Menakar Prospek Saham GoTo

PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk atau GoTo menawarkan harga saham perdana Rp 316-Rp 346 per saham.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 18 Mar 2022, 07:48 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2022, 19:37 WIB
GoTo
Gojek, platform layanan on-demand dan perusahaan teknologi Tokopedia di Indonesia mengumumkan pembentukan grup GoTo.

Liputan6.com, Jakarta - PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk menggelar penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Langkah IPO GoTo Gojek Tokopedia ini memakai peraturan baru tentang saham dengan hak suara multipel (SDHM) yang telah ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Adapun harga penawaran saham GoTo Rp 316-Rp 346 per saham. Dengan demikian, dana IPO yang akan diraih sebanyak-banyaknya Rp 15,2 triliun dengan tambahan Rp 2,3 triliun dari greenshoe. Lantas, bagaimana mengenai prospek saham IPO GoTo?

"GoTo bisa dibilang saat ini menjadi pemimpin pasar di setiap lini bisnisnya dan didukung keunggulan sinergi dan efek jaringan dalam ekosistem besar yang terintegrasi mulai dari Gojek, Tokopedia, dan GoTo Finansial termasuk GoPay. Grup GoTo memiliki posisi yang kuat untuk memanfaatkan pertumbuhan pasar ini. Perlu diingat, mereka juga berinvestasi di Bank Jago dengan valuasi nilainya juga puluhan triliun untuk potential gain-nya," ujar Chief Executive Officer (CEO) PT Sucor Sekuritas, Bernadus Setya Ananda Wijaya saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (17/3/2022).

Dia juga melihat, GoTo masih berada pada tahap awal pertumbuhannya, dan dengan periode pascasinergi Gojek-Tokopedia yang baru terjadi selama beberapa bulan, masih terdapat begitu banyak potensial kolaborasi antara seluruh platform di dalam ekosistem mereka untuk menciptakan nilai dan mendorong pertumbuhan bagi GoTo di masa mendatang.

"Saya melihat eratnya integrasi ekosistem tersebut akan menjadi nilai tambah yang membedakan GoTo dan membuatnya unik,” ungkapnya.

Bernadus menyampaikan, dari sisi riset Redseer, pasar on-demand services diperkirakan akan tumbuh dari sekitar Rp 77,8 triliun pada 2020 menjadi sekitar Rp259,2 triliun pada 2025, e-commerce diprediksi mencapai sekitar Rp642,2 triliun pada 2020 menjadi sekitar Rp1.980,0 triliun, dan pasar financial technology services diperkirakan tumbuh dari sekitar Rp256,3 triliun di 2020 menjadi sekitar Rp1.009,0 triliun pada 2025.

Ia mengatakan, terdapat sejumlah hal menarik dari saham GoTo. Pertama, SHSM. Ini pertama kalinya IPO dengan aturan ini. Aturan ini memberikan hak suara lebih banyak kepada pemegang saham pendiri (seri B). 

"Salah satu tujuannya untuk menjaga visi dan aspirasi para founder, menjaga perusahaan tetap dapat menjalankan visi dan aspirasi pada pendiri perusahaan. Dengan aturan SHSM, manajemen juga memiliki kecepatan dalam pengambilan keputusan strategis,” ujar dia.

"Kedua, opsi greenshoe. Ini sebetulnya mekanisme penerbitan saham tambahan yang tujuannya untuk stabilisasi harga IPO. Kalau kita melihat prospektus, stabilisasi harga saham ini akan dibiayai dengan dana hasil yang didapatkan dari penempatan terbatas (private placement) maksimal sebesar 15 persen dari jumlah saham IPO, seluruhnya saham seri A yang diambil dari saham treasuri pada harga IPO,” ia menambahkan. 

Tak hanya itu, ia juga menambahkan, dengan asumsi GoTo akan merilis 48 miliar saham IPO, saham tambahannya adalah sebanyak 7,2 miliar saham (15 persen dari saham IPO).

Dengan asumsi harga IPO Rp 316 maka nilai dana yang bisa diraih GoTo dari mekanisme greenshoe adalah Rp 2,3 triliun dan jika memakai harga batas atas Rp 346 maka nilai dana greenshoe yang diraih GoTo adalah Rp 2,49 triliun.

"Dana yang diperoleh GoTo dari penerbitan greenshoe ini akan diberikan kepada agen stabilisasi (sekuritas tertentu, dalam hal ini PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia) untuk melakukan stabilisasi harga, dengan catatan apabila harga saham GOTO turun dalam 30 hari sejak saham pertama dicatatkan pada BEI,” ujar dia.

Bernadus sebut agen stabilisasi hanya dapat membeli saham di pasar sekunder bila harga pasar saham emiten berada pada atau di bawah harga IPO. Harga pelaksanaan stabilisasi harga paling tinggi sama dengan harga penawaran/IPO.

"Ketiga, target harga dan valuasi. Masing masing investor tentu memiliki metode sendiri dalam melakukan valuasi. Ini bukan perkara valuasi siapa yang paling benar, tapi lebih kepada profil risiko setiap investor dan cara pandang mereka terhadap bisnis model perusahaan teknologi seperti GoTo," tutur dia.

Ia menjelaskan, ada banyak investor yang bisa menerima dan memahami bisnis model perusahaan startup, atau tech company, dan potensi bisnis mereka di masa depan. Ia mencontohkan, kisah Amazon, Facebook adalah referensi.

"Metode valuasi saham teknologi akan berbeda dengan saham lainnya yakni menggunakan GTV, GMV maupun TPV.  Tapi jika pun menggunakan rasio konvensional PBV range harga saham yang ditawarkan juga menarik, dengan target harga Rp 15,2 triliun," ujar dia.

"Keempat, jumlah saham yang ditawarkan sangat besar. Menariknya semua yang ada di eksosistem GoTo akan mendapatkan kesempatan menjadi investor saham GoTo (mulai dari investor publik, driver, konsumen, dan merchant)," ia menambahkan.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saham GoTo Cocok untuk Investor Seperti Apa?

GoTo
Gojek, platform layanan on-demand dan perusahaan teknologi Tokopedia di Indonesia mengumumkan pembentukan grup GoTo.

Lalu, saham GoTo cocok untuk investor seperti apa? Bernadus pun menjawab hal itu sangat tergantung dengan horizon investasi dari masing-masing investor. 

"Jika kita bicara investor ritel, tentu ada investor yang mengincar jangka pendek untuk trading, ada pula menengah, dan jangka panjang. Tapi kalau kita bicara investor institusi, fund manager, dana pensiun, asuransi dan lainnya tentu ini berkaitan dengan investasi jangka panjang. Riset LDUI di 2021 saja mengungkapkan kontribusi Gojek dan GoTo Financial mencapai Rp 249 triliun atau setara 2 persen PDB RI,” ujar dia.

Selain itu, ada juga yang perlu dicermati ketika membeli saham GoTo. Ia  mengatakan, dari sisi valuasi, harga yang ditawarkan cukup menarik, telah ditentukan secara wajar dan telah mempertimbangkan banyak faktor, dan mencerminkan kekuatan GoTo.

Dari sisi nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV) secara proforma, sesuai prospektus GoTo, sebesar Rp 414,2 triliun (USD28,8 miliar) dalam 12 bulan terakhir yang berakhir per 30 September 2021. 

"Sementara jika bicara soal valuasi konvensional, nilai buku atau book value per share (BV) GoTo sebelum IPO adalah Rp 119,15/saham. Nilai BV diperoleh dengan menjumlahkan total ekuitas positif dibagi jumlah saham tercatat. Data prospektus menunjukkan total ekuitas GoTo senilai Rp 130,52 triliun per Juli 2021, dan jumlah saham tercatat sebesar 1,19 triliun lembar saham, sehingga BV GoTo senilai Rp 109,15. Dengan demikian, saham perdana yang ditawarkan setara dengan 2,89-3,16 kali nilai buku atau price to book value (PBV),” imbuh dia.

Ada juga dari sisi kinerja, nilai pendapatan bruto secara proforma sebesar Rp 15,1 triliun (USD1 miliar) dalam 12 bulan terakhir, ada lebih dari 55 juta pengguna bertransaksi secara tahunan (annual transacting user/ATU) secara proforma dalam 12 bulan terakhir, GoTo juga didukung 2,5 juta lebih mitra driver terdaftar dan lebih dari 14 juta pedagang terdaftar, per 30 September 2021.

 

Kinerja Keuangan

Paparan publik penawaran umum perdana saham (IPO) PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Selasa (15/3/2022) (Foto: PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk)
Paparan publik penawaran umum perdana saham (IPO) PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Selasa (15/3/2022) (Foto: PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk)

Meskipun demikian, GoTo masih rugi. Mengutip kinerja keuangan yang disampaikan dalam prospektus awal perseroan, tercatat pendapatan Rp 3,40 triliun hingga September 2021 dibandingkan 2020 sebesar Rp 2,34 triliun.

Sementara itu, perseroan mencatat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 11,57 triliun hingga September 2021 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 10,42 triliun.

"Sebetulnya kalau kita lihat laporan keuangan di prospektus, memang masih merugi, lazim terjadi di perusahaan startup teknologi. Namun ada yang menarik, ada peningkatan tren profitabilitas pada tahun 2020 dan 7M21, terlihat ada pertumbuhan bisnis GoTo ke depan, khususnya yang dapat terjadi melalui kolaborasi erat antarplatform di dalam ekosistem GoTo, tercermin juga dari penurunan kerugian EBITDA yang disesuaikan dan peningkatan margin,” ujar dia.

Sedangkan, ia menyebut kerugian GoTo sebenarnya disebabkan oleh investasi infrastruktur teknologi, insentif untuk mendorong permintaan, SDM, untuk pertumbuhan di masa depan. 

"Sebetulnya umum bagi perusahaan teknologi yang berkembang pesat untuk mengeluarkan investasi tersebut dalam rangka memperluas skala bisnis mereka dan memperoleh konsumen baru, mendatangkan lebih banyak konsumen, mitra pengemudi, dan pedagang ke dalam ekosistem GoTo, sehingga nilai bisnis keseluruhan ekosistem GoTo akan terus bertambah dan menciptakan nilai bagi perusahaan,” ucap dia.

Meskipun demikian, ia menegaskan, yang perlu diperhatikan investor ialah jangka panjang dan prospek pasar dari perusahaan tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya