Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal mengumumkan perusahaan tercatat atau emiten yang belum memenuhi ketentuan minimal kepemilikan saham publik atau free float 7,5% pada 10 Januari 2024.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, pihaknya akan memantau emiten mana saja yang belum memenuhi ketentuan free float. Ini mengingat pada 10 Januari akan keluar laporan dari Biro Administrasi Efek (BAE) terkait data per Desember 2023.
Baca Juga
"Titik kita nanti itu memantau pada tanggal 10 Januari, karena pada 10 Januari nanti keluar laporan dari BAE, jadi data per desember 2023, lewat laporan yang dikeluarkan nanti di awal tahun, awal minggu di Januari kita akan lihat," kata Nyoman saat ditemui di BEI, Selasa (2/1/2023).
Advertisement
Ia melanjutkan, BEI telah memberikan batas waktu untuk sejumlah emiten yang belum memenuhi saham free float selama dua tahun, yakni sejak 2021. Alhasil, jika emiten tersebut tidak dapat memenuhi minimal saham free float 7,5%, maka berpotensi hengkang dari BEI atau delisting setelah sahamnya disuspensi selama 12 bulan.
"Itu ada mekanisme, sekali dia ada di papan pemantauan khusus tidak bisa pindah lagi di 12 bulan ya kita akan suspend, suspend enggak bisa juga, pada periode tertentu ya delisting, cuma prosesnya itu berjenjang, jadi tidak seketika diberikan kesempatan pada perusahaan itu tapi stagesnya jelas," kata dia.
Mengacu pada kondisi tersebut, BEI juga membuka peluang untuk meningkatkan ketentuan minimal saham free float sebagai salah satu langkah dalam rangka memperketat kebijakan terhadap emiten atau calon emiten. Ia pun berharap dengan adanya ketentuan free float 7,5% akan membantu likuiditas saham dari para emiten.
"Terkait dengan peningkatan free float ke depan, tentu kami melihat perkembangan yang saat ini. Tapi nanti menunggu waktu dulu, karena yang 7,5 persen di tahun 2023 pada suatunya kita sudah tingkatkan dari sisi scopnya. Sehingga kualitas dari kepemilikan saham publik scoopnya lebih luas dan tentunya tujuan kita lebih ketat, 7,5 persen itu kita harapkan dapat membantu likuiditas," imbuhnya.
SMBC Jual 200 Juta Saham BTPN untuk Penuhi Free Float
Sebelumnya diberitakan, manajemen BTPN mengumumkan pemegang saham Perseroan Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) telah menjual saham BTPN dalam rangka memenuhi free float atau saham di publik.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (16/12/2023), SMBC menjual 200 juta saham dengan harga penjualan Rp 2.600 per saham pada 12 Desember 2023. Dengan demikian, nilai penjualan saham tersebut Rp 520 miliar.
Sekretaris Perusahaan PT Bank BTPN Tbk, Eneng Yulie Andriani menulis, tujuan dari transaksi tersebut untuk memenuhi ketentuan I.22 dari Peraturan BEI Nomor I-A yang merupakan lampiran I dari keputusan Direksi BEI Nomor Kep: 00101/BEI/12-2021 pada 21 Desember 2023 mengenai jumlah saham free float.
Setelah penjualan saham tersebut, SMBC memiliki 7.332.311.297 saham atau setara 89,98 persen. Sebelumnya, SMBC mengenggam 7.532.311.297 saham atau setara 92,43 persen.
Setelah transaksi itu, komposisi kepemilikan saham baru BTPN antara lain Sumitomo Mitsui Banking Corporation sebesar 89,98 persen, PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 0,15 persen, PT Bank Central Asia Tbk sebesar 1,02 persen, publik sebesar 7,72 persen dan saham treasuri sebesar 1,13 persen.
Pada penutupan perdagangan saham Jumat, 15 Desember 2023, saham BTPN naik 0,38 persen ke posisi Rp 2.630 per saham. Saham BTPN dibuka turun 20 poin ke posisi Rp 2.600 per saham. Saham BTPN berada di level tertinggi Rp 2.630 dan terendah Rp 2.600 per saham. Total frekuensi perdagangan 16 kali dengan volume perdagangan 602 saham. Nilai transaksi Rp 156,8 juta.
