Liputan6.com, Maluku - Perahu kora-kora menjadi bukti kejayaan maritim Nusantara yang masih bertahan hingga saat ini melalui Festival Kora-kora di Ternate. Kapal perang tradisional ini memiliki sejarah panjang sejak abad ke-13 dalam pertempuran melawan kolonial Eropa di perairan Maluku.
Mengutip dari berbagai sumber, perahu kora-kora telah ada sejak kedatangan Portugis di Maluku pada tahun 1200-an. Keunikan kapal ini terletak pada teknik pembuatannya yang tidak menggunakan paku sama sekali.
Para pengrajin kapal tradisional memilih kayu gofasa sebagai bahan utama karena karakteristiknya yang keras dan tahan air. Kesultanan Ternate dan Tidore mengembangkan beberapa jenis kora-kora sesuai dengan kebutuhan pada masanya.
Advertisement
Baca Juga
Kora-kora terbesar yang disebut juanga atau joanga menjadi kebanggaan Kesultanan Ternate dengan ciri khas bangunan kecil di bagian tengahnya. Sementara itu, Kesultanan Tidore memiliki varian sendiri yang dinamakan kangunga.
Dalam setiap armada, kora-kora ukuran lebih kecil bertugas mengawal kapal-kapal utama. Perahu kora-kora memainkan peran vital dalam perjuangan melawan penjajah.
Armada kora-kora kerap digunakan untuk menghadang kapal-kapal Portugis, Spanyol, dan Belanda yang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Sekarang kapal ini berfungsi sebagai sarana transportasi untuk mengangkut komoditas perdagangan antarpulau.
Selain untuk peperangan dan perdagangan, catatan sejarah mengungkapkan bahwa perahu kora-kora juga digunakan dalam operasi perburuan budak. Praktik ini merupakan bagian kelam dari sejarah maritim Nusantara yang turut mewarnai dinamika sosial pada masa itu.
Nilai historis perahu kora-kora kini dilestarikan melalui Festival Kora-kora yang diselenggarakan setiap tahun oleh Pemerintah Kota Ternate. Festival ini tidak hanya menjadi ajang memperkenalkan warisan budaya bahari kepada generasi muda, tetapi juga menjadi pengingat akan kejayaan maritim Maluku di masa lampau.
Penulis: Ade Yofi Faidzun