Harapan Pemulihan Ekonomi AS Menguat, Indeks Saham S&P 500 Cetak Rekor

Pada penutupan perdagangan wall street, Jumat, 26 Maret 2021, indeks saham Dow Jones naik 453,40 poin atau 1,4 persen menjadi 33.072,88.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Mar 2021, 06:28 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2021, 06:28 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat menjelang akhir pekan seiring pembukaan kembali ekonomi mendorong kenaikan sejumlah saham. Penguatan wall street ini terjadi setelah alami pekan yang bergejolak.

Pada penutupan perdagangan wall street, Jumat, 26 Maret 2021, indeks saham Dow Jones naik 453,40 poin atau 1,4 persen menjadi 33.072,88. Indeks saham S&P 500 naik 1,7 persen menjadi 3.974,54. Indeks saham Nasdaq bertambah 1,2 persen ke posisi 13.138,72.

Tiga indeks saham acuan tersebut melonjak ke level tertinggi. Penguatan wall street didukung dari saham Apple, dan sektor saham bank, energi, dan material.

Sentimen lainnya yang pengaruhi indeks saham acuan menyusul Presiden AS Joe Biden mengumumkan untuk mendistribusikan 200 juta suntikan vaksin COVID-19 dalam 100 hari pertamanya. Hingga Jumat, 26 Maret 2021, 100 juta vaksinasi COVID-19 telah diberikan sejak Biden dilantik.

Selain itu, saham keuangan naik setelah bank sentral AS atau the Federal Reserve mengumumkan bank dapat melanjutkan pembelian kembali saham dan menaikkan dividen mulai akhir Juni 2021.

Bank sentral awalnya mengatakan akan mencabut pembatasan era pandemi COVID-19 pada kuartal I 2021. Saham JPMorgan naik 1,7 persen, sementara itu saham Bank of America menguat 2,7 persen.

Kekhawatiran kenaikan inflasi mereda setelah data menunjukkan tekanan harga yang lembut. Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi naik 0,1 persen.

"Data deflator PCE yang lebih lembut dari perkiraan mendukung gagasan bahwa imbal hasil treasury kemungkinan akan konsolidasi dalam jangka pendek. Semakin rendah garis dasar inflasi, semakin mudah pasar untuk yakin lonjakan tekanan harga yang akan datang akan bersifat sementara,” ujar Analis Senior Oanda, Edward Moya seperti dilansir dari CNBC, Sabtu (27/3/2021).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Indeks Saham Acuan Utama AS Bervariasi

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun turun dari level tertinggi setelah rilis data inflasi. Suku bunga acuan naik enam basis poin menjadi 1,67 persen.

Di sisi lain, sentimen konsumen di Amerika Serikat terus meningkat di tengah peluncuran vaksin COVID-19. Berdasarkan survei Universitas Michigan yang dirilis menunjukkan pembacaan akhir dari indeks sentimen konsumen adalah 84,9 pada Maret, naik dari posisi 76,8 pada Februari. Ekonom mengharapkan 83,7, berdasarkan survei yang dilakukan Dow Jones.

Pada pekan ini, indeks saham Dow Jones dan S&P 500 masing-masing naik 1,4 persen dan 1,6 persen. Sementara itu, indeks saham Nasdaq melemah 0,6 persen.

Reli pasar telah melambat pada beberapa pekan terakhir karena kenaikan suku bunga dan kekhawatiran terhadap saham teknologi.

"Pasar terasa lebih sulit akhir-akhir ini, dan ini mungkin menjadi lebih normal saat kita memasuki tahun kedua pemulihan,” ujar Chief Investment Officer Raymond James, Larry Adam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya