Liputan6.com, Jakarta Saham-saham tekstil menjadi sorotan usai beberapa perusahaan di sektor tersebut mengalami kejatuhan. Belum lama ini, Salah satu perusahaan tekstil terbesar, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, dengan utang mencapai Rp 24 triliun.
Dampak langsung dari keputusan ini adalah ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 20.000 pekerja Sritex.
Baca Juga
Keruntuhan Sritex dinilai jadi pertanda industri garmen di Indonesia sudah berada di bawah tekanan dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu ditengarai beberapa faktor seperti perubahan pola konsumsi dan ketatnya persaingan global.
Advertisement
Ditambah ketergantungan yang tinggi pada pasar ekspor dan rantai pasok global yang terganggu oleh berbagai faktor eksternal. Termasuk perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta kenaikan biaya produksi di dalam negeri.
Kabar baiknya, Presiden Prabowo menginstruksikan langkah penyelamatan Sritex. Langkah awal yang akan dilakukan adalah meminta Bea Cukai membuka izin ekspor-impornya sehingga rantai bisnis dari perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut kembali berjalan.
Industri tekstil meliputi berbagai aktivitas seperti produksi serat, benang, kain, pakaian, serta barang-barang tekstil lainnya. Perusahaan-perusahaan ini bisa terlibat dalam berbagai tahap produksi, mulai dari pengolahan bahan mentah hingga pembuatan produk jadi.
Daftar Perusahaan Tekstil
Lebih lanjut, Liputan6.com telah merangkum beberapa perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai berikut:
- ACRO - PT Samcro Hyosung adilestari
- ARGO - PT Argo Pantes
- BELL - PT Trisula Textile Industries
- CNTX - PT Century Textile Industry
- ESTI - PT Ever Shine Textile
- HDTX - PT Panasia Indo Resources
- INDR - PT Indo-Rama Synthetics
- INOV - PT Inocycle Technology Group
- MYTX - PT Asia Pacific Investama
- POLY - PT Asia Pacific Fibers
- SBAT - PT Sejahtera Bintang Abadi Textile
- SRIL - PT Sri Rejeki Isman (Sritex)
- SSTM - PT Sunson Textile Manufacturer
- TFCO - PT Tifico Fiber Indonesia
- UNIT - PT Nusantara Inti Corpora
Nasib Industri Tekstil
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2024 ini. Tercatat angkanya mencapai 5,05 persen dari tahun lalu. Namun khusus industri tekstil dan pakaian jadi, pertumbuhannya terkontraksi 0,03 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anjloknya kinerja tekstil domestik akibat serbuan barang impor. Dia menilai tekanan di industri tekstil berdampak pada kinerja industri manufaktur. Pada kuartal II-2024, industri manufaktur domestik hanya mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,95 persen secara tahunan.
"Ini lebih rendah dari tahun sebelumnya masih tumbuh 4,6 persen dan pada 2022 mencapai 4,9 persen," beber dia dalam pemberitaaan Liputan6.com sebelumnya.
Atas permasalahan tersebut, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan aturan anti dumping hingga pengenaan bea masuk barang impor. Penerbitan kebijakan tersebut dalam rangka melindungi produk dalam negeri dari serbuan barang impor.
"Karena ada kompetisi dari impor, makanya kemarin menteri perindustrian, menteri perdagangan, meminta dan sekarang sedang dalam proses dalam bentuk apakah anti dumping, apakah bea masuk untuk memproteksi industri dalam negeri," tegas Sri Mulyani.
Advertisement