Ranperda KTR Timbulkan Kritik, Dinilai Akan Mematikan Usaha

Kritik dari berbagai kalangan masyarakat muncul terkait Ranperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini tengah dibahas oleh DPRD Kota Pekanbaru bersama Pemerintah Kota (Pemko).

oleh Tim Regional diperbarui 30 Agu 2024, 00:11 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2024, 00:11 WIB
Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok.
Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Pekanbaru Kritik dari berbagai kalangan masyarakat muncul terkait Ranperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini tengah dibahas oleh DPRD Kota Pekanbaru bersama Pemerintah Kota (Pemko).

Utamanya dari para pelaku usaha terkait pelarangan mempromosikan, mengiklankan, menjual dan atau membeli rokok yang dipandang melebihi aturan Kawasan Tanpa Rokok pada umumnya.

Sejumlah tempat seperti kafe, restoran, hotel, tempat wisata atau rekreasi dan tempat hiburan termasuk lapangan umum dan militer juga akan terancam steril dari kegiatan yang disponsori rokok.

Micco, salah satu pelaku UMKM kafe dan restoran di Pekanbaru, Kamis (29/8/2024) mengatakan, Perda KTR sangat memberatkan para pelaku UMKM.

"Sebagai gambaran, jika pelarangan total dilakukan di kafe dan restoran, minimal ada 10 hingga 40 tenaga kerja yang terdampak untuk usaha kecil. UMKM akan sangat down. Pemerintah apakah bisa memberi alternatif pengganti pendapatan jika ada pengurangan tenaga kerja," ucapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sangat Tidak Adil

Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok.
Salah satu kawasan di Pekanbaru yang menerapkan bebas asap rokok. (Liputan6.com/M Syukur)

Menurut Micco, Ranperda KTR ini sangat tidak adil dan berdampak masif pada denyut perekonomian masyarakat. Terutama segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tengah bangkit dari masa krisis pasca pandemi Covid-19.

Apalagi di dalam Perda KTR tersebut ada pasal yang menyebutkan bahwa adanya tambahan zonasi pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship dengan radius 500 meter dari kawasan tanpa rokok yang ditetapkan.

"Realitanya, event yang disponsori produk tembakau telah menggerakkan penjualan dan promosi dari UMKM, kafe hingga restoran. Jika disahkan, Perda KTR ini akan berdampak kepada usaha warga termasuk UMKM," sebutnya.

"Kami mohon pada pemerintah agar melihat realita sebelum membuat peraturan. Bisa habis ini ekonomi masyarakat," Micco berharap.


Dikonsumsi Orang Dewas

Salah satu kawasan tanpa rokok di Kota Pekanbaru.
Salah satu kawasan tanpa rokok di Kota Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Disebutkan Micco, tembakau adalah produk yang hanya bisa dikonsumsi oleh orang dewasa. Dalam aktivitas iklan, promosi dan sponsosrship sebuah event, banyak batasan-batasan dan aturan yang sudah diterapkan.

"Kami selalu taat dengan batasan aturan. Jangan dibuat peraturan yang ujungnya membunuh ekonomi. Kalau ranperda ini sampai disahkan, sikap Pemerintah sangat mengecewakan kami," tegasnya.

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI), Aidil Haris menyebutkan, inisiatif Pemkot Pekanbaru untuk merealisasikan Raperda KTR ini terkait urgensi kesehatan, menjadi sebuah hal yang lumrah.

Namun, perlu diingat, selain ada KTR, tentu harus diimbangi dengan kewajiban menyediakan Tempat Khusus Merokok (TKM). Lalu bagaimana pengaturan tentang iklan rokok?

"Ini perlu menjadi perhatian bersama. Kiranya Perda KTR yang lahir ini harus benar-benar melewati kajian akademis yang riil, melihat persoalan dari berbagai perspektif. Jangan hanya melihat dari satu sisi, ini tentu beresiko," kata Aidil.


Pemerintah Harus Akomodir Semua Pihak

KTR
Ilustrasi - Petugas menempelkan stiker kawasan tanpa rokok di kawasan Braga yang menjadi salah satu lokasi KTR di Kota Bandung, Senin (15/11/2021). (Foto: Tim Penyelenggara Acara HKN)

Lanjut Aidil, sejauh mana urgensi aturan ini ke depan, pemerintah harus mampu mengakomodir kebutuhan semua pihak, seluruh lapisan masyarakat.

Tokoh agama, para pengusaha, kelompok masyarakat, berbagai komunitas, harus menjadi pertimbangan dalam Ranperda KTR ini yang sebelumnya sudah dibahas komprehensif dalam naskah akademik.

"Prinsipnya, dalam sebuah kebijakan, jangan ada yang dirugikan. Aspek kesehatan, lingkungan, materi, semua harus dipertimbangkan. Maka, ketika diimplementasikan pun, dipastikan harus sepenuhnya, jangan membuat pasal yang merugikan dan sulit dalam pelaksanaannya," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya