Liputan6.com, Jakarta - Emiten maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terus memperkuat landasan hukum atas langkah restrukturisasi yang dijalankan melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Hal ini seiring dengan telah dijatuhkan Putusan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak permohonan pembatalan terhadap Perjanjian Perdamaian PKPU Garuda yang telah dirampungkan pada 27 Juni 2022.Â
Baca Juga
Adapun putusan atas penolakan permohonan pembatalan Perjanjian Perdamaian PKPU Garuda yang sebelumnya diajukan oleh dua kreditur yaitu Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim pada persidangan terbuka pada 31 Agustus 2023.Â
Advertisement
Dengan demikian putusan tersebut semakin memperkuat ketetapan hukum Garuda Indonesia terhadap berbagai tahapan restrukturisasi yang telah dirampungkan, khususnya melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).Â
Pembatalan Perdamaian tersebut merupakan bagian dari serangkaian upaya hukum yang telah ditempuh Greylag Entities di Indonesia terhadap perjanjian perdamaian PKPU yang telah mendapatkan persetujuan mayoritas kreditur Garuda Indonesia.Â
Sebelumnya, langkah hukum yang ditempuh Greylag Entities terhadap hasil PKPU turut dilakukan melalui permohonan Peninjauan Kembali yang sebelumnya diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) di mana Pengadilan juga telah menyatakan bahwa PK tersebut tidak memenuhi syarat formil (TMS) berdasarkan peraturan perundangan.
"Ditetapkannya putusan tersebut sekaligus memperkuat posisi hukum Garuda Indonesia terhadap ketetapan hukum yang telah diperoleh PKPU, di mana dalam prosesnya perusahaan telah mendapatkan persetujuan mayoritas kreditur atas usulan Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan melalui putusan homologasi pada pertengahan tahun 2022 lalu," kata Irfan dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (6/9/2023).
Â
Â
Langkah Restrukturisasi
Dalam memastikan misi transformasi dan upaya pemenuhan kewajiban Garuda Indonesia kepada kreditur berlangsung optimal, sebelumnya perusahaan juga telah menyelesaikan sejumlah proses hukum atas gugatan yang disampaikan oleh Greylag Entities diantaranya melalui Permohonan Kasasi Mahkamah Agung (MA), gugatan winding up di Australia, serta berbagai upaya hukum yang ditempuh di sejumlah negara lainnya.Â
Adanya berbagai ketetapan hukum tersebut tentunya menjadi fundamendal penting langkah restrukturisasi yang dijalankan dengan berlandaskan pada koridor hukum yang berlaku.
Menurut ia, kesepakatan yang diraih dalam tahapan PKPU merupakan wujud komitmen, dukungan, dan konsensus seluruh pihak dalam memastikan pemenuhan kewajiban usaha GIAA dapat berjalan secara optimal serta proporsional. Hal tersebut dilandasi dengan dasar keyakinan yang sama atas keberlanjutan outlook kinerja maskapai penerbangan pelat merah tersebut di masa mendatang.Â
"Kami tentunya menyikapi dengan serius dan sangat menyayangkan adanya upaya hukum dari sejumlah pihak yang berdampak terhadap kepentingan yang lebih luas, yakni kreditur yang telah mendukung Garuda Indonesia selama proses restrukturisasi dalam mewujudkan upaya transformasi kinerja menjadi entitas bisnis yang semakin agile, adaptif, dan sehat," imbuhnya.
Â
Untuk itu, fokus perusahaan saat ini adalah memastikan langkah akselerasi kinerja berjalan selaras dengan misi memastikan nilai kolaborasi bisnis yang optimal bersama seluruh mitra usaha termasuk bagi seluruh kreditur Garuda Indonesia.Â
Â
Advertisement
Pelita Air Jadi Anak Usaha Garuda Indonesia Mulai 2024
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir buka-bukaan soal rencana penggabungan maskapai pelat merah. Nantinya, Pelita Air akan masuk dalam Garuda Indonesia Group bersading dengan Citilink sebagai anak usaha.
Erick Thohir mengatakan nantinya pasar premium tetap diambil oleh Garuda Indonesia. Sementara, yang lainnya akan digarap oleh Citilink dan Pelita Air. Proses penggabungan juga, kata dia, masih mengaca pada pembukuan masing-masing entitas.
"Nanti Tergantung sama masing-maing pembukuan dong kan nanti garuda tetap di premium lalu Citilink sama pelita merger," ujar dia saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Awak 2024
Dia menargetkan proses penggabungan ini akan rampung di akhir tahun 2023 atau awal tahun 2024 mendatang.
"Tapi kita liat pembukuannya seperti apa perlu proses lah kalau tahun ini ya tahun ini. Kalau enggak ya mungkin awal tahun depan," kata dia.
Diketahui, saat ini Citilink menggarap pasar Low Cost Carrier (LCC), dan Pelita Air menyasar pasar medium. Konsep ini juga yang akan diterapkan ketika Pelita Air ada dalam ekosistem Garuda Indonesia Group.
"Dua maskapai dengan target market yang berbeda," ungkap dia.
Â
Baru Tahap Awal
Erick Thohir menyebut, proses penggabungan ini masih dalam tahap awal. Untuk mengejar target rampung di akhir tahun ini atau awal tahun depan, masih diperlukan sejumlah tahapan.
"Baru 30 persen, kan nanti harus dipaparin FGD dulu sama Komisi VI," urainya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengamini rencana Erick Thohir. Dia mengungkap nantinya Pelita Air dan Citilink berada di bawah Garuda Indonesia.
"Jadi satu grup kan Garuda di atas, Citilink dan Pelita di bawah," kata dia.
Advertisement