Soal Kebijakan DHE 100%, Begini Kata Bos BCA

Pemerintah akan menetapkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100 persen wajib disimpan di dalam negeri selama setahun. Aturan itu pun mulai berlaku pada 1 Maret 2025 mendatang.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Jan 2025, 10:24 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2025, 10:24 WIB
Gedung BCA (Dok: BCA)
Gedung BCA (Dok: BCA)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan menetapkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100 persen wajib disimpan di dalam negeri selama setahun. Aturan itu pun mulai berlaku pada 1 Maret 2025 mendatang. Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan bea cukai akan mempersiapkan sistem untuk penerapan DHE terbaru ini.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), JahjaSetiaatmadja menuturkan, pihaknya belum bisa memprediksi kenaikan bisnis dana pihak ketiga (DPK) valuta asing (valas) terkait dengan penerapan revisi aturan Devisa Hasil Ekspor SDA.

"Kalau ditanya berapa besar kenaikannya, saya tidak tahu. Kita lihat akhir tahun 2025, saya tidak bisa meramalkan," kata dia dalam konferensi pers Hasil Kinerja BCA Sepanjang 2024, Kamis (23/1/2024).

Sebagai gambaran, Jahja mengatakan seorang eksportir harus membeli barang baku yang menjadi biaya operasional dalam sebuah bisnis. Di mana dalam kondisi normal, ada aktivitas penjualan. Bersamaan dengan itu, ada ongkos atau cost yang harus dikeluarkan, yang selisihnya disebut sebagai profit.

"Jadi ini DHE ini harus kita pilah juga ini berapa persen ekspor? 100 ekspor atau ada sebagian lokal dan domestik," imbuh dia. Jahja menambahkan, perusahaan ekspor yang memiliki bisnis lokal atau domestik mungkin dapat mengambil biaya operasional sampai investasi dari segmen tersebut.

Namun demikian, perusahaan yang menjalankan bisnis dari 100 persen ekspor perlu memiliki cara lain untuk membiayai bisnisnya. "Apakah dia harus melakukan back to back, menjaminkan DHE-nya, menarik pinjaman. Yang penting mereka bisa meneruskan bisnisnya untuk operating cost, biaya bahan baku, bahan utamanya, investasi yang dibutuhkan, ini harus bisa dicukupi. Itu baru bisa parkir 100 persen," terang Jahja.

 

Revisi Aturan

20161018-Ekspor Impor RI Melemah di Bulan September-Jakarta
Aktivitas bongkar muat peti kemas di JICT Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10). Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor menyebabkan surplus neraca dagang pada September 2016 mencapai US$ 1,22 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).

Melalui revisi tersebut, pemerintah menetapkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) 100 persen wajib disimpan di dalam negeri selama setahun. Aturan itu pun mulai berlaku pada 1 Maret 2025 mendatang.

"Terhadap kebijakan ini, pemerintah akan segera merevisi PP Nomor 36 dan akan diperlakukan per 1 Maret tahun ini," tutur Airlangga Hartarto di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Airlangga menyebut, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan bea cukai akan mempersiapkan sistem untuk penerapan DHE 100 persen disimpan di dalam negeri selama setahun ini. "Dan oleh karena itu nanti kami akan juga memberikan sosialisasi kepada para stakeholder," jelas dia.

Aturan DHE itu berlaku untuk semua eksportir, termasuk BUMN. Penerapannya dimaksudkan agar dunia ekspor Indonesia sebanding dengan negara lain yang sudah mewajibkan eksportir menyimpan DHE di dalam negeri.

"Ya tentu kita comparable dengan negara lain, apakah itu Malaysia atau Thailand," ungkapnya.

 

Intensif bagi Eksportir

Neraca Ekspor Perdagangan di April Melemah
Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Pemerintah melalui Bank Indonesia sendiri menyiapkan berbagai intensif bagi eksportir yang menyimpan DHE 100 persen di dalam negeri, salah satunya pajak penghasilan 0 persen atas pendapatan bunga pada instrumen penempatan DHE.

"Kalau reguler biasanya kena pajak 20 persen, tetapi untuk DHE 0 persen," kata Airlangga.

Lebih lanjut, eksportir dapat memanfaatkan instrumen penempatan DHE sebagai agunan back to back kredit rupiah dari bank maupun Lembaga Pengelola Investasi (LPI), untuk kebutuhan rupiah di dalam negeri.

"Kemudian untuk foreign exchange swap antara bank dan BI, eksportir dapat meminta bank untuk mengalihkan valas DHE yang dimiliki eksportir menjadi swap jual BI dalam hal eksportir membutuhkan rupiah untuk kegiatan usaha di dalam negeri," Airlangga menandaskan.

 

Tanggapan Pengusaha

Neraca Perdagangan RI
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan) menggelar FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. Hasil FGD ini menyimpulkan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu untuk direvisi.

Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita, menjelaskan bahwa kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

"Kami melihat bahwa PP No. 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar Rupiah," ujar Suryadi.

Faktanya, setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global.

"Terlebih lagi, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan akan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri," tambah Suryadi.

Suryadi lebih lanjut menjelaskan bahwa berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP No. 36 Tahun 2023 tentang DHE ini menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.

Selain kewajiban DHE, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki kewajiban dalam membayar pajak, royalti, serta beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin of profitability).

Kadin Indonesia serta para asosiasi dunia usaha berharap agar revisi kebijakan dan aturan terkait DHE nantinya tidak memberatkan para eksportir, terlebih terdapat usulan untuk menaikan DHE dari 30% menjadi 50% atau 75% dalam 1 tahun, sehingga memberatkan arus kas perusahaan.

"Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dimana dampaknya ini juga dirasakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, kami berharap agar pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengonversikan devisa ke dalam rupiah,” tambah Suryadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya