Liputan6.com, Bandung - Pemerintah Jawa Barat (Jabar) menargetkan 11 juta ton lebih produksi gabah pada 2024. Untuk itu peningkatan produksi sawah tadah hujan perlu dilakukan. Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setelah bulan Mei 2024 curah hujan akan terus menurun sehingga dikhawatirkan akan terjadi kekeringan dan berpotensi gagal panen.
Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Machmudin menyatakan bahwa, musim panen raya sudah dimulai pada akhir bulan April hingga awal Mei 2024. Selanjutnya musim tanam akan dilaksanakan pada bulan Juni.
"Perlu ada instrumen untuk menjaga ketersediaan air antara lain dengan pompanisasi. Namun penerima pompanisasi harus jelas dan sesuai target sehingga saya meminta pemerintah kabupaten dan kota membuat pemetaan lahan dan lokasinya," ujar Bey dalam siaran media usai Rapat Koordinasi Ketahanan Pangan dan Produktivitas Pertanian di Jawa Barat di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (18/4/2024).
Advertisement
Bey mengatakan Kementerian Pertanian sudah mengantisipasi hal tersebut dengan memaksimalkan produksi sawah tadah hujan atau padi gogo melalui kegiatan pompanisasi. Bey menyebutkan perlu koordinasi dengan pihak TNI dan Polri untuk menjaga program pompanisasi. Jika perlu di setiap alat pompanisasi disematkan GPS atau menggunakan pengawasan secara digital.
"Maksimalkan juga resi gudang dan pusat distribusi Jabar sebagai instrumen pengendalian stok dan harga pangan," ucap Bey.
Kementerian Pertanian sudah mengalokasikan bantuan pompanisasi sebanyak 2.500 titik untuk akselerasi perluasan tanam sawah tadah hujan di Jabar. Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian Komjen Setio Budi mengatakan, TNI dan kementerian sudah bekerja sama untuk program pompanisasi, termasuk untuk wilayah Jabar yang kebagian 2.500 titik.
Sebanyak 201.702,6 hektare sawah tadah hujan serta beberapa sawah irigasi akan menjadi sasaran dari pompanisasi tersebut sesuai prioritasnya sehingga ia meminta Pemdaprov Jabar segera menyampaikan peta lokasi dan lahan petani mana saja yang berhak mendapatkan pompanisasi.
"Saya berharap ada akselerasi di Jabar sebab hingga 15 April 2024, dari total luas lahan sawah tadah hujan itu hanya 5.630 hektare yang sudah mulai percepatan tanam, jumlahnya masih sangat kecil," jelas Setio Budi.
Sekda Provinsi Jabar Herman Suryatman meminta agar bupati/wali kota di Jabar sesegera mungkin menindaklanjuti kebutuhan Kementerian Pertanian, khususnya terkait peta lahan penerima bantuan pompanisasi. "Baru 1.300 titik yang sudah terealisasi untuk 13.000-an hektare lahan. Kementerian Pertanian bahkan siap jika Jabar menambah kebutuhan pompanisasi hingga 5.000 titik," tegasnya.
Pj Bupati Bandung Barat Arsan Latif yang hadir dalam rakor meminta 44 titik pompanisasi untuk areal lahan tadah hujan di wilayahnya. Selain itu, Arsan berharap ada perbaikan saluran irigasi sawah karena banyak yang rusak. Hal yang sama disampaikan Pj Bupati Sumedang Tuti Ruswati. Pihaknya melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) sudah melaksanakan pompanisasi pada 200 ha lahan sawah, namun masih membutuhkan tambahan program pompanisasi dari Kementerian Pertanian.
"Kami juga meminta bantuan Pemdaprov Jabar memperbaiki Bendung Cariang di Kecamatan Ujung Jaya yang kondisinya sudah mulai rusak. Bendung ini sangat vital bagi pengairan saluran irigasi di Sumedang," tutur Tuti.
Â
Baca Juga
Pengertian Sawah Tadah Hujan
Dicuplik dari laman Sampul Pertanian, Jumat, 19 Maret 2024, sawah tadah hujan adalah sawah yang mempunyai sumber pengairannya tergantung pada air hujan. Sawah ini mulai digarap jika sudah musim penghujan dan akan berhenti atau tidak ditanami ketika musim penghujan selesai karena untuk mendapatkan sumber air dikawasan sawah tadah hujan sangat sulit.
Untuk budidaya dilahan sawah tadah hujan biasanya dilakukan setiap satu tahun sekali, biasanya sawah tadah hujan ini terletak diantara pegunungan dan hutan atau perkebunan sehingga untuk mendapatkan sumber air sangat sulit.
Menurut sebuah artikel di BB Padi menyatakan sawah tadah hujan merupakan sumber lumbung pangan kedua setelah sawah irigasi yang ada di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung di Indonesia sawah tadah hujan mempunyai total luas sekitar 1,4 juta hektar.
Dari kesulitan air di lahan sawah tadah hujan ternyata serangan hama dan penyakit di lahan tadah hujan ini lebih aman, karena sejauh ini varietas padi yang khusus ditanam di lahan tadah hujan merupakan varietas tahan penyakit. Varietas yang bisa ditanam di lahan sawah tadah hujan adalah Inpari 38 Tadah hujan, Inpari 39 Tadah hujan dan Inpari 41 Tadah hujan.
Advertisement
Lahan Sawah Pasang Surut
Sementara sawah pasang surut adalah lahan sawah yang tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut sebagai sumber pengairannya. Sehingga lahan jenis pasang surut ini akan mengatur jumlah air masuk ketika air laut mulai pasang biasanya pada malam hari.
Lahan sawah pasang surut ini biasanya mudah didapatkan didaerah pesisir dan ditempat-tempat tertentu seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Lahan sawah pasang surut mulai bisa ditanami pada musim kemarau di mana keadaan air akan menyusut pada kisaran bulan Juli sampai September.
Sedangkan pada bulan-bulan Desember sampai Mei lahan tidak bisa ditanami karena debit air akan tinggi dan sulit untuk surut karena bertepatan dengan musim hujan. Penanaman pada lahan sawah pasang surut bisa menggunakan padi gogo, gogo rancah atau secara konvensional tergantung pada ketersediaan air saat pasang sedangkan untuk varietas yang dianjurkan adalah varietas Cisadane, Cisanggarung dan IR42.