Liputan6.com, Yogyakarta - Film terbaru karya Garin Nugroho, Nyanyi Sunyi dalam Rantang, akan diputar di International Rotterdam Film Festival (IFFR) ke-54. Kabar ini diumumkan oleh Garin Nugroho melalui akun Instagram @garin_film.
Nyanyi Sunyi dalam Rantang merupakan film terbaru karya Garin setelah cineorchestra Samsara.Film ini menjadi film ke-11 Garin yang diputar di IFFR. Film Nyanyi Sunyi dalam Rantang bakal diputar dalam official selection di IFFR ke-54 yang berlangsung pada 30 Jamuari-9 Februari 2025.
Advertisement
Sebelumnya, film Daun di Atas Bantal (Leaf on a Pillow) yang dirilis pada 1998 menjadi opening film IFFR 1999. Hingga dua tahun lalu, film horor Puisi Cinta Membunuh (Deadly Love Poetry) tayang di kompetisi Big Screen IFFR.
Advertisement
Baca Juga
Menyusul kemudian, tahun ini Garin Nugroho kembali menorehkan prestasi melalui film Nyanyi Sunyi dalam Rantang. Tahun ini, giliran film Nyanyi Sunyi dalam Rantang atau Whispers in The Dabbas yang bakal tayang di IFFR ke-54.
Film ini berkisah tentang seorang pengacara muda bernama Puspa. Ia berjuang menegakkan keadilan di tengah berbagai kasus korupsi dan rekayasa hukum.
Puspa merupakan pengacara pemula yang menangani kasus-kasus sepele. Ia kemudian memperjuangkan penyebab orang-orang miskin yang dituduh melakukan kejahatan kecil dan diancam dengan hukuman yang tidak proporsional.
Mengutip dari laman IFFR, film ini memadukan drama berbasis karakter introspektif dengan kesadaran politik. Film Nyanyi Sunyi dalam Rantang didasarkan pada empat tuntutan hukum kehidupan nyata dari sejarah hukum Indonesia baru-baru ini. Kasus-kasus yang menghasilkan hukuman yang tidak proporsional dan kejam bagi individu yang tidak berdaya di sisi yang salah dari hubungan perusahaan-pemerintah.
Puspa mencoba memperjuangkan hak-hak individu yang menjadi korban negara, yakni seorang buruh upahan yang dituduh mencuri biji kakao, seorang petani yang dituduh merusak bisnis jagung hibrida, dan saudara laki-lakinya sendiri yang dianiaya karena meningkatkan kesadaran terhadap budidaya udang ilegal. Ayahnya pun telah dipenjara selama rezim Orde Baru. Puspa menyadari bahwa dengan ketidakberdayaan yang menyakitkan, pelanggaran hukum akan terus berlanjut meskipun ada reformasi politik.
Sebelumnya, film ini juga telah ditayangkan saat Hari Antikorupsi Sedunia. Cerita dalam film ini sangat relate dengan kondisi yang ada.
Film ini menggambarkan korupsi gratifikasi yang dilakukan di tingkat elite. Hal tersebut memberikan dampak yang besar bagi masyarakat, seperti kehilangan lahan hingga kesewenangan pejabat.
Film ini merupakan adaptasi dari empat kasus hukum nyata yang digagas oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Film yang dibintangi Della Dartyan ini telah tayang di bioskop sejak 9 Desember 2024.
Â
Penulis: Resla