20 Seniman Muda Ajang Temu Seni Pentaskan Karya Performans di Situs Bersejarah Benteng Rotterdam

Para Seniman Muda memamerkan kebolehan mereka di Benteng bersejarah Rotterdam.

oleh Aditia Saputra diperbarui 08 Agu 2022, 21:54 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2022, 07:30 WIB
Para Seniman Muda
Para Seniman Muda (Kemendikbud Ristek RI)

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 20 seniman muda peserta ajang Temu Seni Indonesia Bertutur mementaskan 18 karya performans di situs bersejarah kebesaran Makassar, Benteng Rotterdam. Warga kota Makassar dan para pegiat seni budaya yang sebagian berasal dari anggota komunitas teater lokal memperlihatkan antusiasme dan apresiasi tinggi terhadap karya-karya performans tunggal dan kolaboratif yang dipentaskan selama lebih dari 8 jam di berbagai sudut tempat di Benteng Rotterdam.  

"Ini adalah sebuah momen istimewa dan bersejarah dimana berkumpul 20 seniman muda performans dari berbagai daerah di Indonesia di sebuah situs sejarah yang memiliki nilai-nilai seni, budaya dan historis luar biasa untuk menghadirkan tubuh-tubuh mereka disini dan mempersembahkan karya-karya seni performans dihadapan masyarakat kota Makassar selama seharian dari siang hingga malam hari. Saya dan para seniman begitu senang menyaksikan apresiasi dan antusiasme audiens yang begitu tinggi dalam menikmati dan berinteraksi dengan pementasan yang ada," ujar Melati Suryodarmo, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022 dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.

Lebih jauh Melati menjelaskan bahwa ajang Temu Seni Performans menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 diadakan dengan mengacu pada kerangka besar Indonesia Bertutur yaitu “Mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan”. Kunjungan-kunjungan situs dan budaya seperti ke Taman Prasejarah Leang-Leang di Maros dan komunitas Bissu di Segeri Kabupaten Pangkep ini adalah bagian dari upaya kreatif untuk melihat narasi sejarah dengan cara yang sedikit berbeda yang berhubungan dengan praktik kekaryaan performans.

Sementara itu, Fasilitator Temu Seni, Afrizal Malna menuturkan bahwa Temu Seni merupakan sebuah program dengan input yang jelas, masing-masing seniman membawa pengenalan diri terhadap situs-situs yang terdekat di sekitar mereka dari 20 situs yang dipilih program dan ditambah dengan input perjalanan atau kunjungan ke situs dan kunjungan budaya seperti Leang-Leang yang sifatnya benda mati telah ada ribuan tahun dan komunitas Bissu yang manusia dari riwayat sejarah yang begitu panjang, serta kemudian situs Benteng Rotterdam. 

 

Metode

Para Seniman Muda  (Kemendikbud Ristek RI)
Para Seniman Muda (Kemendikbud Ristek RI)

Dari semua itu terjadi pengolahan input-input ini serta ada sesi berbagi metode artistik dan diskusi. Hasilnya adalah pementasan hari ini. Di dunia seni performans sering dimulai dengan suatu pertanyaan dan diakhiri juga dengan pertanyaan. Dimulai dengan sebuah konsep, tanpa latihan kemudian diwujudkan menjadi sebuah pertunjukan. Saat pentas, seniman bertemu dengan ‘medan-medan” baru yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Saya melihat pertunjukkan yang dipentaskan hari ini oleh seniman tidak sepenuhnya dipentaskan oleh mereka sendiri, alih-alih keseluruhan elemen dan unsur yang ada di Benteng Rotterdam ini ikut memberi jejak ke pertunjukan itu. Saya melihat dengan kondisi seperti ini adalah sebuah proses organik dimana masyarakat yang menyaksikan bisa “tersedot” ke dalam pementasan yang ada.

Fasilitator Temu Seni, Marintan Sirait menjelaskan bahwa pada intinya pementasan seni performans hari ini dihadirkan oleh tubuh, serta perpanjangan dari tubuh dan media. Di dalam performans ini ada jejak-jejak yang hadir misalnya dalam bentuk grafis angka dan teks seperti ada tulisan berbunyi “Berteriak” atau “Berlari” ini yang dimaksud sebagai perpanjangan tubuh. Tubuh personal atau seniman bisa tidak hadir namun ada aksi yang dilakukan oleh partisipans dalam hal ini audiens yang merupakan bagian dari pementasan itu sendiri.

 

Temu Seni

Para Seniman Muda  (Kemendikbud Ristek RI)
Para Seniman Muda (Kemendikbud Ristek RI)

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar Temu Seni dengan tema Seni Performans yang berlangsung di kota Makassar, Maros dan Pangkep, Sulawesi selatan pada tanggal 1-8 Agustus 2022. 20 seniman muda yang berasal dari berbagai tempat di Indonesia hadir di Makassar untuk turut serta dalam Temu Seni Performans, sebuah ajang silaturahmi, apresiasi, kolaborasi dan jejaring seni performans sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.

Kegiatan Temu Seni ini merupakan salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) dimana akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang. Program ini diadakan  sebagai sarana penguatan ekosistem seniman-seniman muda, untuk memelihara keberlangsungan hidup kesenian nusantara sebagai peninggalan budaya Indonesia.

18 pementasan seni performans antara lain dipersembahkan di sesi siang hari oleh seniman muda Theo Nugraha dengan komposisinya berjudul Hiruk Pikuk berdurasi 8 jam. Kemudian ada pementasan dari Laila Putri Wartawati dengan pementasan bertajuk Berkelindan; Fajar Susanto (Fj Kunting) dengan 1 Anak 2 Pohon (Ringin Gendong) berdurasi 4 jam; Prashasti dan Kifu dengan The Way of Eating berdurasi 30 menit; Rizal Sofyan dengan karya berjudul Kurir Doa; Ridwan Rau Rau dengan karya berjudul Terauterial. Lalu ada 2 penampilan tanpa judul dari seniman Arsita Iswardhani dan Sasqia Ardelianca.

Di sesi penampilan sore hari ada seniman muda Ratu Rizkitasari Saraswati dan Ragil, Abdi Karya dengan pementasan berjudul Father and Son, Linda Tagie dengan karya Raung dan Ruang, Rachmat Hidayat Mustamin dengan karya H//H. Di sesi pementasan malam hari menghadirkan seniman Dimas Eka Prasinggih dengan karya Recounting a Thousand yang berdurasi 3 jam, Dimas Dapeng Mahendra dengan karya bertajuk Piknik Game yang mengajak audiens untuk ikut serta dalam pementasannya. Kemudian ada pementasan dari Jong Santiasa Putra, Syska La Veggie dengan pementasan berjudul Rajah Surya, Rizky Wahyu Fatin dengan komposisi berjudul Body Ketchup dan penampil terkahir yaitu Monica Hapsari dengan karya berjudul Relik.

Seniman muda Monica Hapsari menjelaskan bahwa Relik adalah sebuah bahasan fenomena yang salah satu inspirasinya dari Candi Dieng ada Watukelir dimana tembok-tembok mengeluarkan bunyi-bunyian khas yang mungkin sumber bunyi dari batu-batuan. Saya juga seorang musisi, oleh karena itu saya ingin mengelola suara, sebagai media purba, instrumen tertua. Suara menurut saya punya efek yang besar. Di momen-momen kunjungan saya mendapatkan makna ada konektivitas yang kuat dari jaman masa lampau dan sekarang dari suara ini. Intinya saya mengambil sebuah lokasi di Benteng Rotterdam ini dan ingin mendengar dan mengambil suara-suara yang tersimpan oleh tempat tersebut.

 

Reaksi

Sementara itu, Rachmat Hidayat Mustakim menjelaskan bahwa karyanya yang dipentaskan diilhami oleh situs-situs sejarah terutama yang ditemui di Maros, Pangkep dan Makassar dengan melakukan reaksi dengan kerongkongan dan rahang, dari situ mengasumsi proses terbentuknya aksara.

Seniman muda Laila Putri Wartawati dengan pementasan yang berjudul Berkelindan mengambil inspirasi dari 20 situs-situs sejarah di Indonesia, lalu mengambil pementasan 20 seniman-seniman muda yang akan saya “jahit” seperti membaca peta Indonesia. Jarak yang ada saya ibaratkan dengan jarak satu performer ke satu performer lainnya tanpa suatu narasi. Narasi akan terbentuk dari pementasan para seniman dan berbentuk reaksi dan respons melalui instruksi yang ditinggalkan lewat jejak pentas lainnya.  

Mengawali momen pementasan karya Performans, ajang Temu Seni menggelar sebuah diskusi publik bertajuk “Ruang dan Waktu dalam Alam Kosmos” menghadirkan seorang astrofisikawan, Dra. Premana W. Permadi, Ph.D., dan seorang sutradara dan akademisi dari Makassar, Dr. Asia Ramli, M.Pd. Dr. Premana Wardayanti Premadi Ph.D. adalah Ahli Astrofisika dan Kepala Observatorium Bosscha, lulusan Astronomi Institut Teknologi Bandung dan mengambil program doktoral di Texas, Amerika Serikat. Premana dikenal sebagai astrofisikawan perempuan pertama yang memimpin observatorium terbesar di Indonesia. Sementara itu, Asia Ramli yang lebih dikenal dengan nama Ram Prapanca adalah ketua Teater Kita Makassar, sebuah kelompok teater yang didirikannya bersama sejumlah seniman lintas disiplin pada 1 Oktober 1993. Ram menyutradarai sejumlah pertunjukan teater yang bersifat kolaboratif di berbagai ruang. Berkat kiprahnya, ia meraih Celebes Awards dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan di tahun 2002. Saat ini bekerja sebagai dosen di Universitas Negeri Makassar.

20 seniman performans muda Indonesia yang turut serta dalam Temu Seni antara lain adalah; Abdi Karya, Anak Agung Putu Santiasa Putra, Arsita Iswardhani, Dimas Dapeng Mahendra, Dimas Eka Prasinggih, Fajar Susanto, Laila Putri Wartawati, Linda Tagie, Monica Hapsari, Prashasti Wilujeng Putri, Rachmat Hidayat Mustamin, Ragil Dwi Putra, Ratu Rizkitasari Saraswati, Ridwan Rau Rau, Rizal Sofyan, Rizky, Wahyu Fathin, Sasqia Ardelianca, Syskaliana, Taufiqurrahman dan Theo Nugraha.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya