QR Art, Seni Memahami Semesta Secara Digital

QR code adalah barcode dua dimensi yang dapat menyimpan banyak data dan dapat dipindai menggunakan perangkat digital.

oleh Edhie Prayitno Ige Diperbarui 20 Mar 2025, 08:00 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2025, 08:00 WIB
QR Art
Sebuah lukisan dengan QR Art dan Ilusion art karya Doddy Hernanto atau Mr D. Pindai dengan kamera online (misalnya google lens) untuk mengetahui gambar apa yang tersembunyi. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige ... Selengkapnya

Liputan6.com, Semarang - Pernahkah kamu memindai kode QR di kemasan produk atau tiket konser, lalu bertanya-tanya bagaimana garis-garis dan kotak-kotak kecil itu bisa menyimpan begitu banyak informasi?

Teknologi pengkodean ini punya sejarah panjang yang dimulai dari garis sederhana hingga karya seni digital yang memukau. Dan di balik semua itu, ada konsep menarik bernama "codeisme" yang bahkan dikaitkan dengan alam semesta. Mari kita telusuri perjalanan ini!

 

Doddy Hernanto alias Mr D, digital art akan menjadi daya hidup dan gaya hidup kesenian masa depan. (foto: Liputan6.com / Zainul Airifin)

Cerita dimulai pada tahun 1940-an, ketika Norman Joseph Woodland, seorang insinyur Amerika, terinspirasi oleh kode Morse. Bersama Bernard Silver, ia mengembangkan ide untuk mengotomatisasi pembacaan data produk.

Hasilnya? Barcode, deretan garis vertikal hitam-putih yang dipatenkan pada 7 Oktober 1952. Barcode ini sederhana tapi revolusioner karena garis-garis itu bisa dipindai untuk diterjemahkan menjadi data digital oleh komputer.

Hingga kini, barcode masih setia menemani kita. Dari ISBN buku, label harga, hingga inventaris gudang, teknologi ini mempermudah identifikasi produk, pelacakan stok, dan transaksi di kasir. Ada banyak jenis barcode, seperti Code 39, Code 128, EAN-13, dan UPC, tapi fungsinya tetap sama: praktis dan efisien.

 

Promosi 1

Lompatan QR

QR Art
Sebuah lukisan dengan QR Art dan Ilusion art karya Doddy Hernanto. Silakan scan dengan kamera online (misalnya google lens) untuk mengetahui gambar yang tersembunyi. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige ... Selengkapnya

Lalu, dunia bergerak lebih jauh dengan QR Code, diciptakan oleh Masahiro Hara, insinyur Jepang dari Denso Wave, pada tahun 1994. Berbeda dengan barcode yang hanya satu dimensi (1D), QR Code bersifat dua dimensi (2D), terdiri dari titik-titik hitam-putih dalam pola kotak. Awalnya dirancang untuk melacak komponen otomotif di Jepang. QR Code ternyata jauh lebih hebat: ia bisa menyimpan ribuan karakter data dan dipindai dari segala arah.

Sekarang, QR Code ada di mana-mana. Bayar tagihan di kafe? Scan QR. Mau masuk situs web atau unduh aplikasi? Scan lagi. Dari tiket masuk hingga verifikasi akun, QR Code jadi jembatan cepat antara dunia fisik dan digital. Keunggulannya jelas: lebih banyak informasi, lebih mudah digunakan.

Tapi inovasi tak berhenti di situ. Masuklah QR Art, sebuah temuan dari Doddy Hernanto, seniman multitalenta asal Surabaya yang lebih dikenal sebagai Mr D. Sebelum menciptakan QR Art, Doddy sudah dikenal sebagai musisi (pernah jadi additional keyboard player di Boomerang Band) dan inovator. Ia bereksperimen dengan suara sintetis (yang kemudian dikenal sebagai MIDI) dan memodifikasi gitar untuk dimainkan dengan satu jari.

Doddy mengambil QR Code karya Hara dan menambahkan sentuhan seni. Ia melukis pola QR secara manual, lalu mengkodekannya dengan komputer agar tetap bisa dipindai.

Hasilnya? Karya seni yang indah sekaligus fungsional. 

"Sebelum itu, saya mencoba mengkode sebuah lukisan menjadi gerbang informasi. Salah satu contohnya ada di sampul buku Negeri Satire (terbitan Cipta Prima Nusantara), yang saat dipindai berubah jadi animasi lengkap dengan musik," katanya.

Itu adalah codeisme. Ia lalu menyederhanakan temuannya yang mengkode lukisan menjadi QR Art. Dipatenkan pada 2021 dengan nomor HKI 000296961, QR Art kini diminati tokoh terkenal dan pejabat untuk merekam karya mereka secara digital. Harganya lebih mahal karena proses manual, tapi keunikannya tak tertandingi.

Memahami Semesta

Saat Qr Art Mas D Satukan Komponis Indonesia Dalam Sebuah Pameran Virtual
Salah satu hasil karya Qr Art Komponis Mas D yang dipamerkan secara virtual memperingati hari musik nasional. Foto (Istimewa)... Selengkapnya

Lalu, apa itu "codeisme"? Istilah ini muncul sebagai cara memahami QR Art dan inovasi serupa. Codeisme adalah pendekatan pengkodean yang rumit untuk menciptakan grafis maksimal, bukan sekadar fungsi, tapi juga keindahan. 

Bayangkan lukisan QR Art yang memadukan logika kode dengan estetika visual, atau animasi kompleks yang lahir dari algoritma cerdas. Ini mirip dengan "creative coding," tapi dengan fokus pada hasil yang memanjakan mata.

Codeisme tak berhenti di teknologi. Doddy Hernanto memproklamirkan "QR Art is codeisme, codeisme is universe." Apa maksudnya? QR Art adalah wujud codeisme karena ia menggabungkan kerumitan kode dengan seni grafis. 

Sementara itu, alam semesta (universe) adalah "kode" raksasa yang menghasilkan keindahan kosmik—galaksi, fraktal alami, hukum fisika. Dengan kata lain, QR Art adalah cerminan kecil dari alam semesta: sebuah sistem kompleks yang menyimpan makna dan estetika.

Perjalanan dari barcode ke QR Art, lalu ke konsep codeisme, menunjukkan betapa manusia terus mendorong batasan. Norman Woodland memulai dengan garis sederhana, Masahiro Hara melompat ke pola kotak, dan Doddy Hernanto membawanya ke ranah seni. Codeisme mengajak kita melihat bahwa teknologi dan seni tak pernah terpisah, keduanya adalah cara kita meniru alam semesta.

Jadi, lain kali ketika memindai QR Art dan melihat animasi cantik atau tautan ke karya seseorang, ingatlah: itu bukan sekadar kode. Itu adalah "alam semesta kecil" yang diciptakan manusia, penuh makna dan keindahan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya