Lebaran Ketupat, Ini Sejarah dan Filosofinya

Tradisi lebaran ketupat erat kaitannya dengan Sunan Kalijaga.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 17 Apr 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2024, 00:00 WIB
ilustrasi tellasan topak ketupat lebaran/freepik
ilustrasi tellasan topak ketupat lebaran/freepik

Liputan6.com, Yogyakarta - Usai merayakan Idulfitri, masyarakat muslim di beberapa daerah biasanya akan menggelar tradisi lebaran ketupat. Tradisi ini biasanya dilaksanakan satu minggu setelah Idulfitri 1 Syawal.

Tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu ini biasanya dilakukan sebagian besar masyarakat muslim di Pulau Jawa. Selain disebut Lebaran Ketupat, beberapa orang juga menyebut tradisi ini dengan nama syawalan.

Mengutip dari NU Online, perayaan tradisi lebaran ketupat dilambangkan sebagai simbol kebersamaan. Masyarakat Jawa khususnya yang tinggal di wilayah Klaten mengenal tradisi ini dengan sebutan kenduri ketupat.

Dalam pelaksanaannya, ketupat yang sudah ditata dalam wadah langsung dibawa ke tempat kenduri halaman rumah warga. Selain ketupat, ada juga sayur sambal goreng dan bubuk kedelai. Selanjutnya, ketupat didoakan bersama-sama oleh warga. 

Tradisi lebaran ketupat erat kaitannya dengan Sunan Kalijaga. Masyarakat Jawa percaya bahwa Sunan Kalijaga adalah yang pertama kali memperkenalkan ketupat. 

Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat. Tradisi ini kemudian menjadi sarana mengenalkan ajaran Islam, terutama tentang cara bersyukur, bersedekah, dan bersilaturrahim saat lebaran.

 

Filosofi Tersendiri

Penggunaan ketupat pada tradisi ini juga memiliki filosofi tersendiri. Kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan.

Ketupat menjadi simbol sesama muslim yang diharapkan dapat mengakui kesalahan dan saling memaafkan. Dengan menyantap ketupat, diharapkan mereka dapat melupakan kesalahan masing-masing.

Filosofi lainnya juga terdapat pada bungkus ketupat yang terbuat dari janur kuning yang melambangkan penolak bala. Adapun bentuk segi empat ketupat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer. Artinya, ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah SWT. 

Tak berhenti di situ, rumitnya anyaman bungkus ketupat menyimbolkan berbagai macam kesalahan manusia. Saat ketupat dibelah dua dan menampilkan warna putih pun juga memiliki arti tersendiri, yaitu sebagai kebersihan dan kesucian setelah memohon ampun dari kesalahan.

Filosofi lain juga terdapat pada beras yang digunakan sebagai isian. Bagi masyarakat Jawa, beras melambangkan kemakmuran setelah hari raya.

Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala. Tak heran jika beberapa masyarakat menggantungkan ketupat bersama pisang di atas kusen pintu depan rumah selama berhari-hari hingga mengering.

Hingga kini, tradisi lebaran ketupat masih banyak dilakukan masyarakat di Indonesia. Selain sebagai wujud syukur dan kebersamaan, hal ini juga merupakan bentuk melestarikan tradisi lokal.

 

Penulis: Resla

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya