Ombudsman Beberkan Payung Hukum untuk Sanksi Perusahaan Pialang

Penjelasan Ombudsman terkait landasan hukum bagi pelanggaran perusahaan pialang sebagai respons maladministrasi yang dilakukan Bappebti terhadap PT Monex Investindo Futures (MIF) dan PT Surya Anugrah Mulia (SAM).

oleh Nurmayanti diperbarui 07 Okt 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2023, 18:00 WIB
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, mengusulkan tujuh alternatif jangka pendek untuk menangani  harga beras naik saat ini.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman meluruskan pemahaman terkait payung hukum bagi perusahaan pialang yang melakukan praktik split, delay dan reject yang dianggap sebagai kecurangan (fraud) dalam transaksi perdagangan berjangka komoditi.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan bahwa substansi pelanggaran delay dan reject sudah termasuk dalam unsur perbuatan tidak mewujudkan perdagangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf (a) dan Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

“Substansi pelanggaran split sebagai suatu praktik pedagang yang dengan sengaja memecah dan merekayasa order nasabah adalah termasuk perbuatan kesewenang-wenangan dengan menjalankan transaksi tidak sesuai dengan perintah nasabah,” kata Yeka melansir Antara di Jakarta.

Hal itu telah diatur dalam Penjelasan Pasal 5 dan Pasal 73D poin (4) UU No. 10 tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Pasal 146 huruf (k) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi.

Penjelasan Yeka terkait landasan hukum bagi pelanggaran perusahaan pialang tersebut merupakan respons adanya maladministrasi yang dilakukan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terhadap PT Monex Investindo Futures (MIF) dan PT Surya Anugrah Mulia (SAM).

 

Penjelasan Bappebti

Sebelumnya, Bappebti menjelaskan kembali bahwa pemeriksaan ulang terhadap kedua perusahaan itu tidak perlu dilakukan karena kasusnya telah ditutup dan karena tidak ada payung hukum (rechtvacuum) untuk menyelesaikan permasalahan.

Namun, Ombudsman memberikan penjelasan bahwa argumen kekosongan hukum (rechtvacuum) yang disampaikan Bappebti kepada Ombudsman merupakan bentuk pengabaian kewajiban hukum.

Oleh karena itu, Yeka mewakili Ombudsman RI meminta Kepala Bappebti agar melanjutkan proses pemeriksaan terhadap laporan pengaduan pelapor secara tuntas, kredibel dan transparan dengan melibatkan pelapor berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi.

“Yang menimpa pelapor ini sesungguhnya sangat mungkin terjadi, dan akan menimpa nasabah-nasabah lainnya apabila Bappebti tidak segera kembali ke posisinya sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Republik Indonesia," tutur Yeka.

Adapun dalam kurun waktu 2022-2023, Ombudsman RI telah menerima 28 aduan dari masyarakat dengan Bappebti sebagai pihak terlapor. Kerugian yang dialami para pelapor jika ditotal telah mencapai lebih dari Rp100 miliar.

"Kerugian para pelapor jika ditotal lebih dari Rp100 miliar. Saya yakin masih banyak di kalangan masyarakat yang mengalami kerugian serupa. Silahkan melapor ke Ombudsman," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya