Pendiri Sekolah Anak Muda di Indonesia Timur Raih Beasiswa Studi ke Selandia Baru

Andi Alfian, alumnus S2 Prodi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana UGM, terpilih sebagai penerima Beasiswa Indonesian Young Leaders Program (IYLP) INSPIRASI 2024 untuk studi singkat ke Selandia Baru.

oleh Yanuar H diperbarui 18 Sep 2024, 21:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2024, 21:00 WIB
Jangan Abaikan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan dan Kawasan Konservasi Berkelanjutan
Masyarakat adat Kasepuhan Cibarani mengelola hutan adat secara komunal dan bertanggung jawab (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Yogyakarta - Andi Alfian alumni S2 Prodi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada mengungkapkan jika dia mendapatkan beasiswa studi satu semester ke Selandia Baru karena masyarakat adat di Indonesia Timur. Studi di Auckland University of Technology (AUT), Selandia Baru yang didanai langsung oleh New Zealand Ministry of Foreign Affairs and Trade sebagai bagian dari program kerja sama pembangunan internasional di Indonesia.

Alfian menyatakan bahwa dirinya berhasil mendapatkan beasiswa ini tidak lepas dari kiprahnya yang sudah aktif berpartisipasi dalam program pembangunan masyarakat adat di Indonesia Timur, khususnya di pulau Sulawesi dan Maluku melalui organisasi Sekolah Anak Muda.

“Ketepilihan saya karena mewakili isu masyarakat adat, spesifiknya ke isu agama leluhur dan pembangunan,” ujar lulusan CRCS SPs UGM tahun 2023 ini Selasa (17/9/2024).

Alfian menceritakan bahwa dia bersama teman-temannya mendirikan Sekolah Anak Muda (SEKAM), sebuah organisasi untuk pertukaran pengetahuan kewargaan antara anak muda dan masyarakat adat, khususnya terkait pengetahuan dan praktik agama leluhur dan kesadaran ekologis di masyarakat adat. Melalui program ini, anak muda dari seluruh Indonesia datang untuk mengajar keterampilan literasi dasar seperti menulis, membaca, dan menghitung kepada anak-anak adat, sambil mereka juga belajar tentang pengetahuan adat langsung dari para tetua adat. “Salah satu program utama kami adalah Anak Muda Mengajar atau Amuga yang dirancang untuk menghubungkan anak muda dari wilayah perkotaan dengan komunitas adat di pedesaan,” kata Alfian.

Menurutnya program anak muda mengajar ini sudah berjalan selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2022 di masyarakat adat Bara dan Cindakko di Sulawesi Selatan dan di masyarakat adat Huaulu di pulau Seram, Maluku, tahun ini. Alfian berharap melalui program ini bisa menjembatani pertukaran pengetahuan antara anak muda urban mendapatkan pemahaman tentang cara hidup harmonis dengan alam. “Sedangkan anak-anak adat mendapatkan pendidikan terkait literasi dasar,” paparnya.

Pemerintah Selandia Baru lewat Union Aid membuka beasiswa IYLP sebagai peluang untuk anak-anak muda Indonesia yang aktif berpartisipasi dalam gerakan pembangunan berkelanjutan di Indonesia untuk belajar ke negara tersebut mengenai Sustainable Development.

Nantinya Alfian akan mengikuti rangkaian kegiatan beasiswa mulai dari kursus tentang pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Course) yang dibagi menjadi dua kegiatan dan sudah dilaksanakan pada Juni 2024 silam melalui Residential Learning secara tatap muka selama dua minggu di Kupang. Bagian SDC kedua nantinya akan dilaksanakan secara penuh di Selandia Baru selama 12 pekan, dimulai pada bulan September hingga Desember mendatang .

Alfian mengatakan melalui program ini, ia berkesempatan mempelajari keterampilan riset dengan pendekatan partisipatif dan memahami cara mencapai tujuan pembangunan melalui perspektif lintas isu seperti hak asasi manusia, gender, inklusi sosial, dan dampak lingkungan. Hal ini sejalan dengan advokasi yang telah dijalankan Alfian kepada masyarakat adat melalui Sekolah Anak Muda yang ia dirikan.

Selain berfokus pada isu pembangunan berkelanjutan antara Indonesia dan Selandia Baru, kata Alfian, program beasiswa pertukaran pemuda ini turut menyediakan akses pengetahuan terhadap kebijakan, praktik, dan lembaga-lembaga yang relevan di Selandia Baru, termasuk pengenalan pada pendekatan pembangunan Māori dan Perjanjian Waitangi.

“Para peserta mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Marae, tempat pertemuan masyarakat adat Māori, dan mengunjungi berbagai organisasi pemerintah serta non pemerintah, seperti Komisi Hak Asasi Manusia dan Parlemen Selandia Baru,” jelasnya.

Setelah menyelesaikan pembelajaran SDC bagian kedua di kota Auckland, Selandia Baru, Alfian akan kembali ke Indonesia untuk melaksanakan proyek aksi partisipatif di komunitasnya. Proyek aksi partisipatif ini didukung oleh UnionAID, BaKTI, dan tim alumni INSPIRASI.

“Kita akan kembali ke Indonesia untuk mengimplementasikan proyek yang sudah kita desain selama program beasiswa ini. Pada fase implementasi ini, kita akan menerapkan pembelajaran yang telah kita dapatkan dari Selandia Baru ke dalam aksi pembangunan di Indonesia,” ujar Alfian.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya