Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah pada perdagangan saham jelang akhir pekan ini. Hal itu dipicu kekhawatiran pelaku pasar terhadap nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada penutupan perdagangan saham, Jumat (24/7/2015), IHSG melemah 46,25 poin (0,94 persen) ke level 4.856,59. Indeks saham LQ45 turun 1,36 persen ke level 828,38. Sebagian besar indeks saham acuan melemah kecuali indeks saham DBX naik 0,04 persen ke level 687,84.
Baca Juga
Ada sebanyak 173 saham melemah sehingga menekan IHSG. Sedangkan 89 saham menghijau. Sementara itu, 87 saham diam di tempat.
Advertisement
Pada hari ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 4.892,41 dan terendah 4.848,72. Transaksi perdagangan saham juga tidak terlalu ramai. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 153.005 kali dengan volume perdagangan saham 3,38 miliar saham. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 3,82 triliun.
Secara sektoral, sebagian besar sektor saham melemah kecuali sektor saham perdagangan naik 0,32 persen. Sedangkan sektor saham aneka industri turun 2,56 persen, dan memimpin pelemahan sektor saham. Sektor saham konstruksi melemah 1,7 persen dan sektor saham perkebunan tergelincir 1,69 persen.
Berdasarkan data RTI, investor asing melakukan aksi jual sekitar Rp 100 miliar. Pemodal lokal melakukan aksi beli bersih sekitar Rp 100 miliar. Saham-saham yang mencatatkan keuntungan dan sebagai penggerak indeks saham antara lain saham PBRX naik 5,65 persen ke level Rp 655 per saham, saham MYRX mendaki 2,86 persen ke level Rp 720 per saham, dan saham SUGI menanjak 1,54 persen ke level Rp 395 per saham.
Saham-saham berkapitalisasi besar cenderung menekan indeks saham antara lain saham GGRM melemah 4,94 persen ke level Rp 51.000 per saham, saham ADRO 5,88 persen ke level Rp 560 per saham, dan saham ASII melemah 3,27 persen ke level Rp 6.650 per saham.
Rupiah Tertekan Pengaruhi IHSG
Analis PT First Asia Capital David Sutyanto menuturkan nilai tukar rupiah melemah telah mengkhawatirkan pelaku pasar. Berdasarkan data RTI, rupiah berada di kisaran 13.446 per dolar AS. David menilai, nilai tukar rupiah terus tertekan ini akan cenderung mempengaruhi kinerja emiten kuartal III 2015. Apalagi ada kekhawatiran pelaku pasar terhadap kinerja emiten kuartal II 2015 juga belum akan membaik.
Selain itu, pelaku pasar juga fokus terhadap rencana kenaikan suku bunga AS. Pimpinan bank sentral AS/The Federal Reserve Janet Yellen mengisyaratkan suku bunga AS bakal naik pada 2015.
Sedangkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan dampak dari kenaikan Fed Rate adalah semakin menguatnya dolar, dan diprediksi melemahkan nilai tukar mata uang negara lain.
"Ada statement yang mengatakan Fed rate akan naik tahun ini dan otomatis akhirnya dolar akan menguat. (Pelemahan) Itu terjadi di semua mata uang," kata Bambang, di Kantor Wakil Presiden.
Bambang menjelaskan pula saat ini memang terjadi fenomena global yang melemahkan perekonomian hampir di semua negara. Bahkan, negara-negara yang tadinya tidak terpengaruh pun juga terkena imbas.
"Intinya memang fenomena global, di mana beberapa mata uang yang biasanya tahan terhadap penguatan dolar juga tetap mengalami pelemahan. Contoh Thailand Bath dan Filipina, biasa keduanya tidak terpengaruh sekarang terdepresiasi atas statement itu (Fed Rate akan naik," tegas Bambang. (Ahm/Ndw)