Tampilkan Kisah Petani Indonesia, Film 'Seribu Bayang Purnama' Tayang Akhir Tahun 2024

Film dengan genre drama bernuansa romance ini mengangkat kehidupan petani ini ditulis oleh Swastika Nohara dan disutradarai oleh Yahdi Jamhur

oleh Viatari Pencawan diperbarui 30 Okt 2024, 21:00 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2024, 21:00 WIB
Film tentang realita kehidupan petani dibungkus dengan cerita menyentuh hati
Film Seribu Bayang Purnama akan tayang pada akhir tahun 2024 mendatang

Liputan6.com, Jakarta - Film Seribu Bayang Purnama akan tayang pada akhir tahun 2024 mendatang. Film dengan genre drama bernuansa romance ini mengangkat kehidupan petani ini ditulis oleh Swastika Nohara dan disutradarai oleh Yahdi Jamhur. Swastika sebelumnya dikenal sebagai penulis naskah untuk film Cahaya Dari Timur Beta Maluku, Tiga Srikandi dan Sampai Nanti, Hanna!. Kali ini keduanya berkolaborasi untuk menghasilkan sebuah karya film yang belum pernah ada sebelumnya dengan menghadirkan problem nyata dari kehidupan petani Indonesia. 

“Sejak dulu saya sudah aware dengan problematika kehidupan petani Indonesia, proses awal film ini berawal dari keterlibatan Baraka Film saat membuat sebuah konten di daerah Nekus, NTT. Saat itu, kami melihat dari dekat apa saja yang harus dilalui oleh petani untuk bisa memulai produksi, ini membuat saya tergerak untuk bisa menuangkan itu pada media film,” kata Sutradara dan Founder Baraka Film Yahdi Jamhur Yahdi Jamhur di Jakarta pada Minggu (28/10/2024).

Selain mengisahkan kehidupan petani yang dijerat utang tengkulak dan mahalnya harga pupuk, film ini juga menawarkan sebuah solusi yang sudah terbukti berhasil dijalankan oleh sebagian petani. Sehingga film ini tidak semata-mata menghadirkan kisah romantis belaka, tapi juga selaras dengan kehidupan nyata petani. Semua hal tersebut bisa terangkum apik dalam penulisan naskah cerita dari Swastika Nohara. 

“Kisah dan konteks film ini sangat personal bagi saya, karena saya lahir dan besar di desa. Proses pengembangan naskahnya dimulai dengan riset kehidupan petani masa kini, dan riset mengenai Metode Nusantara. Saya meyakini situasi sulit dan kompleksitas yang digambarkan dalam film ini mewakili mayoritas petani di Indonesia, sehingga sejak awal mendengar ide dan konsep film ini saya langsung merasa ini adalah film yang menarik dan penting untuk dibuat,“ kata Swastika Nohara.

Swastika menambahkan film ini unik karena settingnya mengambil kehidupan petani yang belum pernah diangkat dalam film Indonesia masa kini. Dengan setting ini, dan semua karakter pendukung di dalamnya menghadirkan ungkapan romansa dengan gaya dan cara tersendiri. Hal penting dalam proses penulisan skenario adalah mengembangkan karakter-karakter utamanya. Karakter utama diperankan oleh Marthino Lio sebagai Putro, pemeran lain adalah Whani Darmawan, Aksara Dena dan juga Nugie. 

“Film ini menurut saya merupakan sebuah bentuk afirmasi yang nyata dan menjadi sebuah jawaban dari pertanyaan yang selama ini saya kumpulkan, dari segi tema film ini sangat berani dengan mengangkat tema pertanian yang jarang diangkat dalam sejarah perfilman Indonesia dan hendak menyampaikan pesan yang sangat bagus bahwa bumi pertiwi ini butuh sebuah cara pertanian yang alami agar terus bisa menghidupi Negeri," kata Nugie yang juga dikenal sebagai musisi dan aktivis lingkungan hidup.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya