Liputan6.com, Sukabumi - Proyek investasi pembangunan ratusan pabrik di Kawasan Industri Cikembar (KIC), Kabupaten Sukabumi terancam batal. Imbas ketidakjelasan pembangunan bandara yang lahannya masuk dalam kawasan industri.
Pasalnya, Kawasan industri di Kabupaten Sukabumi yang mempunyai lahan seluas 220 hektare ini, 70 hektare di antaranya masuk dalam rencana pembangunan bandara.
Advertisement
Baca Juga
General Manager PT Bogorindo Cemerlang, Berlin Sumadi, selaku pengelola infrastruktur KIC mengatakan, hal itulah yang menjadi kendala perusahaan dalam mengembangan kawasan industri tersebut.
Advertisement
“Kita saat ini sedang dalam pembangunan infrastruktur untuk menarik investor-investor yang sejak dibukanya tol Sukabumi ini kayaknya jadi sasaran investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia,” ujar Berlin saat dikonfirmasi pada Kamis (6/3/2025).
Dia menyatakan, sudah 10 tahun PT Bogorindo memiliki lahan yang berada di Desa Cimanggu, Kecamatan Cikembar itu tepatnya sejak tahun 2017 dan memulai penataan lahan pada tahun 2020.
Hingga kini, kurang dari 10 pabrik yang telah beroperasi di kawasan industri tersebut. Adapun pembangunan infrastruktur dalam penataan Kawasan Industri Cikembar ini, pihaknya menyebut hampir menyentuh Rp100 miliar.
“Kendalanya itu masalah ketidakpastian aturan yang ada disini, karena lahan yang kita miliki ini overlapping sama rencana bandara yang akan dibuat di Sukabumi,” ungkapnya.
Bisa Serap 100 Ribu Tenaga Kerja
Berlin memperkirakan dari kapasitas hingga 120 pabrik yang bisa dibangun dalam Kawasan Industri Cikembar ini, setidaknya bisa menyerap hingga 100 ribu tenaga kerja.
Investasi itu sebagian besar datang dari negara China dan Taiwan, termasuk pabrik kulit terbesar ketiga terbesar di dunia yang beroperasi di akhir tahun ini.
“Kita revisi berkali-kali tahun ini aja kita punya masalah dengan isu bandara ini masih terbentur. Padahal, tahun 2023 ketika kita mengajukan revisi master plan sebelum ini, isu bandara ini tidak diterbitkan. Nah kenapa di tahun 2024 isu ini keluar lagi,” jelasnya.
Menurutnya permasalahan tersebut membuat was-was para investor, karena lahan yang akan dibangun berbenturan dengan rencana pembangunan bandara yang masuk dalam Keputusan Menteri Perhubungan tahun 2019.
“Kasihan nanti, bukan hanya perusahaan kita tapi juga masyarakat Sukabumi banyak berharap terhadap lapangan pekerjaan di sini bisa jadi hal yang mengecewakan bagi banyak pihak, kalau perizinan terganjal investasi bisa batal,” tuturnya.
Advertisement
Akses Tol Lebih Relevan untuk Kawasan Industri Dibanding Bandara
Berlin menilai, pembangunan bandara untuk sektor industri ini tidak relevan. Keterangan dari Pemda Sukabumi pun, kata dia, lebih menginginkan bandara untuk keperluan sektor pariwisata di wilayah selatan. Sebab itu, wilayah Cikembar dibuat tata ruang pembangunan industri.
“Di bandara diharapkan oleh Pemda Sukabumi yang saya tahu itu di daerah selatan karena untuk menunjang pariwisata. Di sini cukup kayaknya tol sama kereta double track masyarakat Sukabumi sudah cukup tertanggulangi tidak perlu buat bandara,” ujarnya.
Pihaknya berharap pemerintah bisa memberi kepastian hukum dan memberi kejelasan terhadap proyek pembangunan bandara tersebut agar investasi tidak terhambat.
Berlin menyatakan, PT Bogorindo sendiri sudah mengantongi izin Program Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKPR) yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN yang mendasari pengelolaan kawasan industri tersebut.
“Kita hanya butuh kepastian bandara ini sebenarnya jadi atau tidaknya. Kalau memang bandara jadi dibangun, ya kami akan menyesuaikan. Tapi kalau ini cuma jadi wacana tanpa kejelasan, kasihan banyak pihak yang sudah terlanjur berinvestasi," ungkapnya.
Tanggapan Pemerintah Desa
Terpisah, Kepala Desa Cimanggu Baenuri Samsi mengatakan, wacana pembangunan bandara di Kawasan Industri Cikembar, Sukabumi ini direncanakan terealisasi pada tahun 2021.
“Di tahun 2021 itu berbenturan dengan covid 19, luasan bandara kurang lebih 400 hektare untuk tahap pertama, yang 80 persen luas wilayahnya adalah lahan milik KIC tapi untuk realisasi dan SK pelaksanaannya sampai hari ini tidak ada kejelasan,” ujar Baenuri.
Dia mengatakan, sebagian besar warga Desa Cimanggu menolak adanya bandara tersebut karena berpotensi dapat mematikan ekonomi desa. Menurutnya, keberadaan bandara hanya akan menguntungkan masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke atas saja.
“Yang menengah ke bawah mungkin akan tersingkir, karena radius 500 meter dari pagar bandara itu harus steril, terus warga masyarakat kami akan dikemanakan? Mata pencaharian mereka bagaimana?” jelasnya.
Dia menuturkan, ada sekitar 800 orang usia produktif di desa tersebut. Sebab itu, menurutnya pembukaan lahan untuk industri dinilai lebih dibutuhkan masyarakat karena dapat bisa membuka lapangan pekerjaan, dibandingkan dengan adanya bandara.
“Karena apabila di kemudian hari investor ini masuk secara otomatis baik tenaga kasar maupun untuk karyawannya mereka membutuhkan tenaga, yang penting kita mempersiapkan SDM di masyarakat,” ungkapnya.
Advertisement
