Trivia Saham: Mengenal January Effect, Faktor Musiman di Pasar Modal

January Effect merupakan kenaikan harga saham musiman yang dirasakan selama Januari.

oleh Agustina Melani diperbarui 04 Jan 2023, 14:48 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2023, 14:48 WIB
Wall Street
Pedagang bekerja di New York Stock Exchange, New York, 10 Agustus 2022. (AP Photo/Seth Wenig, file)

Liputan6.com, Jakarta - Memasuki Januari, pasar modal juga memiliki faktor musiman yang biasa disebut January Effect. Sebelumnya Desember sering terdengar reli snterklaus, pada awal tahun January Effect menjadi perhatian. Lalu apakah itu January Effect?

Mengutip laman Investopedia, Rabu (4/1/2023), January Effect merupakan kenaikan harga saham musiman yang dirasakan selama Januari. Analis mengaitkan reli dengan kenaikan pembelian saham yang ikuti penurunan harga yang terjadi pada Desember.

Penjelasan lainnya yang mungkin adalah saat investor memakai bonus akhir tahun untuk membeli portofolio investasi  pada bulan berikutnya. Sementara, anomali pasar ini telah diidentifikasi pada masa lalu, sehingga January Effect tampaknya sebagian besar telah menghilang kehadirannya seiring diketahui secara luas.

Melihat kembali SDPR S&P 500 ETF sejak awal 1993 membuat orang bertanya-tanya bagaimana istilah January Effect digunakan. Sejak 1993 telah terjadi kenaikan sebanyak 17 kali pada Januari atau 57 persen. Kemudian 13 kali alami koreksi pada Januari atau 43 persen membuat peluang keuntungan pada Januari sedikit lebih tinggi.

Selanjutnya sejak awal reli pasar 2009-2022, Januari menunjukkan delapan kali kenaikan dan enam alami koreksi. Mengingat reli yang kuat sejak 2009, pelaku pasar berharap kenaikan pada Januari dapat makin jelas. Namun, hal itu tidak selalu demikian.

Di sisi lain, January Effect juga dinilai berkaitan dengan psikologi investor. Beberapa investor percaya Januari adalah bulan terbaik untuk mulai program investasi dan mungkin menindaklanjuti program resolusi tahun baru untuk investasi buat masa depan.

 

Pendapat Lain Mengenai January Effect

Plang Wall Street di dekat Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)
Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

Akan tetapi, ada juga yang berpendapat manajer investasi membeli saham kinerja terbaik pada akhir tahun untuk mempercantik portofolio atau dikenal window dressing. Namun, hal itu tidak mungkin lantaran pembelian dan penjualan akan pengaruhi emiten kapitalisasi pasar besar.

Meski demikian, istilah January Effect ini juga mendapatkan kritikan. Mantan Direktur Vanguard Group Burton Malkiel kritik January Effect. Ia menilai, anomali musiman seperti itu tidak memberikan peluang yang dapat diandalkan investor.

Ia juga menilai January Effect juga sangat kecil sehingga biaya transaksi yang diperlukan untuk eksploitasi pada dasarnya membuatnya tidak menguntungkan.

Peneliti lain telah menemukan kalau January Effect masih ada, tetapi hanya untuk saham-saham berkapitalisasi kecil karena kurangnya likuiditas dan minat investor.

Lalu apa yang menjadi barometernya?

Barometer Januari ini teori pelaku pasar yang klaim pengembalian yang dialami pada Januari akan prediksi keseluruhan kinerja pasar saham untuk tahun itu.

Dengan demikian, Januari yang kuat akan prediksi pasar bullish yang kuat, dan Januari yang turun akan menandakan pasar bearish atau koreksi. Namun, bukti nyata untuk efek tersebut masih sedikit. Hal ini seiring dalam 30 tahun terakhir menunjukkan bulan yang menang dan kalah pada Januari sekitar 57 persen dan 43 persen.

Investopedia menilai, January Effetc menjadi alasan relatif populer yang digunakan komentator pasar untuk menjelasakan setiap keuntungan positif pada Januari.

Trivia Saham: Mengenal Jenis Grafik di Pasar Modal

FOTO: PPKM Diperpanjang, IHSG Melemah Pada Sesi Pertama
Karyawan berjalan di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Indeks acuan bursa nasional tersebut turun 96 poin atau 1,5 persen ke 6.317,864. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelum mulai investasi saham, calon investor perlu melakukan analisis. Secara garis besar, analisis dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni secara teknikal atau fundamental.

Khusus untuk analisis fundamental, calon investor perlu mempelajari jenis grafik saham. Calon investor tetap bisa melakukan analisa sesuai kebutuhan investasinya. Misalnya untuk jangka pendek atau trading.

Investor pemula juga memiliki pilihan grafik atau chart yang lebih sederhana agar tetap cermat dalam menganalisa gerak saham dan terhindar dari beli saham karena FOMO.

Melansir laman instagram ajaib_investasi, Minggu (29/5/2022), ada tiga jenis grafik saham. Pertama, line chart. Grafik ini berbentuk garis naik dan turun yang menghubungkan titik-titik penting data. Line chart paling simple dan mudah dibaca karena informasinya hanya data penutupan harga.

Grafik ini cocok untuk investor pemula dan bisa membantu terhindar dari ‘paralysis by analysis’ akibat terlalu banyak informasi. Tapi karena informasinya minim, line chart kurang cocok untuk scalping karena staanya kurang akurat untuk time frame kecil.

Kedua, ada bar chart. Grafik berbentuk bar yang mewakili tentang perdagangan saham untuk periode tertentu. Informasinya meliputi harga pembukaan (open), harga penutupan (close), harga tertinggi (high) dan terendah (low) pada periode tersebut.

Grafik ini merupakan salah satu favorit trader karena informasinya cukup lengkap Ketiga, dan yang paling banyak digunakan oleh analis maupun trader, yakni candlestick chart.

Secara garis besar, informasi grafik ini sama seperti bar chart. Yaitu meliputi rentang perdagangan saham pada periode tertentu seperti menit, hari, bulan, maupun tahun.

Secara umum, bentuk visual grafik ini lebih banyak disukai trader dan bisa memberi informasi lengkap. Dilengkapi dengan kode warna dna visual yang lebih kaya dalam merepresentasikan data.

 

 

Mengenal Trading Halt di Pasar Modal

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG menguat 0,34 persen atau 21 poin ke level 6.296 pada penutupan perdagangan Senin (13/1) sore ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat  tertekan pada perdagangan Senin, 9 Mei 2022. Jika penurunan waktu itu berlanjut hingga mencapai 5 persen, maka Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melakukan trading halt.

Secara garis besar, trading halt adalah penghentian atau pembekuan sementara perdagangan saham karena IHSG turun hingga batas tertentu. Trading halt dapat dilanjutkan menjadi trading suspend apabila bursa memutuskan pelaksanaan peragangan tidak mungkin untuk dilanjutkan pada hari bursa yang sama.

Ketentuan teranyar mengenai trading halt termaktub dalam Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.

Dalam hal terjadi penurunan yang sangat tajam atas IHSG dalam satu hari bursa yang sama, bursa melakukan trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan hingga lebih dari 5 persen.

Trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 10 persen, dan trading suspend apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 15 persen.

Sebagai catatan, trading halt dengan kondisi seluruh pesanan yang belum teralokasi (open order) akan tetap berada dalam JATS dan dapat ditarik (withdraw) oleh anggota bursa. Sementara trading suspend dengan kondisi seluruh pesanan yang belum teralokasi (open order) ditarik secara otomatis oleh JATS. IHSG meninggalkan posisi 7.000 pada perdagangan Senin, 9 Mei 2022.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menuturkan, pihaknya akan melakukan trading halt atau penghentian sementara perdagangan jika sentuh 5 persen. "Akan ada trading halt selama 30 menit apabila indeks turun menyentuh lima persen," ujar dia kepada wartawan.

Namun, hal itu tak terjadi, IHSG ditutup merosot 4,42 persen ke posisi 6.909,75.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya