di Indonesia terdapat 919 satwa liar dan tanaman dilindungi, Sulut memegang daftar paling banyak,” ujarnya.

Di sisi lain, maraknya perdagangan di sejumlah pasar lokal di Sulut semakin mengurangi populasi satwa liar yang terancam punah dan dilindungi. Pihaknya sudah meneliti di 10 pasar di Sulut.

“Mulai dari Pasar Langowan, Tomohon, Amurang, Airmadidi sampai Tompaso Baru dan Pasar di Minahasa Selatan lainnya. Dan kami menemukan memang perdagangan satwa liar sangat tinggi," ungkap dia.

Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki, Purnama Nainggolan mengatakan, upaya penyelamatan satwa liar terancam punah dan dilindungi harus menggunakan metode campaign (kampanye) sebagai upaya pendekatan ke masyarakat.

Metode deklarasi yang dilaksanakan di Minahasa Selatan ini berupaya agar masyarakat tidak lagi berpartisipasi dalam berburu, menjual, mengonsumsi, atau memelihara satwa liar yang terancam punah dan dilindungi.

"Bahkan bangga bisa menjadi percontohan sebagai pasar yang “Hijau” bagi  pasar-pasar lainnya di Sulut," ujar Nainggolan.

Dia mengungkapkan, di tahun 2020, Selamatkan Yaki memfasilitasi pertemuan yang melibatkan berbagai pihak terkait dan menghasilkan sebuah kerangka kerja aksi untuk strategi mitigasi perdagangan satwa liar ilegal.

Kerangka kerja ini berfungsi sebagai platform untuk berbagi pengetahuan dan bersinergi dalam upaya kolaboratif untuk mengatasi perdagangan ilegal satwa liar di Sulut.

"Salah satu tujuan dalam kerangka kerja aksi tersebut tercantum dalam objektif lima yaitu melibatkan penjual dan pemburu sebagai kelompok sasaran untuk menghentikan penjualan satwa liar yang dikonsumsi," ujar Nainggolan memungkasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya