Motif di Balik Kasus Perundungan Puluhan Siswa MTS Tasikmalaya

Proses hukum kasus perundungan siswa MTS itu sengaja dilakukan secara diversi, dengan melibatkan sejumlah lembaga seperti KPAI, UPTD Perlindungan Anak dan Perempuan Tasikmalaya, Sekolah dan BAPAS.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 10 Okt 2024, 14:00 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2024, 14:00 WIB
Salah satu pelaku tengah melakukan pemukulan dalam video yang viral kasus perundungan belasan siswa di salah satu MTS di Tasikmalaya, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)
Salah satu pelaku tengah melakukan pemukulan dalam video yang viral kasus perundungan belasan siswa di salah satu MTS di Tasikmalaya, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Tasikmalaya - Satuan Reserse Kriminal Polres Tasikmalaya, Jawa Barat, menemukan fakta baru di balik video viral perundungan fisik belasan siswa salah satu sekolah MTS di Tasikmalaya.

“Jadi latar belakangnya karena anak-anak menginginkan ada organisasi Patroli Keamanan Sekolah atau PKS,” ujar Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Ridwan Budiarta, Selasa (8/10/2024).

Menurutnya, kasus viral perundungan siswa MTS di luar pengetahuan pihak sekolah. Saat itu, para siswa kelas VIII sebagai senior mengajak pelajar kelas VII bersama-sama membuat PKS ini, hingga akhirnya dilakukan pembinaan fisik.

“Awalnya, korban dan terduga pelaku ini bareng-bareng Push Up dan Squat Jump, nah para korban ini minta ada tambahan untuk ketahan fisik, makanya ada tindakan itu (pemukulan),” kata dia.

Bahkan, setelah kejadian itu, para korban dan terduga pelaku sempat bercanda hingga akhirnya membubarkan diri, meski akhirnya menjadi viral. “Ada video yang mereka simpan untuk dokumentasi,” dia menegaskan.

Dalam penyelidikan awal, ada sekitar 16 orang menjadi korban pemukulan, satu terduga pelaku dan satu orang merekam video. Saat ini, terduga pelaku dan korban dikembalikan pada orangtua dan sekolah untuk mendapatkan pembinaan.

Sementara proses hukum kasus perundungan siswa MTS itu sengaja dilakukan secara diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana) dengan melibatkan sejumlah lembaga seperti KPAI, UPTD Perlindungan Anak dan Perempuan Tasikmalaya, Sekolah dan BAPAS.

“Jadi bahasa masyarakatnya islah, karena memang semua pihak sejak awal pengin islah karena apa yang terjadi tidak sekeras yang dibayangkan dalam video,” Ridwan menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya