Sembako hingga Pasir Bakal Kena PPN, Apa Dampaknya ke Emiten?

Sejumlah bahan pokok akan dikenakan PPN. Dengan ada rencana itu apa dampaknya terhadap emiten?

oleh Agustina MelaniPipit Ika Ramadhani diperbarui 10 Jun 2021, 21:34 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2021, 21:33 WIB
IHSG Dibuka di Dua Arah
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB, IHSG masih naik, namun tak lama kemudian, IHSG melemah 2,3 poin atau 0,05 persen ke level 5.130, 18. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sejumlah bahan pokok (sembako). Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Merujuk pada baleid tersebut, setidaknya ada 13 kategori sembako yang akan dikenai PPN, salah satunya beras dan gabah. 

Rencana ini mengundang berbagai respons dari banyak pihak. Lantaran, sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Head of Invesment Research PT Infovesta Utama, Wawan Hendrayana menuturkan, rencana pengenaan PPN tersebut akan menambah harga yang dibayar konsumen dan berdampak terhadap emiten ritel.

Di sisi lain, ia menilai, pengenaan PPN tersebut sebagai upaya pemerintah untuk menambah pendapatan.  Meski demikian, ia menuturkan, saat ini skema penerapan PPN tersebut belum jelas.

"Secara teori tentunya ini akan menambah harga yang dibayar konsumen, memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat akan berpengaruh terutama untuk emiten ritel. Namun, saat ini masih wait and see, karena skema yang dikenakan belum jelas,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, Kamis (10/6/2021).

Ia menambahkan, salah satu emiten yang terkena dampak jika rencana itu diberlakukan terutama yang fokus pada sembako, salah satunya PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI).

Saat diminta tanggapan mengenai rencana penerapan PPN termasuk untuk beras, Investor Relations PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI), Dion Surijata masih enggan memberikan tanggapan terkait rencana tersebut lantaran masih belum ada detil penerapannya.

"Kita masih melihat juklaknya dulu, karena masih wacana,” kata dia kepada Liputan6.com, Kamis, 10 Juni 2021.

HOKI adalah salah satu pemain utama dalam pengolahan dan distribusi beras premium di Indonesia. Berdiri pada 16 September 2003, Perseroan memproduksi dan melakukan perdagangan beras dengan merek utama HOKI dan Topi Koki.

Perseroan mengoperasikan dua fasilitas produksi yang berlokasi di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, serta di Subang, Jawa Barat. Perseroan menyewa fasilitas produksi yang berlokasi di Jakarta dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sementara fasilitas produksi Subang dimiliki Perseroan dengan kapasitas produksi 30 ton per jam dan sedang ditambah menjadi 50 ton per jam pada 2019.

Sepanjang 2020, HOKI mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan. Merujuk pada laporan keuangan yang dilaporkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Perseroan mencatatkan penjualan dan pendapatan usaha sebesar Rp 1,17 triliun. Secara tahunan angka ini menyusut dari Rp 1,65 di 2019. Sejalan dengan itu, Perseroan berhasil menekan beban pokok penjualan menjadi Rp 1,03 triliun dari sebelumnya Rp 1,41 triliun.

Dari raihan tersebut, Perseroan mencatatkan laba tahun berjalan sebesar Rp 38,04 miliar. Pencapaian laba itu merosot sekitar 63,32 persen dari laba tahun berjalan sebelumnya sebesar Rp 103,72 miliar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Sembako hingga Pasir Bakal Kena PPN 12 Persen, Ini Daftar Lengkapnya

Ilustrasi – Beras Bansos Covid-19. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Beras Bansos Covid-19. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Sebelumnya, Pemerintah berencana akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako). Ketentuan PPN sembako ini telah diterbitkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Mengacu Pasal 4A RUU KUP, Kamis (10/6/2021), sembako dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, antara lain:

1. Beras dan Gabah

2. Jagung

3. Sagu

4. Kedelai

5. Garam Konsumsi

6. Daging

7. Telur

8. Susu

9. Buah-buahan

10. Sayur-sayuran

11. Ubi-ubian

12. Bumbu-bumbuan

13. Gula Konsumsi

Hasil Tambang

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Tidak hanya sembako, jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya juga kini dihapus dari daftar pengecualian PPN.

Seperti dikutip dari PP Nomor 144/2000, berikut daftar hasil pertambangan/pengeboran yang akan dikenakan PPN:

1. Minyak Mentah (crude oil)

2. Gas Bumi

3. Panas Bumi

4. Pasir dan Kerikil

5. Batubara sebelum diproses menjadi Briket Batubara

6. Bijih Besi, Bijih Timah, Bijih Emas, Bijih Tembaga, Bijih Nikel, dan Bijih Perak serta Bijih Bauksit

Adapun besaran tarif PPN seperti diatur dalam Pasal 7 RUU KUP adalah 12 persen. Tarif PPN sendiri dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya