Sinergi BKSDA dan Pengelola Borobudur Lahirkan Ekowisata Konservasi Flora Fauna

Ekowisata berbasis Konservasi Flora Fauna yang dikembangkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) disebut-sebut akan jadi tren karena ditopang kemampuan profesional Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB).

oleh Felek Wahyu diperbarui 28 Agu 2024, 17:04 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2024, 16:35 WIB
BKSDA
Sosialisasi pengembangan ekowisata di empat desa Purworejo yang berbasis Konservasi Flora Fauna oleh BKSDA dan Badan Pelaksana Otorita Borobudur. Foto: liputan6.com/felek wahyu 

Liputan6.com, Semarang - Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB) menggelar Sosialisasi Potensi Pengembangan Wisata Minat Khusus bersama empat Desa Penyangga di Kawasan Otoritatif BPOB bertempat di Aula De Loano Glamping Kawasan Pariwisata Otorita Borobudur.

Sosialisasi bersama 4 Desa Penyangga diantaranya Desa Ngargoretno, Desa Pagerharjo, Desa Benowo, dan Desa Sedayu ini merupakan tindak lanjut dari identifikasi flora dan fauna. Dari identifikasi tersebut disusun program Lembah Konservasi oleh BPOB bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah.

Analisa Tata Usaha BKSDA Jawa Tengah Sisca Febrianti menyampaikan daya tarik wisata birdwatching sangat mendukung kegiatan konservasi terutama di kawasan hutan. Birdwatching pertama kali dipopulerkan oleh Alexander wilson (Skotlandia) dan dikenal sebagai bapak ornitologi Amerika.

“Tujuan pengamatan burung bisa berupa penelitian, observasi, penelitian KLHK sebagai bentuk monitoring untuk memperoleh data dinamika satwa di tempat tertentu serta untuk hobi dan kesenangan," kata Sisca.

Inisiator wisata minat khusus birdwatching Desa Wisata Jatimulyo, Kelik, menyampaikan prinsip eco wisata burung adalah konservasi flora fauna (perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan) yang didalamnya terdapat nilai ekonomi bagi masyarakat. 

“Pariwisata dapat menjadi katalisator atau apresiasi dari wisatawan terhadap masyarakat lokal dan ada proses transfer pengetahuan antara tamu dengan tuan rumah," kata Kelik.

Dalam pengembangannya dapat dilakukan penerapan strategi pengembangan berupa inventarisasi atau pengadaan jenis burung, desain area ramah burung, serta kemudian penyusunan paket wisata.

"Indonesia sangat kaya alam, flora dan faunanya. Wisata minat khusus seperti birdwatching banyak di jual oleh travel operator asing, dan kita orang Indonesia kurang mengambil peluang disitu. Sebagai contoh satu paket birdwatch bernilai rata-rata USD 2.900 atau hampir Rp 50 juta per orang," katanya.

Ditambahkan bahwa angka tersebut sangat tinggi dan mampu mendongkrak kemakmuran desa wisata yang bisa menjual paket wisata birdwatch, dan masyarakat desa bisa menyediakan homestay, guide, kuliner, transportasi, dan lain lain.

 

Kesenangan Mahal Tapi Sangat Bermanfaat Bagi Bumi

BKSDA
Memotret burung di habitat aslinya menjadi sebuah gaya hidup dan hobi mahal namun ramah semesta. Foto: liputan6.com/felek wahyu 

Wisatawan birdwatching itu ke Indonesia mencari flora fauna khas asli (endemik) di Indonesia. Flora dan fauna di Pulau Jawa dan Flores saja bisa berbeda, maka mereka biasanya akan mengunjungi beberapa destinasi di Indonesia, dan bisa berbulan-bulan lamanya karena sudah hobi.

Melihat nilai tersebut mengartikan bahwa potensi ini memiliki nilai pendapatan yang cukup tinggi dan dapat melebihi target Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan target expenditure (pengeluaran) wisatawan mancanegara sebesar USD 2.777 per orang.

Direktur Destinasi Pariwisata Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB) Neysa Amelia mengatakan bahwa dalam mengembangkan peluang ini Badan Pelaksana Otorita Borobudur mengajak desa-desa di sekitar wilayah lahan otorita Borobudur Highland untuk berkolaborasi menciptakan paket wisata yang berkesinambungan. 

"BPOB berkomitmen untuk menerapkan pengembangan pariwisata berkelanjutan sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata No. 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Pariwisata Berkelanjutan," katanya.

Selain menciptakan pariwisata berkelanjutan, birdwatching mampu mendatangkan wisatawan mancanegara yang mencintai alam, memiliki waktu yang banyak (lebih dari 2 minggu length of stay) dan memiliki kemampuan finansial yang tinggi (lebih dari USD 200 per hari) dengan total potensi industri birdwatching sebesar USD 1.1 Triliun menuju 2034.

Target wisatawan utama berasal dari Amerika Serikat dan Eropa, khususnya Inggris, serta India, China, Jepang, dan Australia dengan total potensi lebih dari 3 juta pergerakan internasional dari wisatawan minat khusus birdwatch, dan lebih dari 25 juta wisatawan fotografer flora dan fauna (wildlife) per tahun. 

Dalam pengembangan paket wisata berbasis burung meliputi tracking pengamatan, pengamatan burung bersarang, fotografi (hunting, hiding) ini memiliki market yang cukup luas, bahkan dilansir dalam informasi laman Jumper Travel peminat dari birdwatching rela menghabislan ribuan dolar untuk dapat mengambil momen satwa di alam liar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya