Liputan6.com, Palangkaraya - Tari busak baku merupakan tarian adat Suku Dayak Lundayeh di Kalimantan Utara. Tarian ini merupakan ungkapan seni dan ekspresi budaya masyarakat setempat.
Dalam pertunjukannya, para penari tari busak baku akan menampilkan gerakan-gerakan yang tak hanya mencerminkan keindahan dan kelembutan. Lebih dalam lagi, tarian ini juga menampilkan keharmonisan antara pria dan wanita yang menjadi inti hubungan sosial di komunitas Dayak.
Tak hanya gerakannya yang cantik, nama tarian ini juga terinspirasi dari bunga indah bernama busak baku. Bunga berwarna merah ini merupakan flora khas Kalimantan Utara.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Bagi masyarakat setempat, bunga ini mencerminkan identitas budaya yang kuat. Dalam ekosistem lokal, keberadaannya menggambarkan pentingnya hubungan antara manusia dan alam.
Nama busak merujuk pada bunga hutan yang memiliki banyak fungsi bagi masyarakat adat, yakni sebagai bahan pembungkus makanan atau bahan bangunan. Bagian-bagian lain dari tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai sumber pangan.
Sesuai namanya yang terinspirasi dari bunga, para penari tari busak baku akan mengenakan pakaian adat bakad dan tekib yang dihiasi motif bunga busak baku. Pakaian mereka didominasi warna merah dan hijau. Warna merah melambangkan semangat dan keberanian, sedangkan warna hijau melambangkan kesejahteraan dan harmoni dengan alam.
Melalui tari busak baku, masyarakat bisa melihat bagaimana ikatan emosional dan kekeluargaan dalam masyarakat Dayak Lundayeh begitu kuat. Setiap gerakannya menampilkan keterampilan fisik yang tinggi sekaligus mengekspresikan nilai-nilai luhur, seperti hormat, kerja sama, dan persatuan.
Â
Pementasan Berkelompok
Pada dasarnya, tari busak baku merupakan pementasan berkelompok, bukan individu. Setiap pertunjukan melibatkan setidaknya empat hingga tujuh penari pria maupun wanita.
Tarian ini juga menjadi sarana bagi generasi muda untuk belajar tentang sejarah, nilai, dan tradisi yang diwariskan nenek moyang. Demi melestarikan tarian busak baku, generasi muda diperbolehkan memberikan penambahan pada gerakannya, tetapi tetap mempertahankan gerakan inti tarian ini.
Seiring perkembangan zaman, tak hanya gerakan yang bisa dikreasikan, tetapi musik yang mengiringi tari busak baku juga dapat dikreasikan sesuai keinginan para penari. Namun, kreasi ini juga harus tetap mempertahankan irama dasar tarian ini, yang terdiri dari gabungan suara gong, kecapi, tambur, dan telingut (alat musik seperti seruling yang dimainkan dari hidung).
Melalui hal ini, warisan budaya tetap terjaga dan ruang inovasi tetap terbuka. Dengan demikian, keseimbangan antara pelestarian tradisi dan penyesuaian dengan perkembangan zaman akan tercipta.
Pada masa lalu, tarian ini menjadi simbol penyambutan bagi para pahlawan yang kembali dari perang. Tarian ini menjadi simbol pengakuan atas keberanian dan pengorbanan mereka.
Tarian busak baku memang kerap dipentaskan di berbagai acara besar di Kabupaten Malinau. Kini, tarian ini lebih sering ditampilkan dalam berbagai acara adat, penyambutan tamu kehormatan, serta festival budaya.
Penulis Resla
Advertisement