Trivia Saham: Mengenal Growth Stock, Kriteria dan Risikonya

Sejumlah ciri yang dapat dilihat dari growth stock yaitu pertumbuhan pendapatan dan prospek bisnisnya.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Jan 2022, 18:29 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2022, 18:29 WIB
FOTO: IHSG Akhir Tahun Ditutup Melemah
Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketika investasi saham, ada sejumlah pertimbangan dan faktor yang pengaruhi untuk memilih dan membeli saham. Salah satunya dengan memilih saham value stock dan growth stock.

Kali ini trivia saham membahas mengenai growth stock. Mengutip laman Investopedia, Minggu (16/1/2022),  growth stock merupakan saham perusahaan yang diantisipasi untuk tumbuh signifikan di atas rata-rata pertumbuhan pasar.

Saham-saham ini umumnya tidak membagikan dividen. Hal ini karena saham emiten yang masuk growth stock menginvestasikan kembali setiap pendapatan yang diperoleh untuk percepatan pertumbuhan dalam jangka pendek.

Ketika investor investasi pada saham yang sedang tumbuh atau growth stock antisipasi akan mendapatkan untung atau capital gain dari kenaikan saham saat menjualnya ke depan.

"Growth stock fokus pada saham yang sedang bertumbu. Ini yang bertumbuhnya apa, bisa pendapatan, aset, penjualan. Selama perusahaan yang masih bertumbuh jadi driver investor beli saham itu,” ujar Head of Research PT Infovesta Utama, Wawan Hendrayana saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu (16/1/2022).

Ia menuturkan, growth stock sedang tumbuh dan menarik tetapi jarang murah. Akan tetapi, investor mempertimbangkan selama perusahaan itu tumbuh. Hal ini berbeda jika value stock yang memakai price earning ratio (PER) dan price book value (PBV) untuk menentukan saham tersebut murah atau tidak. Namun, Wawan menilai, saham tersebut murah juga ada penyebabnya antara lain kemungkinan penjualan perusahaan turun dan prospek bisnis belum cerah.

"Jadi saham murah harus long term baru bisa bergerak ada sentimen yang gerakkan ada kenaikan penjualan dan diakuisisi pihak lain. Kalau growth stock sedang tumbuh, jadi entah kebetulan tumbuh atau ekspektasinya tumbuh,” tutur dia.

Wawan mencontohkan, saham teknologi dan bank digital didorong harapan yang tumbuh tetapi fundamental belum terlihat. Akan tetapi, persepsi investor terhadap kinerja emiten itu akan tumbuh di atas rata-rata industri sehingga dianggap growth stock.

Mengutip laman Investopedia, growth stock dapat muncul di sektor dan industri apapun. Biasanya diperdagangkan dengan rasio PER yang tinggi. Emiten yang masuk growth stock ini kemungkinan tidak memiliki penghasilan pada saat ini tetapi diharapkan pada masa depan.

”Growth stock valuasi tidak menjadi fokus. Valuasi itu biasanya berdasarkan kinerja saat ini, kalau growth dilihat pendapatan masa depan,” ujar dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ciri dan Risiko

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung mengabadikan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Wawan menyebutkan, ciri dari growth stock ini memang dilihat dari tren pertumbuhan pendapatan. "Kalau setiap tahun bisa tumbuh di atas 15 persen rata-rata bisa masuk growth stock. Ini salah satu cara melihat tidak harus selalu 15 persen, salah satu caranya melihat dari rata-rata industrinya,” kata dia.

Selain pertumbuhan pendapatan, Wawan menilai, saat investor memilih growth stock untuk mempertimbangkan prospek bisnisnya. Akan tetapi, ia menuturkan, pergerakan saham juga tidak selamanya masuk growth stock dan value stock seiring tren prospek bisnisnya. Ia mencontohkan saat ini seperti sektor batu bara.

"Tren kenaikan pendapatan sejalan dengan sektor dan bisnisnya. Kalau bicara dengan komoditas batu bara, sebelum 2020-2019 masuk value stock karena harga batu bara turun terus. Masuk 2020-2021 masuk growth stock karena harga batu bara naik, pendapatan naik signifikan masuk growth stock,” kata dia.

Wawan menuturkan, investor pemula juga dapat mempertimbangkan growth stock. Namun, ia mengingatkan investor pemula untuk lebih mengetahui bisnis dari saham yang dipilihnya.

"Lebih baik pilih saham yang dipahami bisnisnya,"tutur dia.

Adapun investasi di growth stock tersebut juga memiliki risiko. Hal ini lantaran biasanya tidak menawarkan dividen. Salah satunya kesempatan yang dimiliki investor untuk mendapatkan keuntungan dari investasinya melalui capital gain saat menjual saham.

"Jika perusahaan tidak melakukannya dengan baik, investor akan merugi pada saat menjual,” demikian mengutip dari Investopedia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya