Liputan6.com, Jakarta - Harga batu bara diperkirakan tetap tinggi pada 2022 seiring kebutuhan komoditas tersebut lebih besar dari dan keberhasilan mengendalikan COVID-19.
Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGN (PGAS) Arcandra Tahar saat acara PGN Energy Economic Outlook 2022, Rabu (12/1/2022).
Baca Juga
"Harga batu bara kemungkinan besar tetap tinggi USD 70 per ton. Kenapa? Secara kebutuhan ternyata tahun ini ada kebutuhan lebih tinggi dari pada pra pandemi,” ujar Arcandra.
Advertisement
Ia mengatakan, kebutuhan batu bara lebih tinggi itu karena PLTU baru masuk ke pasar China sangat besar terutama pada 2020 dan lima tahun mendatang.
Selain itu, pengendalian terhadap kasus COVID-19 juga menjadi salah satu faktor yang pengaruhi harga energi termasuk batu bara. Faktor lainnya, menurut Arcandra yaitu konsumsi energi sangat besar di China dan India.
"60 persen konsumsi batu bara di dunia yaitu India dan China. China butuh sumber energi murah agar produk bisa bersaing di luar. Bahwa primariy Presiden China tak investasi lagi di PLTU di luar China harapan bagus, penambahan PLTU sangat signifikan, kebutuhan coal akan tetap tinggi 2022,” tutur dia.
Selain itu, Arcandra menuturkan, faktor hubungan dagang China dan Australia. Salah satu pemicu krisis energi di Eropa karena China tak mau beli batu bara dari Australia.
"Terjadi shortage, dulu Kanada dan AS suplai ke Eropa, karena China shortage, AS jual ke China, Eropa kekurangan sehingga batu bara tembus USD 120 per ton,” kata dia.
Arcandra menuturkan, harga batu bara juga tergantung negara produsen untuk dongkrak produksi batu bara secara cepat di Indonesia dan Australia.
"Mungkinkah Indonesia tingkatkan produksi. China memiliki cadangan terbesar batu bara keempat di dunia. Kenapa tidak eksplore sendiri? Mereka eksplore namun kontrol ketat dari environment sehingga China belum mampu penuhi kemampuan batu bara sendiri," kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
EV dan Energi Terbarukan
Sementara itu, kebutuhan dunia terhadap Electric Vehicle (EV) akan terus meningkat, tapi tidak seperti yang diharapkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut di antaranya adalah subsidi dan insentif yang diberikan oleh beberapa negara untuk meningkatan jumlah pengguna EV sudah mulai berkurang. Perang insentif antar negara producer EV dalam rangka melindungi industri dalam negeri masing masing negara juga akan berdampak pada pertumbuhan EV.
Dalam keterangan tertulis, Arcandra menuturkan, energi terbarukan akan tetap tumbuh seiring dengan penerapan pajak karbon atau dagang karbon. Beberapa negara akan mulai membuat aturan tentang pajak karbon dan ada kemungkinan pajak karbon atau harga karbon yang di perdagangkan pada tahun 2022 akan terus meningkat.
Salah satu catatan penting dari pajak karbon adalah mahalnya harga komoditas yang terkena pajak sehingga akan berakibat kepada inflasi.
Advertisement