Liputan6.com, Jakarta - Jelang Ramadan dan Idul Fitri 2025, saham barang konsumsi diramal memiliki prospek menarik. Hal itu seiring dukungan daya beli masyarakat yang biasanya naik pada momentum tersebut.
Research Analyst Mirae Asset, Abyan Habib Yuntoharjo, mengatakan kuatnya daya beli masyarakat didukung stimulus diskon tarif listrik sebesar 50% dari pemerintah. Dia optimistis daya beli yang terjaga itu dapat menjaga momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini dan sektor saham barang konsumsi pokok (consumer staples).
Advertisement
Baca Juga
"Pilihan saham utamanya adalah PT Sumber Alfaria Trijaya (AMRT) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP),” ujar Abyan dalam Media Day: February 2025 by Mirae Asset, Kamis (13/2/2025).
Advertisement
Abyan menjabarkan, AMRT adalah salah satu pemilik minimarket kebutuhan sehari-hari Alfamart yang hampir setiap waktu dibutuhkan masyarakat, sedangkan ICBP adalah produsen utama mi instan Indomie yang hampir menjadi kebutuhan pokok di dalam negeri. Untuk AMRT dan ICBP, dia merekomendasi BUY dengan target price (TP) di level Rp 3,500 dan BUY TP 13.200 untuk 12 bulan ke depan.
Abyan menerangkan, AMRT dan ICBP dapat menjadi representasi (proxy) sektor barang konsumsi pokok (consumer staples) terutama karena sifatnya yang merupakan saham defensif. Saham defensif adalah jenis saham yang kinerjanya cenderung stabil dan tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi.
Terkait dengan fluktuasi dan koreksi pasar saham, Senior Investment Information Mirae Asset Adityo Nugroho, menambahkan faktor eksternal saat ini dipengaruhi ketidakpastian di era Trump 2.0 yang membuat perekonomian Indonesia semakin menantang.
“Selain itu, dari faktor internal terdapat tantangan dari pengetatan dan realokasi anggaran pemerintah, yang berpotensi mengurangi fungsi APBN sebagai peredam guncangan dari dampak ekonomi global," kata Abyan.
Menurut dia, katalis positif lain perekonomian domestik berasal dari momentum Ramadan serta peluang kebijakan suku bunga Bank Indonesia yang diharapkan lebih pro-growth. “Ramadhan biasanya diiringi oleh peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan, dan kebijakan moneter bank sentral diharapkan dapat mendorong aktivitas ekonomi masyarakat," imbuh Abyan.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Lalu Bagaimana IHSG?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan tengah mengalami tekanan, jauh meninggalkan level 7.000. IHSG Kamis, 13 Februari 2025 turun 0,66 persen ke posisi 6.602 saat berita ditulis. Sejak awal tahun, IHSG telah terkoreksi 6,74 persen.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Adityo Nugroho melihat pergerakan IHSG dari perspektif hukum dasar ekonomi, supply dan demand. Menurut dia, ketika permintaan (demand) lebih tinggi dari penawaran (supply), harga akan naik. Hal yang sama berlaku untuk IHSG.
"Jika kita melihat kembali pergerakan di semester 1 tahun 2024, ada periode foreign outflow yang cukup signifikan, yang menyebabkan IHSG turun karena tidak ada cukup pembeli yang mampu menahan tekanan jual dari investor asing. Ketika banyak yang menjual, tetapi daya beli yang masuk tidak cukup kuat untuk mengimbanginya, maka indeks akan turun," jelas Adityo.
Adityo mencermati, belakangan ini aksi jual asing semakin masif. Dimulai dari saham BNI, kemudian berlanjut ke saham perbankan lain seperti Bank Mandiri dan BCA. Jika kita berbicara tentang sektor perbankan, ini bisa diibaratkan sebagai barometer pasar.
"Sama seperti burung kenari di tambang yang menjadi indikator adanya gas beracun, pergerakan saham perbankan bisa mencerminkan kondisi pasar yang lebih luas. Jika saham perbankan turun tajam, kemungkinan ada sesuatu yang tidak beres dengan kondisi makroekonomi," kata Adityo.
Advertisement
Mirae Asset Ramal IHSG 2025 Tembus 8.000 di Tengah Potensi Perang Dagang
Sebelumnya, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia optimistis pasar modal Indonesia 2025 masih positif. Perusahaan memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 8.000, di tengah potensi perang dagang pada tahun depan.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto mengatakan tahun ini volatilitas pasar saham Indonesia cukup besar dengan rekor tertinggi IHSG 7.905. Posisi itu mendekati prediksi Mirae Asset 7.915 untuk 2024, sebelum terkoreksi kembali, yang menunjukkan masih dipengaruhinya dinamika pasar oleh sentimen global dan domestik.
“Prediksi positif pasar modal domestik tersebut terutama didukung oleh kuatnya dua faktor makroekonomi dalam negeri yaitu inflasi yang stabil dan daya beli yang terjaga,” ujar Rully dalam paparannya di acara Investor Network Summit 2024, Rabu (5/12/2024).
Untuk inflasi, ia menuturkan, Indonesia terus menunjukkan penurunan, didukung oleh stabilitas harga bahan makanan. Di dalam acara bertema Capitalizing on the New Government's Economic Roadmap tersebut, dia memperkirakan harga bahan makanan akan tetap stabil di tahun depan, selama tidak ada gangguan cuaca ekstrem yang dapat memengaruhi produksi pangan.
Dia menambahkan, dengan stabilnya harga bahan makanan, dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% diperkirakan tidak signifikan, terutama karena bahan pokok dikecualikan dari kenaikan pajak tersebut.
Inflasi yang terkendali tersebut, lanjutnya, dapat mempengaruhi faktor daya beli sehingga masih tetap terjaga terutama pada sektor pangan yang akan menjadi pilar utama yang menopang daya beli masyarakat.
“Kami optimistis bahwa belanja masyarakat (belanja rumah tangga) akan tetap terjaga dan tumbuh stabil pada tahun mendatang,” kata Rully.
Prospek Ekonomi Indonesia
Dengan dukungan inflasi terkendali yang diprediksi sebesar 2,8% pada 2025 dan faktor daya beli yang kuat, Rully dan Tim Riset Mirae Asset memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan mencapai 5% dengan posisi suku bunga acuan 5,5% pada akhir tahun depan.
Menurut dia, dengan mempertimbangkan berbagai faktor makroekonomi tersebut, pasar modal Indonesia tetap memiliki prospek yang positif pada 2025. Kondisi global yang penuh tantangan diharapkan dapat dihadapi dengan kebijakan yang tepat dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan.
Terkait suku bunga, dia memprediksi ruang penurunan suku bunga acuan dalam negeri (BI rate) akan lebih terbatas akibat kondisi makroekonomi global, terutama tantangan dari kebijakan ekonomi pemerintah AS yang baru.
Rully memprediksi kebijakan ekonomi AS yang lebih berorientasi ke dalam (inward-looking) berpotensi memicu perang dagang dengan mitra dagang utama, yang dapat mengganggu aktivitas perdagangan global.
“Selain itu, kebijakan tersebut juga diperkirakan memicu inflasi di AS dan mempersempit ruang penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (Federal Funds Rate/FFR), yang pada akhirnya memperkuat nilai tukar dolar AS di pasar global, yang berdampak pada perekonomian negara berkembang termasuk Indonesia,” tuturnya.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)