Mengintip Kinerja Emiten di Balik Serial Layangan Putus

Layangan Putus adalah serial orisinil dari WeTV, yang diproduksi MD Entertainment melalui anak usahanya MD Pictures Tbk (FILM).

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 08 Jan 2022, 20:42 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2022, 20:42 WIB
Reza Rahadian dan Putri Marino.
Reza Rahadian dan Putri Marino membintangi web series viral Layangan Putus. (Foto: Instagram @putrimarino)

Liputan6.com, Jakarta - Serial Layangan Putus sukses menjadi salah satu serial yang populer sejak akhir tahun lalu. Bahkan, salah satu adegan dalam serial ini sempat viral dan menjadi meme. Meme serial Layangan Putus tersebut bahkan menjalar hingga pasar modal.

Serial tersebut tayang perdana pada 26 November 2021. Layangan Putus adalah serial orisinil dari WeTV, yang diproduksi MD Entertainment melalui anak usahanya PT MD Pictures Tbk (FILM).

Pada 2022, Perseroan telah menyiapkan lima judul WeTV Original terbaru. Tiga di antaranya merupakan musim kedua dari seri yang sudah ada. Antara lain; Mozachiko, Tilik The Series, My Lecturer My Husband Season Two, Kisah Untuk Geri Season Two dan Antares Season Two.

"Walaupun kondisi pandemi bukanlah kondisi yang ideal, kami berkomitmen untuk terus menyediakan konten beragam dan berkualitas bagi pemirsa untuk streaming dengan aman dimana pun mereka berada, bahkan dalam kurun waktu satu tahun, MD telah berhasil menjadi pelopor dalam revolusi hiburan digital di Indonesia," kata CEO & Founder MD Entertainment, Manoj Punjabi, dikutip dari keterbukaan informasi Bursa, Sabtu (8/1/2022).

WeTV sendiri dimiliki oleh Tencent. Perusahaan induk konglomerat teknologi multinasional China, Tencent Holdings telah menjadi salah pemegang saham (investor) minoritas Perseroan yang diumumkan melalui keterbukaan informasi Bursa pada Oktober 2021.

Selain serial original yang tayang di WeTV, film Makmum 2 yang dirilis pada akhir tahun lalu berhasil memecahkan rekor box office film Indonesia sepanjang tahun 2021 dengan jumlah penonton tertinggi pada hari pembukaan.

Makmum 2 diakui sebagai film Indonesia dengan pendapatan kotor tertinggi pada hari pembukaan sepanjang 2021.

Dengan 46.815 tiket yang terjual pada hari pertama, dan lebih dari 220.000 tiket yang telah terjual selama 4 hari pertama, keberhasilan film ini di box office memberikan harapan kalau penonton bioskop Indonesia sudah mulai pulih.

“Berjalan bersamaan dengan distribusi digital dan pertumbuhan perusahaan, pulihnya Bioskop merupakan tanda yang sangat positif bagi MD Pictures dan industri film Indonesia,” kata Manoj.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kinerja Perseroan

Ilustrasi resmi Layangan Putus. (Foto: Dok. RDM)
Ilustrasi resmi Layangan Putus. (Foto: Dok. RDM)

Pada perdagangan Jumat, 7 Januari 2022, saham FILM ditutup stagnan pada level Rp 840 per lembar saham, dengan leverl tertinggi di 880 dan terendah di 815. Saham FILM terkoreksi 50 poin atau 5,62 persen (ytd) sejak awal tahun ini.

Namun, secara tahunan atau year on year (yoy), saham FILM telah naik 646 poin atau 332,99 persen. Berdasarkan laporan keuangan per September 2021, MD Pictures berhasil membalikkan neraca keuangannya dengan mencatatkan laba bersih yang daat datribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 21,94 miliar.

Berbanding terbalik dengan perolehan pada periode yang sama tahun lalu, yakni rugi Rp 44,25 miliar. Keberhasilan MD Pictures untuk memutar keadaan tidak terlepas dari kesuksesan bisnis digitalnya. Hal ini terlihat dari angka penjualan per September 2021 yang naik 117,3 persen menjadi Rp 183 miliar.

Sedangkan per September 2020, perusahaan hanya membukukan penjualan Rp 84,2 miliar. Rinciannya, total penjualan film tercatat tumbuh 148,2 persen menjadi Rp 164,94 miliar.

Kontribusi terbanyak datang dari penjualan film digital, yakni Rp 157,02 miliar atau sekitar 95 persen dari total penjualan film MD Pictures. Posisi kedua ada penjualan film stasiun televisi yang naik 25,5 persen menjadi Rp 4,67 miliar.

Namun, pendapatan untuk bisnis penjualan film layar lebar merosot 81,3 persen menjadi Rp 3,24 miliar. Padahal periode September 2020, bisnis ini menjadi penyumbang penjualan terbesar kedua, setelah penjualan digital.

Sementara itu, untuk bisnis sewa bangunan per September 2021 menurun 4,3 persen menjadi Rp 13,5 miliar. Sedangkan untuk pendapatan dari sewa alat shooting tumbuh 24,5 persen menjadi Rp 4,6 miliar.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya