Wall Street Menguat, Saham Teknologi Angkat Indeks S&P 500

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 naik 0,4 persen ke posisi 3.972,89 setelah melompat 0,9 persen untuk mencapai rekor tertinggi baru intraday.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Apr 2021, 05:55 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2021, 05:55 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan saham Rabu, 31 Maret 2021.

Bahkan wall street menutup kuartal I 2021 dengan performa kinerja saham yang tinggi seiring investor kembali beralih ke sektor saham teknologi sambil menimbang rencana belanja besar infrastruktur Presiden AS Joe Biden.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks saham S&P 500 naik 0,4 persen ke posisi 3.972,89 setelah melompat 0,9 persen untuk mencapai rekor tertinggi baru intraday. Indeks saham Nasdaq melonjak 1,5 persen menjadi 13.246,87 didorong saham Apple, Microsoft, Facebook. Saham teknologi itu masing-masing naik 1,6 persen.

Sementara itu, indeks saham Dow Jones melemah 85,41 poin atau 0,3 persen menjadi 32.981,55. Indeks saham Dow Jones dan S&P 500 masing-masing naik 6,6 persen dan 4,3 persen pada Maret 2021. Performa indeks saham tersebut mencatatkan kinerja terbaik sejak November.

Selama kuartal I 2021, indeks saham Dow Jones dan S&P 500 masing-masing naik 7,8 persen dan 5,8 persen. Indeks saham Nasdaq mencatat kinerja buruk karena saham teknologi sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga karena bergantung pada pinjaman uang murah untuk investasi dalam pertumbuhan ke depan.

Pada Maret 2021, indeks saham teknologi menguat 0,4 persen. Sedangkan selama kuartal I 2021, indeks saham Nasdaq naik 2,8 persen.

Presiden AS Joe Biden mengungkap rencana mengenai paket belanja infrastruktur sebesar USD 2 triliun pada Rabu pekan ini. Biden akan menaikkan tarif pajak perusahaan menjadi 28 persen untuk membiayai program infrastruktur tersebut.

Kenaikan pajak dikombinasikan dengan sejumlah langkah yang dapat mengurangi laba untuk mendanai rencana infrastruktur dalam 15 tahun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Investor Khawatir

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Mengutip CNBC, Kamis (1/4/2021),  Direktur Goldman Sachs, Chris Hussey menuturkan, investor melakukan aksi jual berdasarkan berita tentang rencana infrastruktur Presiden Biden dan menjauhkan diri dari penerima manfaat seperti infrastruktur, energi, material, industri dan sektor sarat teknologi yang telah diuntungkan dari pandemi COVID-19.

“RUU itu sebagian besar sejalan dengan harapan dan dipenuhi dengan ekspektasi dan dipenuhi dengan ketidakpedulian oleh pasar saham yang mungkin telah memperdagangkan pengeluaran ini selama berminggu-minggu,” ujar Chris.

Sektor saham siklikal termasuk energi, material, keuangan dan industri mencatat kerugian pada Rabu, 31 Maret 2021. Sementara itu, sektor saham teknologi S&P 500 naik 1,5 persen.

Sejumlah investor khawatir mengenai dampak negatif dari pajak perusahaan yang lebih tinggi dan kenaikan inflasi di tengah stimulus fiskal yang masif.

“Stimulus ekonomi tidak lagi 100 persen bermanfaat 100 persen di pasar,” ujar Tom Essaye, Pendiri Sevens Report dalam catatannya.

Ia menuturkan, hal tersebut akan mendorong imbal hasil obligasi lebih tinggi. Selain itu, harapan kenaikan inflasi, mengurangi gagasan the Federal Reserve akan menahan kebijakannya pada 2021.

“Selain itu, semua stimulus ini digunakan untuk mengimbangi dan mengantarkan dalam kenaikan pajak pada individu, perusahaan dan investasi,” ujar dia.

Imbal Hasil Obligasi Cenderung Mendatar

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun cenderung mendatar dan diperdagangkan di kisaran 1,73 persen setelah membukukan kinerja tertinggi dalam 14 bulan di 1,77 persen.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun telah meningkat pada 2021 di tengah peluncuran program vaksinasi COVID-19 yang kaut dan harapan pemulihan ekonomi.

Di sisi lain, gaji swasta pada Maret 2021 berkembang pada laju tercepat sejak September 2020 dengan perusahaan menambahkan 517.000 pekerja untuk bulan tersebut. Data tersebut termasuk lonjakan yang sehat dengan jumlah 176.000 pada Februari, angka ini di bawah perkiraan Dow Jones sebesar 525.000.

Investor menunggu laporan pekerjaan utama pada Maret 2021 untuk menilai keadaan pemulihan pasar tenaga kerja. Ekonom memperkirakan 630.000 pekerjaan ditambahkan pada Maret 2021. Tingkat pengangguran turun menjadi 6 persen dari 6,2 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya