Liputan6.com, Jakarta Selama ini ada satu stereotip populer, bahwa film komedi romantis adalah filmnya perempuan dan film aksi diperuntukkan buat laki-laki. Anggapan ini tak sepenuhnya salah, terutama mengingat kedua jenis film ini memang sengaja diformulasikan untuk penonton berbeda.
Yang satu menghadirkan pria tampan penyayang dan jalan cerita romantis yang menjadi idaman para wanita. Sementara yang lain menampilkan pria macho yang seakan mampu memompa testosteron para penonton pria. Lantas, bagaimana bila kedua genre beda dunia ini dipertemukan dalam satu film yang sama?
Baca Juga
Advertisement
Baca Juga
Mr. Right, mencoba menjawabnya. Bila sejak membaca judul film ini Anda langsung mendeteksi aroma genre komedi romantis yang begitu kental, tunggu sampai Anda mengetahui premisnya.
Martha (Anna Kendrick), adalah seorang wanita muda yang baru saja merasakan sakitnya dikhianati kekasih. Namun tak lama kemudian, seorang pria lain menyelinap ke hatinya. Ia, menyebut pria ini sebagai Mr. Right (Sam Rockwell). Kencan singkat yang mereka lakukan, membuat Martha makin yakin bahwa Mr. Right adalah pria yang tepat untuknya.
Sampai Martha mengetahui bahwa Mr. Right, yang aslinya bernama Francis ini, ternyata adalah seorang pembunuh bayaran yang sedang berusaha tobat. Martha kemudian terseret dalam masa lalu Francis yang penuh darah dan berondongan peluru.
Lantas, apakah Mr. Right berhasil mengawinkan genre aksi dan komedi romantis dengan campuran yang pas? Satu hal yang pasti, jangan berani-berani menyebut film arahan Paco Cabezas ini sebagai film laga di depan penggemar film-film Quentin Tarantino bila tak ingin menerima amukan. Sebaliknya, para penggemar film komedi romantis mungkin dengan senang hati memasukkan Mr. Right dalam koleksi filmnya.
Lihat saja karakter Francis, yang jauh dari gambaran pembunuh bayaran yang disegani, apalagi ditakuti. Ia ganteng, humoris, dan rela melakukan apa pun demi kekasihnya. Termasuk menerima berondongan peluru sekalipun. Pasangan Martha dan Francis juga lebih banyak ditampilkan sebagai pasangan yang 'manis'.
Tak hanya itu, perjalanan plotnya pun lebih mirip dengan kisah drama romantis yang generik. Di mana seorang pria dan wanita jatuh cinta, terjadi kesalahpahaman antara keduanya, lantas sang pria mati-matian mengejar kembali sang wanita.
Apalagi, koreogarafi pertarungan maupun permainan senjata api dalam film ini juga tak terlalu istimewa, walaupun juga tak bisa dikatakan melempem-melempem amat. Bukannya memompa tensi, adegan pertarungan dalam film ini lebih dimaksudkan sebagai pemancing tawa.
Meski begitu, bukan berarti Mr. Right lantas menjadi film yang tak layak ditonton. Justru sebaliknya, buat para lelaki atau siapa pun pecinta film laga yang dipaksa pasangannya ikut menonton film komedi romantis, bisa menyodorkan Mr. Right sebagai pilihan. Setidaknya, adegan berantem dan dar-der-dor dalam film ini, bisa menjadi pelipur lara. (Rtn/fei)