Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenai rencana akuisisi saham Bank Permata. Bank Mandiri menegaskan, rencana akuisisi tersebut merupakan ekspansi bisnis.
Mengutip laporan keterbukaan informasi BEI, seperti ditulis Jumat (12/4/2019), Senior Vice President PT Bank Mandiri Tbk, Rohan Rafas menuturkan, rencana akuisisi saham PT Bank Permata Tbk merupakan ekspansi bisnis secara anorganik.
"Menindaklanjuti rencana perseroan untuk melakukan ekspansi bisnis secara anorganik, maka Perseroan melakukan kajian termasuk melakukan kegiatan-kegiatan dengan beberapa pihak," tulis dia dalam keterbukaan informasi BEI.
Advertisement
Baca Juga
Rohan menyatakan, hingga kini belum terdapat hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan harus disampaikan kepada publik.
Sementara itu, analis menilai rencana akuisisi saham Bank Permata oleh PT Bank Mandiri Tbk akan mendongkrak aset Bank Mandiri. Selain itu juga dapat memperluas ekspansi kredit Bank Mandiri.
Kepala Riset PT RHB Sekuritas Indonesia, Henry Wibowo menuturkan, bila Bank Mandiri akuisisi saham Bank Permata akan mendorong Bank Mandiri terbesar di Indonesia dilihat dari aset perbankan.
"Jika Bank Mandiri akuisisi Bank Permata, Bank Mandiri akan menjadi bank terbesar di Indonesia (in term of asset) karena sekarang Bank Mandiri adalah bank kedua terbesar setelah BRI," ujar Henry lewat pesan singkat yang diterima Liputan6.com.
Melihat laporan keuangan yang disampaikan ke BEI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) masih memimpin sebagai bank dengan aset terbesar di Indonesia mencapai Rp 1.296 triliun pada 2018. Kemudian disusul PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan aset Rp 1.202 triliun pada 2018.
Selanjutnya PT Bank Central Asia Tbk dengan aset Rp 824,78 triliun. Selain itu, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan aset Rp 808,57 triliun dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dengan aset Rp 306,43 triliun.
Selain berpotensi menjadi bank terbesar dengan akuisisi, Henry menilai keuntungan lain yang didapatkan Bank Mandiri mendapatkan sinergi dari penyaluran kredit small medium enterprice (SME) Bank Permata yang sudah kuat.
Meski demikian, Henry menuturkan, hal yang harus diperhatikan adalah valuasi dari akuisisi saham Bank Permata tersebut. "Jika valuasi Permata di bawah multiple price book value (PBV) Bank Mandiri, harusnya itu akan bagus dan diterima baik oleh investor Bank Mandiri," ujar dia.
Selanjutnya
Analis Artha Sekuritas Indonesia, Frederik Rasali menuturkan, rencana akuisisi saham Bank Permata oleh PT Bank Mandiri Tbk dapat meningkatkan kanal distribusi kredit. PT Bank Mandiri Tbk sebelumnya fokus pada kredit korporasi dan ingin menggenjot kredit di segmen konsumer.
Akan tetapi, segmen konsumer sendiri, PT Bank Mandiri Tbk hanya kuat di kredit pemilikan rumah (KPR). Sedangkan menurut Frederik, Bank Permata cukup kuat di kredit konsumer secara keseluruhan.
"Jadi akuisisi tersebut memiliki dampak perluasan pagsa pasar kredit konsumer," ujar dia.
PT Bank Mandiri Tbk membukukan laba bersih naik 21,1 persen menjadi Rp 25 triliun pada 2018. Laba itu juga ditopang pendapatan bunga bersih dan premi bersih naik 5,28 persen menjadi Rp 57,3 triliun.
Pendapatan non bunga naik 20,1 persen menjadi Rp 28,44 triliun. Kredit Bank Mandiri menguat 12,4 persen menjadi Rp 820 triliun.
Pada 2018, perseroan membukukan pertumbuhan kredit didorong dua segmen yaitu korporasi dan ritel terutama kredit mikro dan konsumer. Pada 2018, pembiayaan segmen korporasi mencapai Rp 325,8 triliun atau naik 23,3 persen.
Kredit segmen ritel tumbuh 10,52 persen menjadi Rp 246,6 triliun. Untuk segmen mikro, perseroan membukukan kredit tumbuh 23 persen menjadi Rp 102,4 triliun. Sedangkan kredit konsumer yang disalurkan Bank Mandiri mencapai Rp 87,4 triliun pada 2018.
Kredit tersebut tumbuh 11,6 persen. Selain itu, Bank Mandiri salurkan kredit usaha rakyat (KUR) naik 100,11 persen dari target menjadi Rp 17,58 triliun. Hingga Desember 2018, perseroan menyalurkan KUR Rp 65,91 triliun.
Sementara itu, PT Bank Permata Tbk membukukan laba bersih tumbuh 20 persen year on year (YoY) menjadi Rp 901,25 miliar pada 2018. Perseroan mencatatkan kredit tumbuh 9 persen secara YoY menjadi Rp 106,6 triliun pada 2018 dari periode sebelumnya Rp 97,6 triliun.
Kredit tersebut disumbangkan dari dua segmen bisnis Bank Permata yaitu ritel banking sebesar 9 persen dan wholesale banking 10 persen. Perseroan juga menjaga rasio kredit bermasalah atau NPL dengan rasio NPL gross dan NPL net per Desember 2018 membaik menjadi 4,4 persen dan 1,7 persen pada 2018.
Advertisement
Saham Bank Permata Melonjak 55,20 Persen Sepanjang 2019
Ada kabar akuisisi saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mendorong saham Bank Permata cenderung menguat sepanjang tahun berjalan 2019.
Mengutip data RTI, saham Bank Permata naik 55,20 persen ke posisi Rp 970 per sahamhingga perdagangan Kamis 11 April 2019. Saham Bank Permata sempat berada di level tertinggi 1.280 dan terendah 595 per saham.
Total volume perdagangan saham sekitar 6,99 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 7 triliun. Total frekuensi perdagangan saham 258.975 kali.
Sementara itu, saham PT Bank Mandiri Tbk hanya naik tipis. Saham PT Bank Mandiri Tbk naik 0,34 persen ke posisi 7.400 persen hingga perdagangan Kamis 11 April 2019.
Saham BMRI sempat berada di level tertinggi 8.050 per saham dan terendah 6.650 per saham.
Total volume perdagangan saham sekitar 4,29 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 31,6 triliun. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 472.147 kali.
Standard Chartered Beri Sinyal Lepas Saham Bank Permata
Sebelumnya, Standard Chartered beri sinyal untuk melepas saham Bank Permata. Standard Chartered berniat divestasi atau jual saham sekitar 45 persen sahamnya di Bank Permata. Pihaknya akan mereklasifikasi kepemilikannya sebagai non-inti.
Mengutip laman FT, Selasa (26/2/2019), Standard Chartered menyampaikan hal itu bersamaan dengan rencana strategis baru untuk meningkatkan laba menjadi lebih dari 10 persen pada 2021 dari level saat ini sekitar lima persen.
Standard Chartered juga akan restrukturisasi operasinya di sejumlah negara antara lain Korea Selatan, Indonesia, Arab Saudi dan India.
Sementara itu, Channel News Asia menyebutkan, Standard Chartered Plc mengatakan akan pangkas biaya USD 700 juta dan keluar dari bisnis yang lebih kecil. Ini sebagai bagian dari perbaikan strategi tiga tahun yang dorong pertumbuhan. Dengan dorong pertumbuhan pendapatan dan divestasi akan hasilkan modal surplus inti.
"Kami akan mencapai ini melalui fokus tanpa henti di mana kami memiliki keunggulan kompetitif yang berbeda, melawan sebab hal yang memberikan tingkat pengembalian yang rendah dan meningkatkan inovasi dan produktivitas," ujar Chief Executive Standard Chartered, Bill Winters seperti dikutip dari laman Channel News Asia.
Berdasarkan data RTI, 31 Januari 2019, kepemilikan saham Bank Permata antara lain Standard Chartered Bank sebesar 44,56 persen, PT Astra International Tbk sebesar 44,56 persen dan publik sebesar 10,88 persen.
PT Bank Permata Tbk (BNLI) adalah hasil merger lima bank yakni Bank Bali, Bank Universal, Bank Arthamedia, Bank Patriot, Bank Prima Ekspress pada 2002.
Mengutip Guardian, Standard Chartered bersama PT Astra International Tbk kemudian mengambilalih pada 2004. Dua institusi tersebut dinyatakan sebagai pemenang untuk 51 persen saham Bank Permata milik pemerintah pada saat itu.
Standard Chartered Bank mengalahkan tawaran lainnya yang diajukan Australia and New Zealand Banking Corporation dengan partner lokal PT Bank Pan Indonesia, Malayan Banking dan Malaysia Commerce Bank.
Advertisement