Pertumbuhan Lambat di AS, Saham Starbucks Tertekan

Pusat perbelanjaan atau ritel lesu juga berdampak terhadap penjualan di gerai Starbucks.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Jan 2018, 14:30 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2018, 14:30 WIB
Ilustrasi Starbucks. (AP)
Ilustrasi Starbucks. (AP)

Liputan6.com, New York - Pelanggan Starbucks mungkin sudah mulai bosan dengan pilihan minuman di gerai tersebut. Hal ini terkait penjualan Starbuck yang tak mampu membuat investor terkesan.

Saham Starbucks turun hampir enam persen pada Jumat waktu setempat. Penjualan Starbucks yang tak sesuai harapan pelaku pasar menjadi katalis negatif. Meski pun laba di atas harapan namun tidak membuat pelaku pasar terkesan.

Selain itu, pembukaan gerai pun hanya tumbuh dua persen di Amerika Serikat (AS). Pertumbuhan tersebut di bawah harapan analis.

Salah satu alasan angka kinerja mengecewakan yaitu penjualan minim saat liburan. CEO Starbucks Kevin Johnson menyampaikan hal itu saat mengadakan conference call dengan analis pada Kamis waktu setempat.

"Minuman saat liburan, kartu hadiah, dan barang dagangan lainnya tidak sesuai rencana seperti yang diinginkan pelanggan," ujar Johnson, seperti dikutip dari laman CNN Money, Sabtu (27/1/2018).

Oleh karena itu hal menarik ke depan melihat Starbucks meluncurkan minuman terbaru dan mengembalikan minuman yang menarik. Di sisi lain, Starbuck juga tampaknya tidak menarik pelanggan baru. Semua pertumbuhan penjualan di AS berasal dari belanja konsumen yang lebih banyak. Namun, jumlah transaksi sebenarnya datar.

Tak hanya itu, pusat perbelanjaan yang lesu juga menekan Starbucks. Hanya sekitar enam persen gerai Starbucks yang ada di mal. Penjualan di gerai pun turun.

Investor pun punya alasan khawatir. Johnson mengambil alih posisi CEO dari Howard Schultz pada April lalu juga jadi perhatian. Saham Starbucks pun mulai beranjak saat itu. Sementara itu, saingan Starbucks, Dunkin Brands naik hampir 25 persen dan McDonalds kembali bangkit dengan melonjak 35 persen.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Penjualan di China Meningkat

Starbucks
Cup Starbucks edisi khusus Ramadan 2017.

Di tengah penjualan mengecewakan di AS, penjualan di China melonjak lebih dari 30 persen di China pada kuartal IV. Penjualan di gerai pun naik enam persen. Johnson menuturkan, kalau gerai Starbucks di Shanghai menjadi terlaris di dunia.

Sejumlah analis menilai investor seharusnya mengapresiasi Starbucks lebih baik lantaran kekuatannya di China, Korea Selatan dan pasar internasional lainnya. Selain itu tidak terlalu khawatirkan perlambatan di AS.

"Momentum berlanjut meski ada hambatan baru-baru ini. Kami perkirakan potensi besar untuk naik secara global," ujar Analis Wells Fargo Securities Bonnie Herzog, seperti dikutip dari laman CNN Money, Sabtu (27/1/2018).

Di tengah kinerja belum memuaskan, ada sejumlah pihak apresiasi strategi domestik Starbucks. Perseroan telah menggunakan teknologi untuk meningkatkan performanya dalam beberapa tahun terakhir.

Penjualan digital berkembang pesat berkat aplikasi mobile Starbucks. Johnson menuturkan, kalau perseroan pertimbangkan gerai tanpa uang tunai di AS.

Bahkan Schultz juga isyaratkan Starbucks berada dlaam posisi untuk ambil keuntungan kebangkitan teknologi blockchain dan mata uang digital sebagai bentuk pembayaran yang sah.

Namun Direktur Pelaksana GlobalRetail Neil Saunders mengatakan, Starbucks harus mengkaji lebih dalam untuk merangkul teknologi terutama di gerai.

"Pada jam sibuk, beberapa gerai ramai dan pelayanannya sangat lambat. Meskipun Starbucks menggunakan teknologi baik tapi kami pikir perlu dicoba lagi untuk menggunakan solusi digital agar bisa memangkas waktu tunggu," jelas Saunders.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya