Kasus COVID-19 hingga The Fed Masih Bayangi Pasar Modal, Intip Saham Pilihan pada 2022

Analis menyampaikan sejumlah sentimen yang akan bayangi pasar saham pada 2022. Yuk, simak ulasannya.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 29 Des 2021, 21:13 WIB
Diterbitkan 29 Des 2021, 21:13 WIB
FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - 2021 akan segera berakhir dalam hitungan hari. Pada 2022, berbagai resolusi termasuk target capaian kembali disusun dengan penuh optimisme, meski masih dibayangi pandemi COVID-19.

Jika tahun ini memiliki tema besar ‘Pemulihan Ekonomi’, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menyebut tahun depan sebagai ’Tahun Harapan’.

"2022 judulnya lebih kepada tahun harapan. Harapan indeksnya hijau, pandemi berakhir, dan yang paling penting harapan pemulihan ekonomi terus berkelanjutan supaya bisa menunjukkan pertumbuhan ekonomi di 2022,” kata Nico kepada Liputan6.com, Rabu (29/12/2021).

Namun begitu, dengan pandemi yang belum bisa dipastikan kapan akan usai, Nico mengatakan masih ada sejumlah kemungkinan yang dapat menjagal pertumbuhan ekonomi tahun depan. Di antaranya penguncian sosial atau lockdown yang berpotensi kembali terjadi jika kasus covid-19 kembali meningkat.

"Ini yang jadi mengganggu upaya pemulihan ekonomi, Jadi sejauh mana pemerintah di masing masing negara mampu untuk mengendalikan covid-19, sejauh itu pula optimisme pasar akan tetap ada, ekspektasi dan harapan di pasar tetap ada,” tutur dia.

Dari sisi global, pelaku pasar mencermati kemungkinan The Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga minimal dua kali atau maksimal empat kali. Selain itu, juga ada isu taper tantrum yang dilakukan sejumlah bank sentral. Meski dinilai memiliki dampak terbatas untuk pasar modal tanah air, tetapi Nico mengatakan volatilitas akan tetap terjadi.

"Kita sebagai negara emerging market lagi-lagi sebelum upaya pemulihan usai, kita sudah harus berjibaku dengan kenaikan tingkat suku bunga. Termasuk banyak yang mengatakan dampak taper tantrum terbatas. Tentu, tapi volatilitas akan tetap ada,” ujar Nico.

Nico mengatakan, jika The Fed menaikkan tingkat suku bunga, otomatis dolar Amerika Serikat akan menguat. Sementara dari dalam negeri, Nico mengatakan berbagai indikator sudah menunjukkan ada perbaikan.

Namun sekali lagi, yang menjadi perhatian adalah keberlanjutan dari pemulihan ekonomi, mengingat pandemi yang masih berlangsung, bahkan muncul varian baru Omicron.

Analis sucor Sekuritas, Hendriko Gani menyebutkan hal lain yang menjadi sentimen bagi negara berkembang seperti Indonesia yakni inflasi, selain perbaikan ekonomi usai pandemi COVID-19.

"Inflasi yang sedang terjadi di mayoritas negara di seluruh dunia serta potensi terjadinya inflasi di Indonesia akibat tingginya harga komoditas dan juga potensi terjadinya perbaikan permintaan dari perbaikan ekonomi,” ujar Hendriko.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saham Pilihan

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Pada hari ini, IHSG melemah pada penutupan sesi pertama menyusul perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dengan kondisi tersebut, Hendriko menjagokan sektor perbankan untuk tahun depan. Dia menuturkan, dengan pertumbuhan ekonomi saat ini, ada potensi loan growth yang meningkat. Sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan dan laba dari emiten perbankan.

"Yang menarik menurut saya BBNI, BMRI, BBNI, BNGA dan BBTN,” bebernya.

 Sementara Nico memilih beberapa sektor yang menarik untuk diperhatikan tahun depan. Di antaranya finance, teknologi,  infrastruktur, consumer non cyclical dan basic material.

Untuk finance, Niko menyebutkan ada BBCA dan BMRI. SMGR untuk sektor basic material. Sementara sektor consumer non cyclical ada ICBP dan AALI, untuk consumer cyclical. Serta sektor infrastruktur ada TLKM, TBIG, dan JSMR.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya