Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) telah menggelar pertemuan dua hari pada 15-16 Juni 2021. The Fed memberi sinyal akan menaikkan suku bunga pada 2023. Lalu bagaimana dengan sentimen pengurangan pembelian obligasi AS atau tapering the Fed?
Pekan ini, PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk masih menyoroti tapering the Fed dan dampaknya ke bursa saham. Salah satu yang jadi pertanyaan apakah the Fed mengedepankan tapering?
Selama dua bulan ini, tapering menjadi perhatian investor. Selama pertemuan federal open market committee (FOMC) atau dewan rapat kebijakan bank sentral AS, Ketua The Fed Jerome Powell masih mengusulkan hal itu akan menjadi tepat untuk mempertimbangkan mengumumkan rencana mengurangi aset pada pertemuan berikutnya, jika data memungkinkan. “Memberi kejutan untuk nada hawkish,” demikian mengutip dari laporan Ashmore, Minggu (20/6/2021).
Advertisement
Baca Juga
Lalu apa yang bisa diharapkan selanjutnya?
Dengan bertambahnya perkiraan produk domestik bruto (PDB) dan inflasi menjadi tiga persen pada 2021. Kemudian inflasi 2,1 persen pada 2022 dan 2023. Namun, Powell menilai, inflasi tinggi masih sementara. Di sisi lain,inflasi berisiko lebih tinggi seiring permintaan naik lebih cepat dari pasokan.
The Fed juga mengakui kekuatan tenaga kerja mungkin terganggu lebih lama, sementara di sana masih cukup kendur.
Tingkat pensiun lebih cepat dan faktor lain mungkin membuat sulit untuk kembali ke posisi sebelum pra pandemi COVID-19 untuk tingkat pekerjaan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Apa Dampaknya untuk Indonesia?
Lalu bagaimana dengan pandangan dot plot?
Ada harapan dua kali kenaikan suku bunga pada 2023, dan dua titik pada 2022 yang juga menunjukkan kenaikan. Powell juga menekankan titik plot tentu saja proyeksi individu, bukan ramalan komite dan rencana harus diambil.
Selain itu, kenaikan suku bunga juga tidak fokus komite. "Powell mengatakan membicarakan lepas landas sekarang akan sangat prematur, itu tidak masuk akal,"
Kemudian apa dampaknya untuk pasar obligasi dan Indonesia?
Pernyataan The Fed mengejutkan dan mendorong kenaikan imbal hasil. Namun, sejak itu, imbal hasil lebih tenang.Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mencapai 1,58 persen dan ditutup pada pekan ini di kisaran 1,49 persen. Imbal hasil obligasi bertenor 30 tahun mencapai 2,21 persen, dan turun menjadi 2,07 persen.
"Ini menyiratkan obligasi jangka panjang cenderung mendatar, menunjukkan kinerja lebih baik dalam durasi panjang vs pendek. Diharapkan ini tercermin dalam pergerakan imbal hasil obligasi Indonesia. Kami mempertahankan strategi durasi panjang kami untuk obligasi,” tulis Ashmore.
Advertisement