Kinerja Reksa Dana Lesu Sepekan Terakhir, Ini Penyebabnya

Sejumlah sentimen pengaruhi reksa dana baik dari dalam negeri dan global. Simak ulasannya.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 30 Agu 2023, 14:36 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2023, 14:34 WIB
Kinerja Reksa Dana Lesu Sepekan Terakhir, Ini Penyebabnya
Kinerja reksa dana dalam sepekan terakhir atau periode 18–25 Agustus 2023 relatif turun terbatas. (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta - Kinerja reksa dana dalam sepekan terakhir atau periode 18–25 Agustus 2023 relatif turun terbatas. Reksa dana pendapatan tetap turun paling dalam yakni -0,24, reksa dana saham turun sebesar -0,19 positif, reksa dana campuran terkoreksi sebesar -0,15 positif dan hanya reksa dana pasar uang yang tumbuh positif sebesar +0,07 positif. 

Infovesta Utama menyebut sentimen pendorong pasar yakni dari domestik rilis data neraca berjalan yang terkontraksi dan RDG-BI yang kembali mempertahankan tingkat suku bunga BI-7DRR. Sedangkan dari global, China memangkas tingkat suku bunga jangka pendek (1 tahun). Dari AS, rilis data S&P Global PMI melambat serta the Fed kembali bernada hawkish.

IDX Composite (Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG) dalam sepekan terakhir bergerak bullish dengan pertumbuhan sebesar +0,52 positif ke level 6.895,44 poin. Meskipun indeks menguat, tetapi asing melakukan aksi net sell pada pasar saham sebesar Rp2,71 triliun. 

Sentimen dari domestik, rilis indeks harga properti pada kuartal II mengalami peningkatan sebesar 1,92 positif (prev : 1,79 positif), kemudian rilis data neraca berjalan terkontraksi menjadi USD-1,9B pada Juni (prev: USD3,0B). 

Terkontraksinya neraca berjalan disebabkan nilai ekspor dan impor beberapa bulan terakhir mencatatkan kinerja yang melambat serta harga komoditas global yang terus mengalami pelemahan. Belum cepatnya pemulihan ekonomi China yang menjadi akibat menjadi salah satu negara mitra dagang terbesar Indonesia disinyalir juga memberikan tekanan untuk gerak ekspor-impor domestik. 

Sedangkan sentimen dari global, suku bunga pinjaman 1 tahun dan 5 tahun China tercatat masing masing pada Juni sebesar 3,45 positif (prev : 3,55 positif) dan 4,2 positif (prev : 4,2 positif). Bank sentral China telah memangkas suku bunga pinjaman jangka pendek (1 tahun) sebagai langkah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi China. 

"Bank sentral China juga akan tetap mendorong lebih banyak lagi likuiditas untuk meningkatan aktivitas bisnis. Proyeksi pertumbuhan ekonomi China di akhir 2023 ini terlihat cukup optimis, China harus lebih giat lagi dalam menggerakkan aktivitas perekonomiannya untuk memenuhi target ekonomi," tulis riset Infovesta Utama, dikutip Rabu (30/8/2023).

 

 

 

Pasar Obligasi

Ilustrasi Obligasi
Ilustrasi Obligasi (Photo created by rawpixel.com on Freepik)

Sedangkan dari Amerika Serikat (AS),rilis data S&P Global PMI Flash Manufakur dan Services pada Agustus masing-masing mengalami perlambatan sebesar 47 poin (prev : 49 poin) dan 51 poin (prev : 52,3 poin).

Terjadinya perlambatan indeks PMI menandakan aktivitas bisnis AS cenderung mengalami penurunan baik dari sisi output dan pesanan baru. Hal ini dapat menjadi sinyal terhadap tingkat inflasi terutama dari sisi harga bahan baku dan biaya jasa. 

Pasar obligasi dalam sepekan terakhir tercermin pada yield obligasi pemerintah 10 tahun mengalami peningkatan sebesar 3,6bps ke level 6,52 positif. Sentimen dari domestik, Bank Indonesia pada RDG-BI telah mempertahankan suku bunga BI7-DRR di level 5,75 positif. 

Meskipun BI tetap mempertahankan tingkat suku bunganya tetapi belum mampu mendorong penguatan pasar obligasi dikarenakan masih kuatnya risiko dari global yakni pernyataan Gubernur the Fed Jerome Powell yang kembali bernada hawkish di mana the Fed perlunya kembali mengerek suku bunga FFR tambahan untuk menekan inflasi secara efektif.

Hal ini nantinya akan membuat spread antara BI-7DRR dengan FFR semakin mengecil, sehingga dapat mempengaruhi daya tarik foreign terhadap pasar obligasi domestik. 

Dalam sepekan ke depan, pada pasar saham, di tengah masih maraknya IPO saham, investor diharapkan tetap dapat memperhatikan faktor fundamental perusahaannya. Sedangkan pada pasar obligasi, investor disarankan tetap mencermati beberapa data AS sambil mencermati perkembangan langkah the Fed yang kembali bernada hawkish.

KSEI Catat Pertumbuhan Investor Reksa Dana hingga Juni 2023

Ilustrasi Obligasi
(Foto: Liputan6.com)

Sebelumnya, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatatkan pertumbuhan investor reksa dana 9,40 persen secara year to date. Hingga Juni 2023, single investor identification (SID) reksa dana menyentuh angka 10,5 juta.

Berdasarkan data KSEI, ditulis Jumat (21/7/2023), SID tersebut meningkat dari Mei 2023, pada periode tersebut SID reksa dana mencapai 10,34 juta.

Meski demikian, nilai asset under management (AUM) reksa dana hingga Juni 2023 turun sebesar 0,79 secara year to date atau menyentuh angka Rp 797,66 triliun. Pada periode Mei 2023, AUM reksa dana mencapai Rp 798,98 triliun.

Namun, nilai AUM hingga Juni 2023 tersebut terhitung mengalami pertumbuhan 0,04 persen dibandingkan pada 2022 sebesar Rp 797,31 miliar.

Jika melihat produk investasi, Discretionary Fund atau kontrak pengelolaan dana (KPD) menjadi penyumbang nilai terbesar, yakni Rp 245,34 triliun hingga Akhir Juni 2023.

Selain itu, reksa dana fixed income atau pendapatan tetap berada di posisi kedua dengan nilai Rp 151,94 triliun. Lalu, di posisi ketiga terdapat reksa dana terproteksi (capital protected fund) dengan total dana kelolaan Rp 105,32 triliun.

Keempat ada reksa dana saham dengan total dana kelolaan sebesar Rp 102,75 triliun. Selanjutnya, reksa dana pasar uang dengan total dana kelolaan Rp 77,17 triliun.

Komposisi kepemilikan investor institusi menyentuh 68,76 persen dari total nilai AUM. Sementara itu, investor individu menyentuh 31,24 persen dari total nilai AUM.

Nilai AUM reksa dana yang dikelola institusi asuransi mencapai Rp 176,98 triliun hingga Juni 2023, sedangkan institusi keuangan mengelola AUM reksa dana sebesar Rp 95,81 triliun pada Juni 2023 atau turun dari Rp 96,06 triliun pada Mei 2023. Lalu, nilai AUM reksa dana yang dikelola korporasi mencapai Rp 49,19 triliun.

 

NAB Reksa Dana Sentuh Rp 505,69 Triliun, Merosot 12,58 Persen pada 2022

Perdagangan Awal Pekan IHSG Ditutup di Zona Merah
Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana mencapai Rp 505,69 triliun per 28 Desember 2022.

Total dana kelolaan tersebut turun 12,58 persen dari periode 2021 sebesar Rp 578,44 triliun. NAB reksa dana turun juga diikuti produk reksa dana susut 2,5 persen menjadi 2.143 produk hingga 28 Desember 2022 dari periode 2021 yang mencapai 2.198 produk.

“Kinerja reksa dana masih mengalami tekanan yang disebabkan beberapa faktor antara lain terkait kebijakan shifting unit link ke instrument keuangan lain di luar reksa dana,” demikian mengutip dari laman OJK, Minggu (1/1/2023).

Adapun per 29 Desember 2022, IHSG telah berada di posisi 6.860,08 poin atau berhasil tumbuh sebesar 4,23 persen secara year-to-date. Seiring dengan pertumbuhan IHSG tersebut, kapitalisasi pasar juga tumbuh sebesar 15,18 persen secara year-to-date yaitu sebesar Rp9.509 triliun.

IHSG juga menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah di level 7.318,01 poin, tepatnya pada 13 September 2022. Demikian halnya dengan kapitalisasi pasar yang mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada tanggal 27 Desember 2022 sebesar Rp9.600 triliun.

Seiring dengan telah pulihnya kembali aktivitas perekonomian domestik, aktivitas penghimpunan dana melalui pasar modal terus meningkat.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik
Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya