Liputan6.com, Jakarta - Aksi atau drama bertema kriminal relatif jarang diusung film Indonesia. Selain merepotkan dari aspek biaya produksi maupun teknis, genre ini terbilang susah dijual di bioskop. Hanya Manusia rilisan Divisi Humas Polri mencoba mengisi minornya genre ini.
Hanya Manusia mengusung tema kriminal spesifik yakni perdagangan manusia. Skenario Hanya Manusia dikembangkan, bersinggungan dengan pelacuran berikut narkoba.
Salah satu yang kami pertanyakan terkait film Hanya Manusia, pilihan pemain. Tak ada bintang laga di barisan pemeran utama. Kami berasumsi titik berat Hanya Manusia ada pada hubungan tokoh utama dengan lawan main, entah itu anggota keluarga, pacar, suami, dan sejenisnya.
Advertisement
Baca Juga
Baru belasan menit berlalu, dugaan kami mendekati kebenaran. Film yang ditayangkan mulai Kamis (7/11/2019) ini mengisahkan Annisa (Prisia) salah satu anggota reskrim Ibu kota. Annisa tinggal bersama adiknya, Dinda (Shenina).
Ibunya meninggal. Pun ayahnya yang juga polisi gugur dalam tugas saat mengamankan tawuran. Annisa ditugasi Kompol Angga (Yama) mengusut tewasnya sejumlah gadis dengan tato khas di kaki mereka.
Investigasi Annisa
Dari sejumlah riset, dugaan Annisa mengarah pada Jamal (Tegar), informan polisi terkait sejumlah peredaran narkoba. Angga yang menilai bukti-bukti Annisa kurang kuat tak mau percaya. Begitu pula Iptu Aryo (Lian).
Tak menyerah, Annisa terus melacak. Kecurigaan menemukan titik terang di sebuah restoran masakan Tiongkok. Bersamaan dengan itu, Annisa menerima telepon. Dari ujung telepon, ia mendengar suara Dinda yang ketakutan. Dinda memberi pesan aneh, ingin liburan ke tempat yang dulu pernah dikunjunginya bersama almarhum ayah.
Advertisement
Melacak Jamal
Tiga pilar yang menggerakkan cerita Hanya Manusia yakni, perdagangan manusia, pertalian Annisa dengan Dinda, dan chemistry-nya dengan Iptu Aryo yang masih malu-malu. Penekanannya terletak pada perdagangan manusia yang berfokus pada pencarian.
Di sinilah masalahnya. Pencarian digambarkan dengan upaya melacak Jamal lewat beberapa tokoh lain, lalu mengerucut pada beberapa nama penting yang tak elok kalau kami sebutkan di sini. Anda bisa saksikan sendiri. Pencarian ini kurang tergarap dengan seru.
Lemah dalam Eksekusi
Sejumlah adegan baku hantam di film ini kurang meyakinkan. Pertarungan dua lawan satu dengan senpi, lebih banyak menampilkan permainan sudut pandang kamera sehingga kurang greng. Dan lagi-lagi, pencarian membuat kita bertemu banyak tokoh yang terbagi dalam babak-babak kecil lalu berakhir begitu saja.
Ini sebenarnya bisa diakali dengan persembahan babak akhir yang dikemas kolosal. Elemen kolosalnya sudah ada, yakni puluhan polisi berikut armada dan persenjataan lengkap. Populasi villain-nya pun tak kalah banyak dan garang. Ditambah, TKP yang melibatkan alat-alat berat. Lagi-lagi, Hanya Manusia lemah di aspek eksekusi.
Advertisement
Kombinasi Unik
Dengan pelaku babak final sebanyak itu, kami tak melihat baku tembak dan tarung bebas yang bikin jantung berdesir. Termasuk saat sang pemeran utama bertemu dalang perdagangan manusia. Penyelesaiannya terasa mudah, tidak sampai membuat kita gemas apalagi takut kehilangan. Pilar yang paling menarik bagi kami justru senyawa antara Annisa dan Iptu Aryo. Keduanya memperlihatkan gradasi yang indah dan detail.
Ada nuansa perundungan, khususnya ketika presentasi Annisa dengan mudah dipatahkan atasan. Lalu saat ditugaskan bersama, ada sensasi takut tersaingi hingga menjaga jarak. Memasuki babak akhir, ada upaya saling menenangkan dan melindungi. Di sisi lain, Lian Firman dan Prisia Nasution kombinasi unik. Kali pertama tampil di layar lebar lewat Miracle Menantang Maut (2007), Lian tak pernah main film lagi karena sibuk di sinetron. Salah satu sinetronnya yang legendaris, Cinta Fitri di SCTV. Di situ, ia memerankan Hadi. Sekitar 12 tahun jeda, Lian kembali akting lewat film ini.
Kurang Memantik Emosi
Problem Hanya Manusia terletak pada pengemasan, pengarahan pemain yang kurang memantik emosi, plus adegan aksi yang belum presisi. Kekuatan film ini, tema yang jarang diangkat ke layar lebar dan tokoh-tokoh dihadirkan dengan fungsi spesifik. Nyaris tak ada tokoh yang mubazir.
Film ini dirilis Divisi Humas Polri yang dulu dikenal lewat film Pohon Terkenal. Setia mengusung profesi polisi sebagai sosok utama, cerita dan penokohan film rilisan Divisi Humas Polri sejatinya memberi warna baru di industri. Tinggal memilih pemain dan kreator mumpuni yang mampu membawa hasil akhir memukau lalu mencetak box office.
Pemain: Prisia Nasution, Lian Firman, Yama Carlos, Verdi Solaiman, Shenina Cinnamon, Tegar Satrya
Produser: M.H. Fransisca Sihombing, Hadi Aldjoeffry
Sutradara: Tepan Kobain
Penulis: Monty Tiwa, Rebecca M. Bath, Putri Hermansjah
Produksi: Divisi Humas Polri
Durasi: 1 jam, 31 menit
(Wayan Diananto)
Advertisement