Sebelumnya SMBC, salah satu bank terbesar di Jepang memiliki 96,9 persen saham BTPN pada Januari 2019 dari sebelumnya 39,9 persen.
Kenaikan porsi kepemilikan saham tersebut menyusul pelaksanaan penawaran pembelian saham kepada pemegang saham BTPN sehubungan merger atau penggabungan dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia yang efektif pada 1 Februari 2019. BTPN pun menjadi bank hasil penggabungan. PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk pun berganti nama menjadi PT Bank BTPN Tbk.
Advertisement
Laba Bersih BTPN Sentuh Rp 2,09 Triliun hingga Kuartal III 2023
Sebelumnya diberitakan, PT Bank BTPN Tbk (BTPN) mengumumkan kinerja keuangan pada periode berjalan Januari-September 2023. Pada periode tersebut, laba bersih mengalami penurunan dari kuartal III 2022.
BTPN membukukan laba bersih setelah pajak (konsolidasi) yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar Rp 2,09 triliun, sepanjang sembilan bulan pertama 2023. Laba itu lebih rendah 13% yoy.
Sementara itu, pendapatan bunga tumbuh sebesar 23% year-on-year (yoy) menjadi Rp 14,04 triliun, sementara pendapatan bunga bersih tercatat sebesar Rp 8,99 triliun atau naik 4%, di tengah kenaikan suku bunga. NIM tercatat sebesar 6,44% lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 6,36%.
"Banyak tantangan yang dihadapi industri perbankan Indonesia di sepanjang tahun 2023 dengan meningkatnya suku bunga, diantaranya dan ketidakpastian global lainnya. Namun, kami bersyukur Bank BTPN tetap mampu mencatatkan hasil kinerja positif sepanjang 2023 ini. Hal ini dapat diraih melalui penerapan strategi dan keputusan bisnis dengan prinsip kehati-hatian, demi menunjang pertumbuhan perusahaan maupun setiap unit bisnis yang dinaungi oleh perseroan,” kata Direktur Utama Bank BTPN Henoch Munandar dalam keterangan resminya, ditulis Sabtu (9/12/2023).
Di sisi lain, BTPN memutuskan untuk menambah pencadangan kredit pada 2023 sebagai bagian dari antisipasi bank terkait proses restrukturisasi nasabah korporasi dan sebagai bagian dari upaya mitigasi dari berakhirnya kebijakan stimulus COVID-19 dari pemerintah.
Dengan adanya penambahan pencadangan ini, biaya kredit meningkat sebesar Rp608 miliar, yang kemudian mempengaruhi laba bersih setelah pajak Perseroan.
Dari sisi pertumbuhan kredit, segmen Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan syariah tercatat masing masing meningkat sebesar 21% yoy dan 5% yoy. Total kredit yang disalurkan oleh Bank BTPN per akhir September 2023 meningkat sebesar 3.2% YTD di posisi Rp150,8 triliun.
Aset Perseroan
Total aset mencapai Rp195,84 triliun. Pre-Provision Operating Profit (PPOP) berada di level Rp 4,975 miliar meningkat dibandingkan periode tahun lalu yaitu Rp4,912 miliar.
"Pertumbuhan kredit sejatinya sudah ditargetkan oleh masing-masing bank sesuai arahan dari regulator, baik Bank Indonesia maupun OJK. Bank BTPN berharap agar di tahun 2024 Dana Pihak Ketiga (DPK) tetap bertumbuh sebagai salah satu faktor menunjang pertumbuhan kredit di perbankan, mengimbangi persentase yang telah ditetapkan regulator,” kata Henoch.
BTPN senantiasa berkomitmen menjaga kualitas kredit agar tetap baik. Hal itu terlihat dari rasio gross non-performing loan (NPL) Bank yang berada di level 1,47%, lebih rendah dibandingkan rata-rata industri yang tercatat sebesar 2,4% pada akhir September 2023.
BTPN juga berhasil menjaga rasio likuiditas dan pendanaan untuk berada di tingkat yang sehat, dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai 210,80% dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) di 120,31% pada 30 September 2023. Perseroan mencatat rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) berada di level yang kuat yakni 29,8%.
Advertisement