Trump Beri Sanksi ke China Guncang Pasar Keuangan

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif buat barang impor China direspons negatif pelaku pasar.

oleh Agustina Melani diperbarui 23 Mar 2018, 15:05 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2018, 15:05 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Tokyo - Kegaduhan perang dagang mengguncang pasar saham dan mata uang menjelang akhir pekan ini. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif buat barang impor China direspons negatif pelaku pasar.

Donald Trump menandatangani memorandum pada Kamis waktu setempat. Memorandum tersebut mengenai pengenaan tarif impor hingga USD 60 miliar dari China. Akan tetapi, langkah tersebut memiliki periode konsultasi ke publik 30 hari.

Aksi Trump itu memicu kekhawatiran investor. Tindakan Trump dapat meningkatkan potensi perang dagang dengan konsekuensi yang berpotensi terhadap ekonomi global. Langkah Trump tersebut pun dibalas China. Pemerintahan China mendesak AS untuk menarik langkah tersebut.

“China tidak berharap untuk terlibat dalam perang dagang tetapi tidak takut terlibat dalam perang,” tulis Kementerian Perdagangan China, seperti dikutip dari laman Reuters, Jumat (23/3/2018).

China bahkan mengumumkan bakal memberlakukan tarif impor hingga USD 3 miliar untuk barang AS. Ini sebagai balasan terhadap tarif atas produk baja dan aluminium China.

 

Bursa Saham Asia Tertekan

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Kekhawatiran perang dagang itu memicu tekanan di bursa saham. Indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang turun 2,2 persen. Indeks saham Shanghai melemah 3,3 persen. Indeks saham Jepang Nikkei melemah 4,1 persen, indeks saham Australia tergelincir 2,1 persen.

Diikuti indeks saham Hong Kong Hang Seng merosot 2,8 persen, indeks saham Taiwan tergelincir 1,7 persen dan indeks saham Korea Selatan susut 2,3 persen.

“Dampak ekonomi pada China dan AS akan ditentukan oleh bentuk akhirnya soal pengenaan tarif. Efeknya kemungkinan akan terasa lebih kuat di AS dan akan meningkatkan harga konsumen dan produsen,” tulis analis JP Morgan Asset Management, Hannah Anderson.

“Pasar ekuitas akan menanggung beban dari reaksi pelaku pasar. Yang paling berpengaruh adalah AS, Korea Selatan dan Taiwan. Ini karena perusahaan yang berdomisili di pasar ini merupakan bagian signifikan dari rantai produksi ekspor China secara global,” tambah dia.

Sementara itu, Analis Kiwoom Securities Se Sang-young menilai, kemungkinan perang dagang AS dan China sangat serius bagi ekonomi Korea Selatan. “Secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perdagangan negara mereka juga,” kata dia.

 

 

Kondisi Pasar Komoditas

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Di pasar uang, yen tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dolar AS turun 0,5 persen ke posisi terendah 104,55 terhadap yen. Level itu terlemah sejak November 2016. Dolar AS turun lebih dari satu persen pada pekan ini.

“Hingga Amerika Serikat membuat konsensi seperti itu, saham global akan berada di bawah tekanan dan yen akan menguat, terutama jika China memutuskan untuk hadapi langkah AS,” ujar Masafumi Yamamoto, Analis Mizuho Securities.

Sementara itu, imbal hasil obligasi turun menjadi 2,79 persen, terendah dalam enam minggu. Imbal hasil obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun merosot ke posisi 0,020 persen.

Di pasar komoditas, harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik 1,1 persen ke posisi USD 64,99 per barel. Harga minyak Brent menguat 0,9 persen menjadi USD 69,53 per barel. Sementara itu, harga emas naik ke posisi USD 1.339,05 per ounce, tertinggi sejak 7 Maret.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya